Rekan-rekan yang saya
cintai, di beranda saya berulang kali lalu lalang tentang ODOJ. Kemudian karena
ada beberapa orang yang bertanya kepada saya tentang ODOJ, saya pun putar sana
sini untuk mencari tahu info lengkap seputar itu. Setelah saya mendapatkannya,
ternyata ada beberapa hal yang perlu dibicarakan dan ditinjau ulang.
Landasan dari kegiatan ini sangatlah bagus, untuk membiasakan; melatih; memotivasi kaum muslimin agar lebih bersemangat dalam membaca Al-Qur'an setiap harinya. Mudah-mudahan Allaah memberi balasan berupa kebaikan terhadap para penggagas dan pelakunya. Akan tetapi, berhubung membaca Al-Qur'an adalah salah satu ibadah 'amaliyyah, dan syarat ibadah bisa diterima adalah: ikhlas dan ittiba' (mengikuti petunjuk Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam), maka hendaknya pelaksanaannya juga tidak boleh keluar dari kisi-kisi koridor syariat.
Berhubung saya mencintai kalian dan menginginkan kebaikan itu ada dalam diri kalian, sebagaimana saya pun ingin kebaikan itu ada dalam diri saya sendiri…maka marilah duduk sejenak dan luangkan waktu Anda untuk membaca beberapa paparan dari saya.
► APA ITU IBADAH ?
Definisi yang kompleks dan representatif mengenai apa sajakah cakupan yang termasuk ibadah, ada dalam definisi milik Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu
" الْعِبَادَةُ " هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ : مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
"Suatu kata yang mencakup segala hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik itu perkataan maupun perbuatan, berupa perkara batin (abstrak/tidak nampak) maupun zhahir (konkret/nampak)." (Majmu' Fatawa Ibn Taimiyyah, Juz 2, Hal 361, melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)
Sifat dari ibadah adalah tauqiifiyyah [berpijak pada dalil], dan hukum asal ibadah adalah haram hingga ada dalil yang memerintahkannya. Pelaksanaan suatu ibadah bisa berkaitan dengan waktu tertentu atau tidak, bisa juga berkaitan dengan tempat tertentu, bisa juga tidak… tata laksananya pun memang berlandaskan dalil.
- Apakah berhubung kita belum punya tabungan cukup atau ada halangan untuk thawaf di Bait Al-'Atiiq (Ka'bah), lalu kita boleh putar-putar Monas atau Senayan saja selama 7 kali sebagai pengganti thawaf, habis itu bolak-balik di situ-situ juga sebanyak 7 kali sebagai pengganti sa'i? Tidak, karena tata cara thawaf-sa'i, begitu juga tempatnya telah ditentukan.
- Berhubung bacaan shalat shubuh disaksikan malaikat, bolehkah kita melaksanakan shalat shubuh saja seharian penuh, plus ditambah juga raka'atnya jadi banyak sekali sesuka hati kita? Tidak, karena raka'at; tata cara; waktu pelaksanaan shalat shubuh sudah ditentukan.
- Bolehkah "Yasinan" [membaca Yasin khusus setiap hari Jum'at]? Membaca surat Yasin itu sendiri baik sekali, bahkan tiap membaca satu hurufnya akan diganjar satu pahala. Akan tetapi, mengkhususkannya dibaca setiap hari Jum'at saja karena meyakini akan keutamaannya untuk dibaca di hari Jum'at, maka yang seperti tidak ada landasan dalilnya dan justru menyelisihi syariat. Yang benar, bacaan surat Al-Qur'an yang dikhususkan dan disunnahkan untuk dibaca ketika hari Jum'at justru surat Al-Kahfi…bukan Yasin.
Artinya, perkara ibadah tidak bisa "semau gue", mau begini okeh..mau begitu juga boleh. Akan tetapi, pelaksanaannya memang harus sesuai dengan dalil.
► ISTIHSAAN dan KEADAAN AMALAN SESEORANG JIKA AMALANNYA TIDAK SESUAI SYARIAT
Istihsaan: memandang baik suatu perkara atau perbuatan.
Berhubung ibadah adalah perkara tauqiifiyyah [berpijak pada dalil], maka ibadah bukan berlandasan anggapan bahwa ini baik…itu baik, menurut akal manusia belaka. Akal manusia tentulah terbatas. Terlebih memang akal manusia memiliki sisi cela, tidak sempurna, tidak mampu menguak segala hikmah yang Allah berikan. Bisa jadi penilaiannya baiknya tentang sesuatu itu keliru. Maka, di sinilah urgensi beribadah sesuai dalil.
Seluruh perkara ibadah memang harus dilandasi dengan niat ikhlas untuk mengharap ridha-Nya. Akan tetapi, niat baik saja belum cukup ya Pak-Bu-Mba-Mas-Dik…tata laksana ibadahnya juga harus sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Terlebih, Rasuulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti dalam sabdanya,
(( مَنْ عَمِلَ عَمَلاٍ لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ))
"Barang siapa melakukan amalan ibadah yang bukan termasuk perintah kami, maka amalan itu tertolak." (HR.Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullaah menjelaskan dalam kitabnya,
فإن للعمل (2) المتقبل شرطين، أحدهما: أن يكون خالصًا لله وحده والآخر: أن يكون صوابًا موافقا للشريعة. فمتى كان خالصًا ولم يكن صوابًا لم يتقبل؛ ولهذا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد"
"Sesungguhnya amalan yang diterima haruslah memenuhi dua syarat, yaitu
1. Hendaknya ikhlas untuk Allah semata.
2. Amal tersebut benar [selaras dengan syariat]. Maka, ketika suatu amalan didasari keikhlasan, namun tidak benar, amal tersebut tidak diterima. Oleh karena itu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beramal ibadah yang bukan termasuk perintah kami, maka amalan itu tertolak.” " (Tafsir Ibn Katsir, Juz 1, Hal 385 melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)
Sayang kan ya, jika seseorang sudah letih beramal susah payah…eeeh malah amalannya sia-sia dan tertolak karena tidak sesuai dengan syariat.
► TINJAUAN ULANG MENGENAI SISTEM ODOJ
Ada beberapa point yang hendaknya kita tinjau ulang sehubungan dengan pelaksanaan ODOJ, baik di tingkat pusat maupun di grup [karena bisa jadi setiap grup memiliki aturan yang berbeda dengan grup lainnya…walaupun memang ada aturan terpusat dari pihak "pusat"] yakni:
*¨¨* 1.Mengejar Target Bacaan
Membaca Al-Qur'an memang salah satu ibadah yang mulia. Bagaimana tidak, lha membaca satu huruf saja sudah diberi pahala ya? Akan tetapi, membaca saja tidak cukup saudara-saudari…Ada hal lain yang berhubungan dengan adab membaca Al-Qur'an yang perlu juga diperhatikan. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim/muslimah memberi perhatian juga terhadap penerapan hukum tajwid ketika membaca Al-Qur'an; mengetahui makna ayat, dan ini bisa dibaca melalui terjemahan Al-Qur'an; membaca tafsirnya; merenungkan ayat-ayatnya; mengambil 'ibrah/pelajaran darinya; mengamalkan dan kalau bisa malah menghafalnya. Idealnya, dalam sehari seorang muslim/muslimah hendaknya melakukan ini semuanya. Bagaimana caranya?
Dia membagi waktunya untuk membaca Al-Qur'an; membaca terjemahnya; menghafal; merenungkan maknanya. Bacalah saja apa yang mudah baginya, tanpa memberatkan dirinya [takalluf]…mau seperempat juz boleh…setengah juz monggo, satu juz silahkan, dua juz tafadhdhal [tafadhdhali] saja. Selama itu mudah baginya, lakukan saja SEMAKSIMAL MUNGKIN semampu dia, dengan disertai tajwidnya ya? Setelah itu, jangan ketinggalan juga untuk membaca terjemahnya; sembari mengkaji tafsirnya jika mungkin; menghafalnya juga dan mengamalkannya.
Dengan demikian, bukan hanya kuantitas banyaknya bacaan Al-Qur'an saja yang kita targetkan, namun juga kualitas bacaan harus kita pertimbangkan.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ
"Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an" (Qs. Al-Muzammil: 20)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا (82)
“ Apakah mereka tidak memikirkan Al-Qur`an? Sekiranya Al-Qur`an datangnya dari selain Allah, niscaya mereka akan mendapatkan perselisihan yang sangat banyak. “ (An-Nisaa` : 82 )
Ibnu Jarir Ath-Thabari di dalam kitab tafsirnya membawakan suatu riwayat tentang bagaimana metode sahabat dalam belajar Al-Qur'an hingga mengamalkannya,
عن أبي عبد الرحمن، قال: حدثنا الذين كانوا يُقرِئوننا: أنهم كانوا يستقرِئون من النبي صلى الله عليه وسلم، فكانوا إذا تعلَّموا عَشْر آيات لم يخلِّفوها حتى يعملوا بما فيها من العمل، فتعلَّمنا القرآن والعمل جميعًا
"Dari Abu 'Abdurrahman [As-Sulami –pen], dia berkata,' Telah berkata kepada kami orang-orang yang membacakan/mengajarkan Al-Qur`an kepada kami, bahwa ketika mereka meminta kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk mengajarkan Al-Qur'an kepada mereka, lalu apabila mereka telah mempelajari 10 ayat (Al-Qur`an) dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak menambahnya sehingga mereka mengetahui ilmu dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya. Mereka berkata: “Maka kami mempelajari Al-Qur`an, ilmu dan amal semuanya'" (Tafsir Ath-Thabari Juz 1, Hal 80, melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)
Saya ambil contoh tentang pentingnya membaca dengan tajwid dan tartil ya? Hukum mempelajari tajwid adalah fardhu kifaayah. Akan tetapi, hukum membaca Al-Qur'an dengan tajwid bagi tiap individu adalah fardhu 'ain (Disarikan dari Buku "Panduan Praktis Tajwid dan Bid'ah-Bid'ah Seputar Al-Qur'an", buah pena Ustadz Abu Hazim, salah seorang murid Syaikh Muqbil yang pernah belajar di Daarul Hadiits, Dammaaj-Yaman)
Membaca dengan tajwid akan menjauhkan pembaca Al-Qur'an dari lahn/kesalahan yang bersifat khafi (kecil) dan jali (besar). Seseorang yang tidak mengetahui hukum tajwid, sangatlah mungkin melakukan kekeliruan bahkan hingga tingkat merubah arti. Fatalnya, jika kata yang berubah artinya menjadi bertolak belakang dengan yang terdapat dalam ayat tersebut.
Contoh:
وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (27)
Di dalam firman Allah Qs. Al-Qiyaamah ayat 27, antara kata man dan raaq itu ada saktah/memutus kalimat untuk memberi jeda barang satu alif atau dua harakat, tanpa mengambil nafas. Jika pembaca Al-Qur'an belum belajar kaidah ilmu tajwid, sangat mungkin dia membaca biasa saja, yang mengharuskan huruf nun lebur ke huruf ra' (dibaca idgham bi laa ghunnah). Apa hasilnya? Arti katanya kan jadi "marraaq" ==> Orang yang kerjaannya bikin kaldu.
Cara membaca Al-Qur'an ada 3 atau empat macam, dan yang paling diutamakan adalah tartil.
a) Tartil: Membaca Al-Qur'an dengan pelan, tenang, sesuai dengan kaidah ilmu tajwid yang benar dan baik, seperti memanjangkan bacaan jika memang itu panjang, mengucapkan dengan dengung, dan sebagainya. Inilah jenis bacaan yang paling baik, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allaah
… وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)
"…dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil." (Qs. Al-Muzammil: 4)
b) Tadwir: Memabaca antara cepat dan lambat, dan masih menjaga kaidah ilmu tajwid.
c) Hadr: membaca dengan cepat, namun masih menjaga kaidahyang sesuai dengan ilmu tajwid, baik ditinjau dari segi mendengungkan bacaan; menjaga makhaarijul huruf dan shifat huruf.
d) Ada ulama yang membagi cara membaca ke jenis yang keempat yaitu tahqiiq. Jenis bacaan ini sangat pelan, biasanya digunakan dalam proses belajar mengajar.
Jadi, sekali lagi…hendaknya kita juga memperhatikan kualitas bacaan Al-Qur'an juga [membaca dengan hukum tajwidnya, jenis bacaan yang paling utama adalah tartil], bukan hanya mengutamakan cepat-cepatan membaca demi mengejar kuantitas harus khatam 1 juz namun tidak tahu maknanya; tidak direnungkan ayat-ayat di dalamnya.
*¨¨* 2. "Melelang" Bacaan
Seseorang yang dikata "khatam 1 juz", maka dialah sendiri yang menyelesaikannya. Apabila dia berhalangan, dan dia belum mampu menyelesaikan satu juz…maka sampai di situlah kadar kesanggupan dia untuk membaca. Lalu, persoalan melempar jatah sisa yang belum terbaca kepada yang lain merupakan perbuatan yang tidak ada landasan dalilnya. Dikhawatirkan, ini malah bisa-bisa termasuk ke dalam perbuatan "takalluf"/membebani diri. Kalau yang dilempar merasa kegirangan karena semakin besar kesempatan dia membaca Al-Qur'an, kenapa dia tidak menambah sendiri saja jatah bacaannya?
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ…
"Maka bertakwalah kepada Allaah sesuai dengan kesanggupanmu…" (Qs. At-Taghabun: 16)
Mengejar target membaca Al-Qur'an bagi tiap individu itu baik…namun hendaknya tidak usah dipaksakan sedemikian rupa, hingga akhirnya malah terjerumus ke dalam perkara yang "tidak berlandaskan dalil".
Mohon diperhatikan baik-baik…kami tidak menghalangi Anda sekalian untuk membaca Al-Qur'an, tidak melakukan "sirik tanda tak mampu", tidak hasad, tidak su'uzhzhan…dan komentar saya terkhusus untuk statemen semacam ini, "… katanya satu juz itu memberatkan" ==> Memberatkan atau tidak, itu disesuaikan kembali kepada individu. Kalau bagi A mudah, maka lakukanlah….kalau bagi B, maka lakukan semampu yang dia bisa. Dan tetap jangan lupa…"bukan hanya mengejar kuantitas yaa…tapi juga pertimbangkan kualitas." Bahkan sebaliknya…kami menyayangi kalian dan menghendaki kebaikan bagi kalian, meski pada akhirnya kalian harus menolaknya…tidaklah mengapa…alhamdulillaah, minimal kebenaran sudah tersampaikan.
Ingin lancar baca Al-Qur'an? Pelajari juga tajwidnya ya Bu-Pak-Dik-Mas-Mba…tanpa belajar tajwid dan pembiasaan, ya sama saja masih banyak keliru juga.
*¨¨* 3. Membagi juz tertentu bagi peserta tertentu
Untuk tata laksana pada point ini, ini sifatnya kasuistik. Artinya, bisa jadi di grup A ada, namun di grup B tidak ada. Jika Anda tidak menemukannya di grup Anda, maka berarti bukan Anda yang dimaksud…karena Anda keluar dari semesta pembicaraan. Hal yang seperti ini juga tidak ada landasan dalilnya.
► Solusinya dong?
a) Bagi admin:
- Diharapkan meninjau ulang sistem ODOJ yang digunakan. Apabila ternyata ada yang menyelisihi syariat, maka hendaknya itu segera diperbaiki.
Ada baiknya jika pihak admin menghapuskan ketentuan berikut: lelang ayat, membagi per juz untuk diselesaikan hingga ada khatam grup setiap harinya…terus, tidak mengkhususkan bacaan doa khatam Al-Qur'an.
b) Bagi pembaca Al-Qur'an:
-Jika anda memiliki patokan target pribadi setiap harinya untuk membaca, maka bacalah juga dengan memperhatikan kaidah ilmu tajwid, sehingga bukan hanya untuk mengejar banyaknya target bacaan…namun melalaikan penerapan kaidah tajwid dalam bacaan. Tak lupa pula mohon disisihkan juga waktu untuk tadabbur; mengetahui makna ayat; menghafal bahkan mengamalkannya ya?
-Setiap selesai membaca Al-Qur'an, doa yang disunnahkan untuk dibaca adalah
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Silahkan baca link ini untuk lebih lengkapnya: di sini
Adapun mengkhususkan doa tertentu untuk dibaca ketika khatam Al-Qur'an, terlebih jika meyakini itu merupakan sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka ini tidak ada landasannya. Silahkan saja berdoa dengan doa apa saja ketika khatam Al-Qur'an.
- Sebaik-baik amalan adalah amalan yang dilakukan secara sembunyi, kecuali jika ada mashlahat lebih besar apabila menampakkannya. Maka, akan jauh lebih baik buat saja target pribadi yang digunakan juga untuk diri sendiri. Ketika kita merasa kurang bersemangat karena ini dan itu, mungkin bagus juga dipasang reminder motivasi yang dapat tampak di mata, "Sudahkah Anda membaca Al-Qur'an hari ini? Berapa juz yang dapat Anda baca hari ini? Apakah Anda sudah merenungkan; menghayati; mengetahui maknanya dan tahu tafsirnya? Apakah Anda membaca dengan mempraktekkan kaidah tajwidnya?". Kemudian, Anda punya lembar tersendiri untuk check list progress yang Anda miliki sehubungan banyaknya bacaan Al-Qur'an yang telah Anda lakukan. Saya pikir ini lebih menjaga hati [saya tidak bilang bahwa Anda ini menyetor bacaan karena riya lho…tidak, tidak…urusan hati Anda kan Anda sendiri dan Allah yang tahu. Dalam hal ini saya menyarankan saja…]
Landasan dari kegiatan ini sangatlah bagus, untuk membiasakan; melatih; memotivasi kaum muslimin agar lebih bersemangat dalam membaca Al-Qur'an setiap harinya. Mudah-mudahan Allaah memberi balasan berupa kebaikan terhadap para penggagas dan pelakunya. Akan tetapi, berhubung membaca Al-Qur'an adalah salah satu ibadah 'amaliyyah, dan syarat ibadah bisa diterima adalah: ikhlas dan ittiba' (mengikuti petunjuk Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam), maka hendaknya pelaksanaannya juga tidak boleh keluar dari kisi-kisi koridor syariat.
Berhubung saya mencintai kalian dan menginginkan kebaikan itu ada dalam diri kalian, sebagaimana saya pun ingin kebaikan itu ada dalam diri saya sendiri…maka marilah duduk sejenak dan luangkan waktu Anda untuk membaca beberapa paparan dari saya.
► APA ITU IBADAH ?
Definisi yang kompleks dan representatif mengenai apa sajakah cakupan yang termasuk ibadah, ada dalam definisi milik Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu
" الْعِبَادَةُ " هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ : مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
"Suatu kata yang mencakup segala hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik itu perkataan maupun perbuatan, berupa perkara batin (abstrak/tidak nampak) maupun zhahir (konkret/nampak)." (Majmu' Fatawa Ibn Taimiyyah, Juz 2, Hal 361, melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)
Sifat dari ibadah adalah tauqiifiyyah [berpijak pada dalil], dan hukum asal ibadah adalah haram hingga ada dalil yang memerintahkannya. Pelaksanaan suatu ibadah bisa berkaitan dengan waktu tertentu atau tidak, bisa juga berkaitan dengan tempat tertentu, bisa juga tidak… tata laksananya pun memang berlandaskan dalil.
- Apakah berhubung kita belum punya tabungan cukup atau ada halangan untuk thawaf di Bait Al-'Atiiq (Ka'bah), lalu kita boleh putar-putar Monas atau Senayan saja selama 7 kali sebagai pengganti thawaf, habis itu bolak-balik di situ-situ juga sebanyak 7 kali sebagai pengganti sa'i? Tidak, karena tata cara thawaf-sa'i, begitu juga tempatnya telah ditentukan.
- Berhubung bacaan shalat shubuh disaksikan malaikat, bolehkah kita melaksanakan shalat shubuh saja seharian penuh, plus ditambah juga raka'atnya jadi banyak sekali sesuka hati kita? Tidak, karena raka'at; tata cara; waktu pelaksanaan shalat shubuh sudah ditentukan.
- Bolehkah "Yasinan" [membaca Yasin khusus setiap hari Jum'at]? Membaca surat Yasin itu sendiri baik sekali, bahkan tiap membaca satu hurufnya akan diganjar satu pahala. Akan tetapi, mengkhususkannya dibaca setiap hari Jum'at saja karena meyakini akan keutamaannya untuk dibaca di hari Jum'at, maka yang seperti tidak ada landasan dalilnya dan justru menyelisihi syariat. Yang benar, bacaan surat Al-Qur'an yang dikhususkan dan disunnahkan untuk dibaca ketika hari Jum'at justru surat Al-Kahfi…bukan Yasin.
Artinya, perkara ibadah tidak bisa "semau gue", mau begini okeh..mau begitu juga boleh. Akan tetapi, pelaksanaannya memang harus sesuai dengan dalil.
► ISTIHSAAN dan KEADAAN AMALAN SESEORANG JIKA AMALANNYA TIDAK SESUAI SYARIAT
Istihsaan: memandang baik suatu perkara atau perbuatan.
Berhubung ibadah adalah perkara tauqiifiyyah [berpijak pada dalil], maka ibadah bukan berlandasan anggapan bahwa ini baik…itu baik, menurut akal manusia belaka. Akal manusia tentulah terbatas. Terlebih memang akal manusia memiliki sisi cela, tidak sempurna, tidak mampu menguak segala hikmah yang Allah berikan. Bisa jadi penilaiannya baiknya tentang sesuatu itu keliru. Maka, di sinilah urgensi beribadah sesuai dalil.
Seluruh perkara ibadah memang harus dilandasi dengan niat ikhlas untuk mengharap ridha-Nya. Akan tetapi, niat baik saja belum cukup ya Pak-Bu-Mba-Mas-Dik…tata laksana ibadahnya juga harus sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Terlebih, Rasuulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti dalam sabdanya,
(( مَنْ عَمِلَ عَمَلاٍ لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ))
"Barang siapa melakukan amalan ibadah yang bukan termasuk perintah kami, maka amalan itu tertolak." (HR.Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullaah menjelaskan dalam kitabnya,
فإن للعمل (2) المتقبل شرطين، أحدهما: أن يكون خالصًا لله وحده والآخر: أن يكون صوابًا موافقا للشريعة. فمتى كان خالصًا ولم يكن صوابًا لم يتقبل؛ ولهذا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد"
"Sesungguhnya amalan yang diterima haruslah memenuhi dua syarat, yaitu
1. Hendaknya ikhlas untuk Allah semata.
2. Amal tersebut benar [selaras dengan syariat]. Maka, ketika suatu amalan didasari keikhlasan, namun tidak benar, amal tersebut tidak diterima. Oleh karena itu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beramal ibadah yang bukan termasuk perintah kami, maka amalan itu tertolak.” " (Tafsir Ibn Katsir, Juz 1, Hal 385 melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)
Sayang kan ya, jika seseorang sudah letih beramal susah payah…eeeh malah amalannya sia-sia dan tertolak karena tidak sesuai dengan syariat.
► TINJAUAN ULANG MENGENAI SISTEM ODOJ
Ada beberapa point yang hendaknya kita tinjau ulang sehubungan dengan pelaksanaan ODOJ, baik di tingkat pusat maupun di grup [karena bisa jadi setiap grup memiliki aturan yang berbeda dengan grup lainnya…walaupun memang ada aturan terpusat dari pihak "pusat"] yakni:
*¨¨* 1.Mengejar Target Bacaan
Membaca Al-Qur'an memang salah satu ibadah yang mulia. Bagaimana tidak, lha membaca satu huruf saja sudah diberi pahala ya? Akan tetapi, membaca saja tidak cukup saudara-saudari…Ada hal lain yang berhubungan dengan adab membaca Al-Qur'an yang perlu juga diperhatikan. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim/muslimah memberi perhatian juga terhadap penerapan hukum tajwid ketika membaca Al-Qur'an; mengetahui makna ayat, dan ini bisa dibaca melalui terjemahan Al-Qur'an; membaca tafsirnya; merenungkan ayat-ayatnya; mengambil 'ibrah/pelajaran darinya; mengamalkan dan kalau bisa malah menghafalnya. Idealnya, dalam sehari seorang muslim/muslimah hendaknya melakukan ini semuanya. Bagaimana caranya?
Dia membagi waktunya untuk membaca Al-Qur'an; membaca terjemahnya; menghafal; merenungkan maknanya. Bacalah saja apa yang mudah baginya, tanpa memberatkan dirinya [takalluf]…mau seperempat juz boleh…setengah juz monggo, satu juz silahkan, dua juz tafadhdhal [tafadhdhali] saja. Selama itu mudah baginya, lakukan saja SEMAKSIMAL MUNGKIN semampu dia, dengan disertai tajwidnya ya? Setelah itu, jangan ketinggalan juga untuk membaca terjemahnya; sembari mengkaji tafsirnya jika mungkin; menghafalnya juga dan mengamalkannya.
Dengan demikian, bukan hanya kuantitas banyaknya bacaan Al-Qur'an saja yang kita targetkan, namun juga kualitas bacaan harus kita pertimbangkan.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ
"Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an" (Qs. Al-Muzammil: 20)
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا (82)
“ Apakah mereka tidak memikirkan Al-Qur`an? Sekiranya Al-Qur`an datangnya dari selain Allah, niscaya mereka akan mendapatkan perselisihan yang sangat banyak. “ (An-Nisaa` : 82 )
Ibnu Jarir Ath-Thabari di dalam kitab tafsirnya membawakan suatu riwayat tentang bagaimana metode sahabat dalam belajar Al-Qur'an hingga mengamalkannya,
عن أبي عبد الرحمن، قال: حدثنا الذين كانوا يُقرِئوننا: أنهم كانوا يستقرِئون من النبي صلى الله عليه وسلم، فكانوا إذا تعلَّموا عَشْر آيات لم يخلِّفوها حتى يعملوا بما فيها من العمل، فتعلَّمنا القرآن والعمل جميعًا
"Dari Abu 'Abdurrahman [As-Sulami –pen], dia berkata,' Telah berkata kepada kami orang-orang yang membacakan/mengajarkan Al-Qur`an kepada kami, bahwa ketika mereka meminta kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk mengajarkan Al-Qur'an kepada mereka, lalu apabila mereka telah mempelajari 10 ayat (Al-Qur`an) dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak menambahnya sehingga mereka mengetahui ilmu dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya. Mereka berkata: “Maka kami mempelajari Al-Qur`an, ilmu dan amal semuanya'" (Tafsir Ath-Thabari Juz 1, Hal 80, melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)
Saya ambil contoh tentang pentingnya membaca dengan tajwid dan tartil ya? Hukum mempelajari tajwid adalah fardhu kifaayah. Akan tetapi, hukum membaca Al-Qur'an dengan tajwid bagi tiap individu adalah fardhu 'ain (Disarikan dari Buku "Panduan Praktis Tajwid dan Bid'ah-Bid'ah Seputar Al-Qur'an", buah pena Ustadz Abu Hazim, salah seorang murid Syaikh Muqbil yang pernah belajar di Daarul Hadiits, Dammaaj-Yaman)
Membaca dengan tajwid akan menjauhkan pembaca Al-Qur'an dari lahn/kesalahan yang bersifat khafi (kecil) dan jali (besar). Seseorang yang tidak mengetahui hukum tajwid, sangatlah mungkin melakukan kekeliruan bahkan hingga tingkat merubah arti. Fatalnya, jika kata yang berubah artinya menjadi bertolak belakang dengan yang terdapat dalam ayat tersebut.
Contoh:
وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (27)
Di dalam firman Allah Qs. Al-Qiyaamah ayat 27, antara kata man dan raaq itu ada saktah/memutus kalimat untuk memberi jeda barang satu alif atau dua harakat, tanpa mengambil nafas. Jika pembaca Al-Qur'an belum belajar kaidah ilmu tajwid, sangat mungkin dia membaca biasa saja, yang mengharuskan huruf nun lebur ke huruf ra' (dibaca idgham bi laa ghunnah). Apa hasilnya? Arti katanya kan jadi "marraaq" ==> Orang yang kerjaannya bikin kaldu.
Cara membaca Al-Qur'an ada 3 atau empat macam, dan yang paling diutamakan adalah tartil.
a) Tartil: Membaca Al-Qur'an dengan pelan, tenang, sesuai dengan kaidah ilmu tajwid yang benar dan baik, seperti memanjangkan bacaan jika memang itu panjang, mengucapkan dengan dengung, dan sebagainya. Inilah jenis bacaan yang paling baik, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allaah
… وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)
"…dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil." (Qs. Al-Muzammil: 4)
b) Tadwir: Memabaca antara cepat dan lambat, dan masih menjaga kaidah ilmu tajwid.
c) Hadr: membaca dengan cepat, namun masih menjaga kaidahyang sesuai dengan ilmu tajwid, baik ditinjau dari segi mendengungkan bacaan; menjaga makhaarijul huruf dan shifat huruf.
d) Ada ulama yang membagi cara membaca ke jenis yang keempat yaitu tahqiiq. Jenis bacaan ini sangat pelan, biasanya digunakan dalam proses belajar mengajar.
Jadi, sekali lagi…hendaknya kita juga memperhatikan kualitas bacaan Al-Qur'an juga [membaca dengan hukum tajwidnya, jenis bacaan yang paling utama adalah tartil], bukan hanya mengutamakan cepat-cepatan membaca demi mengejar kuantitas harus khatam 1 juz namun tidak tahu maknanya; tidak direnungkan ayat-ayat di dalamnya.
*¨¨* 2. "Melelang" Bacaan
Seseorang yang dikata "khatam 1 juz", maka dialah sendiri yang menyelesaikannya. Apabila dia berhalangan, dan dia belum mampu menyelesaikan satu juz…maka sampai di situlah kadar kesanggupan dia untuk membaca. Lalu, persoalan melempar jatah sisa yang belum terbaca kepada yang lain merupakan perbuatan yang tidak ada landasan dalilnya. Dikhawatirkan, ini malah bisa-bisa termasuk ke dalam perbuatan "takalluf"/membebani diri. Kalau yang dilempar merasa kegirangan karena semakin besar kesempatan dia membaca Al-Qur'an, kenapa dia tidak menambah sendiri saja jatah bacaannya?
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ…
"Maka bertakwalah kepada Allaah sesuai dengan kesanggupanmu…" (Qs. At-Taghabun: 16)
Mengejar target membaca Al-Qur'an bagi tiap individu itu baik…namun hendaknya tidak usah dipaksakan sedemikian rupa, hingga akhirnya malah terjerumus ke dalam perkara yang "tidak berlandaskan dalil".
Mohon diperhatikan baik-baik…kami tidak menghalangi Anda sekalian untuk membaca Al-Qur'an, tidak melakukan "sirik tanda tak mampu", tidak hasad, tidak su'uzhzhan…dan komentar saya terkhusus untuk statemen semacam ini, "… katanya satu juz itu memberatkan" ==> Memberatkan atau tidak, itu disesuaikan kembali kepada individu. Kalau bagi A mudah, maka lakukanlah….kalau bagi B, maka lakukan semampu yang dia bisa. Dan tetap jangan lupa…"bukan hanya mengejar kuantitas yaa…tapi juga pertimbangkan kualitas." Bahkan sebaliknya…kami menyayangi kalian dan menghendaki kebaikan bagi kalian, meski pada akhirnya kalian harus menolaknya…tidaklah mengapa…alhamdulillaah, minimal kebenaran sudah tersampaikan.
Ingin lancar baca Al-Qur'an? Pelajari juga tajwidnya ya Bu-Pak-Dik-Mas-Mba…tanpa belajar tajwid dan pembiasaan, ya sama saja masih banyak keliru juga.
*¨¨* 3. Membagi juz tertentu bagi peserta tertentu
Untuk tata laksana pada point ini, ini sifatnya kasuistik. Artinya, bisa jadi di grup A ada, namun di grup B tidak ada. Jika Anda tidak menemukannya di grup Anda, maka berarti bukan Anda yang dimaksud…karena Anda keluar dari semesta pembicaraan. Hal yang seperti ini juga tidak ada landasan dalilnya.
► Solusinya dong?
a) Bagi admin:
- Diharapkan meninjau ulang sistem ODOJ yang digunakan. Apabila ternyata ada yang menyelisihi syariat, maka hendaknya itu segera diperbaiki.
Ada baiknya jika pihak admin menghapuskan ketentuan berikut: lelang ayat, membagi per juz untuk diselesaikan hingga ada khatam grup setiap harinya…terus, tidak mengkhususkan bacaan doa khatam Al-Qur'an.
b) Bagi pembaca Al-Qur'an:
-Jika anda memiliki patokan target pribadi setiap harinya untuk membaca, maka bacalah juga dengan memperhatikan kaidah ilmu tajwid, sehingga bukan hanya untuk mengejar banyaknya target bacaan…namun melalaikan penerapan kaidah tajwid dalam bacaan. Tak lupa pula mohon disisihkan juga waktu untuk tadabbur; mengetahui makna ayat; menghafal bahkan mengamalkannya ya?
-Setiap selesai membaca Al-Qur'an, doa yang disunnahkan untuk dibaca adalah
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Silahkan baca link ini untuk lebih lengkapnya: di sini
Adapun mengkhususkan doa tertentu untuk dibaca ketika khatam Al-Qur'an, terlebih jika meyakini itu merupakan sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka ini tidak ada landasannya. Silahkan saja berdoa dengan doa apa saja ketika khatam Al-Qur'an.
- Sebaik-baik amalan adalah amalan yang dilakukan secara sembunyi, kecuali jika ada mashlahat lebih besar apabila menampakkannya. Maka, akan jauh lebih baik buat saja target pribadi yang digunakan juga untuk diri sendiri. Ketika kita merasa kurang bersemangat karena ini dan itu, mungkin bagus juga dipasang reminder motivasi yang dapat tampak di mata, "Sudahkah Anda membaca Al-Qur'an hari ini? Berapa juz yang dapat Anda baca hari ini? Apakah Anda sudah merenungkan; menghayati; mengetahui maknanya dan tahu tafsirnya? Apakah Anda membaca dengan mempraktekkan kaidah tajwidnya?". Kemudian, Anda punya lembar tersendiri untuk check list progress yang Anda miliki sehubungan banyaknya bacaan Al-Qur'an yang telah Anda lakukan. Saya pikir ini lebih menjaga hati [saya tidak bilang bahwa Anda ini menyetor bacaan karena riya lho…tidak, tidak…urusan hati Anda kan Anda sendiri dan Allah yang tahu. Dalam hal ini saya menyarankan saja…]
oleh: Fatihdaya Khoirani
-----------------------------------------
tulisan ini jelas bukan tulisan saya pribadi, nama penulis sudah saya cantumkan beserta link pada media sumbernya.
Saya merasa perlu 'mengabadikan' tulisan ini karena ini bermanfaat bagi saya. Jujur sejak pertama tau program ini, hati saya berontak, rasa-rasanya ada yang kurang tepat. Namun karena keterbatasan ilmu, saya berusaha untuk mencari pendapat orang yang lebih berilmu. :)
http://www.ustadzfarid.com/2014/01/ketika-odoj-one-day-one-juz-dikritik.html
BalasHapusastaghfirulloh, subhanalloh..
Hapusjazakalloh khoiron katsir atas nasehatnya,
untuk menghindari su'udzon saja bukannya ingin membela diri, jujur saya tidak ada niatan mau mencemooh salah satu kelompok, terutama pada ODOJers,
tulisan yang saya catut ini sebenarnya lebih saya tujukan untuk diri sendiri.
dan untuk penyeimbangnya akan saya catut juga tulisan dari ustadzaris.com.
assalamu'alaikum warohmatulloh
Ada yang kurang tepat, membaca Al Quran itu wajib dan bukan sunnah. Jadi kalo wajib itu sifatnya memaksa bukan sukarela. Masalah pembagian juz bukanlah hal yang bertentangan dengan syariat karena banyak dilakukan sebelumnya. Sedangkan membaca sehari 1 juz itu hanya sedikit sekali dibandingkan dengan yang dibaca para shahabat. Jadi fenomena ODOJ ini adalah ajang membiasakan diri serta memaksa diri untuk mengkhatamkan Al Quran secara pribadi selama 30 hari. Masalahnya adalah, kenapa kita berontak? Karena ketidaktahuan serta kemapanan kita menjalani hari tanpa Al Quran. *bukan anggota ODOJ tapi pengen bisa 3 juz tiap hari*
BalasHapusMaaf, bisa jadi ini saya yang kurang teliti, tapi pada tulisan di atas saya tidak menemukan kalimat yang menyatakan bahwa membaca Al-Quran dikatakan ibadah sunnah. Jadi mana ya yang Anda maksud?
Hapusdan saya rasa, tulisan ini tidak berniat mengecam atau memvonis bahwa program ODOJ salah sepenuhnya, hanya memang ada yang perlu dibenahi untuk menjaga kualitas ibadah, murni lillah bukan karena group,
silakan baca ulasan ini juga: http://muslim.or.id/al-quran/one-day-one-juz-2.html
wallohua'lam wastaghfirullah
assalamua'alaikum warohmatulloh
Saya pikir pendapat Anda tidak menyudutkan ODOJ, namun sebuah kelompok wajar jika memiliki kekurangan disana sini, semoga dengan masukan yang positif, bisa digunakan untuk membangun menjadi lebih baik lagi. Saya melihat ODOJ ini salah satu cara berkampanye untuk lebih dekat pada Al-Quran. Mungkin orang lain punya cara lain, nah ODOJ memiliki cara seperti itu. Sementara ODOJers sendiri orangnya sangat beragam, bisa jadi hal-hal di luar kendali ODOJ bisa terjadi.
BalasHapusSaya melihat semangat ukhuwah pada para ODOJers, semoga tetap terjaga kemurniannya, selalu waspada dengan orang-orang yang berniat merusak kemurnian ODOJ, mungkin dengan cara masuk ke grup dan bertindak yang diluar esensi ODOJ, dan kemungkinan lain yang saya pun tidak tau.
Untuk masukan Bapak yang saya anggap luar biasa penting bagi saya pribadi adalah kalimat ini : tadabbur; mengetahui makna ayat; menghafal bahkan mengamalkannya.
Bagi saya pribadi khatam atau tidak, terkait dengan bagi-bagi juz dalam lelang, ini merupakan bentuk penyemangat, kalaupun tidak di lelang juga tidak masalah, yang terpenting ada usaha untuk mendekat pada mushaf.
Kemudian mengenai bacaan yang harus benar tajwid nya : saya bersyukur memiliki fisik sempurna dan bisa berucap dengan fasih, saya bersyukur sempat belajar tajwid walau belum banyak, sehingga saya berkesempatan menggunakan yg saya miliki itu untuk berusaha membaca Al Quran dengan benar.
Namun saya pribadi ingin juga memberikan semangat bagi yang memiliki kebutuhan khusus, orang-orang yang tidak bisa bicara, lidahnya tidak sempurna dan mualaf yang sebelumnya tak pernah mengerti huruf hijaiyah mau berusaha membaca Al Quran. Karena berislam itu mudah, entah dari mana sumbernya tapi saya sering mendapati kalimat ini.
Soal riya' hanya Alloh yang tahu, ketika kita bisa mengajak ke orang lain untuk hal positif, kenapa tidak. Memang betul caranya juga harus dipikirkan.
Soal "keterpaksaan", dulu waktu kecil saya dipaksa ibu untuk sholat subuh padahal saya masih ngantuk, tapi saya bangun dan terpaksa melaksanakannya, sekarang saya tak perlu dipaksa lagi.
Jika ada yang merasa "terpaksa" mengkhatamkan 1 juz, Insya Alloh, lambat laun Alloh melapangkan hati yang serba terpaksa itu.
"Sayang kan ya, jika seseorang sudah letih beramal susah payah…eeeh malah amalannya sia-sia dan tertolak karena tidak sesuai dengan syariat". <<< jujur dalam hati kecil saya sedih mendengar ini, tapi jika itu dari Alloh ya pasrah aja. Untuk orang yang masih sedikit ilmu syariat begini jadi sangat sedih, takut salah, takut dosa kalo salah baca, takut justru menjadi bumerang dll. Yang bisa saya lakukan hanya memohon ke Alloh semoga apa yang saya lakukan dengan kekurangan ilmu saya diridhoiNya.
Untuk menghilangkan ketakutan itu, yang saya lakukan adalah 'just do it', jika ada yang mengingatkan untuk memperbaiki alhamdulillah. Jika saya diam saja, maka tidak akan pernah ada yang mengingatkan saya untuk lebih baik lagi.
Semoga kita semua bisa ambil sisi positif dari ODOJ dan kritikan yang membangun.
Tetap bertilawah ya,,, :)
waduh curhatan saya panjang ternyata, gak terasa, maaf ya Pak,,, :)
BalasHapusterimakasih atas curhatannya :)
Hapustapi maaf saya perempuan, karena saya sudah bersuami bisa dipanggil "Bu" :)
Bismillaah
BalasHapusAssalamu'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh...
Saya tidak sengaja mencari sesuatu tapi malah landing ke sini bu...Maafkan saya jika ibu kurang berkenan ya?
Saya hanya ingin menanggapi sedikit tentang ODOJ. Sebetulnya saya memiliki jawaban atas tulisan ustadz Farid...namun ketika itu saya sedang bersafar sehingga jawaban tersebut tidak saya selesaikan. Ini memang sudah lama sih ya...tapi tidak apa lah kalau saya tuliskan di sini.
Mengenai perkataan saya yang ini, "Sayang kan ya, jika seseorang sudah letih beramal susah payah…eeeh malah amalannya sia-sia dan tertolak karena tidak sesuai dengan syariat". ==> Ini bukan murni pendapat saya ya Pak, Bu...tapi saya hanya menukil secara makna dari isi sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallaahu 'anha dia berkata, Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda ," Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya, maka dia tertolak. [Riwayat Bukhari dan Muslim], dan dalam riwayat Muslim disebutkan: Barangsiapa yang melakukan suatu amal (ibadah) yang tidak sesuai dengan urusan (agama) kami, maka amalan itu tertolak.
Hadits ini terdapat dalam Al-Arba'in An-Nawawiyy hadits ke-5.
Jadi, perkara ibadah merupakan perkara tauqiifiyyah [harus berpijak pada dalil]. Begitupula syarat diterimanya suatu ibadah adalah ikhlas dan ittiba' [mengikuti perintah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam]...karena hukum asal ibadah adalah haram, sampai ada dalil yang memerintahkannya. Berkebalikan dengan mu'aamalah...hukum asalnya adalah boleh hingga ada dalil yang mengharamkannya. Membaca Al-Qur'an adalah ibadah, maka haruslah berdasarkan dalil tentang bagaimana tata caranya...bukan hanya berdasarkan istihsaan [anggapan baik yang berdasarkan subyektifitas manusia belaka]. Mudah-mudahan yang sekelumit ini bisa dipahami. Bersambung....
Sambungan di atas....
BalasHapusMohon maaf ya bu, ibu mengambil penyeimbang tulisan di atas bukan dari ustadzaris.com...namun dari ustadzfarid.com [beda ya bu...]
====
Tentang memperlihatkan amal...itu tidak bisa dihukumi secara mutlak ya. Hukum asalnya tetap hendaknya disembunyikan [berdasarkan hadits yang sudah kita ketahui bersama, Rasulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اَللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ.... ) فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ وَفِيهِ: ( وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tujuh macam orang yang akan dilindungi Allah pada hari yang tidak ada lindungan kecuali lindungan-Nya - kemudian ia menyebutkan hadits dan didalamnya disebutkan - orang yang bersedekah dengan sedekah yang ia tutupi sehingga tangannya yang kiri tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya." [Muttafaqun 'alaihi]
Jika benar menampakkan amalan adalah kebolehan mutlak, maka akan menjadi kontradiktif dengan hadits menyembunyikan amalan. Syarat bolehnya menampakkan amalan adalah: jika ada mashlahat yang lebih besar daripada madharatnya. Kenapa hendaknya disembunyikan? karena itu membantu jiwa lebih ikhlas dan menjauhkan diri dari riya'. Maka, sekali lagi...jika memang benar ada mashlahat yang besar daripada madharatnya, silahkan tampakkan. Akan tetapi jika tidak...maka sebaiknya sembunyikan saja.
Lagipula sebetulnya saya pribadi tidak memberikan justifikasi itu riya...yang mengulas riya bikinan orang lain sepertinya. Satu lagi, sebetulnya masukan dari kami bukan untuk menggembosi, namun tertuju kepada nasihat agar hendaknya lebih menyelaraskan amalan dengan apa yang telah Allaah dan Rasul-Nya ajarkan [as simple as that sebetulnya]. Mengapa? karena kita manusia yang tidak sempurna, punya banyak kekeliruan dan cela. Oleh karena itu kita butuh diingatkan ketika suatu ketika melakukan kekeliruan. Itu bukan karena yang memberi masukan benci; dengki; atau tidak suka. Sama sekali tidak...justru mereka menyayangi dan menghendaki kebaikan bagi kita. Maka hendaknya kita juga dapat bersikap lapang dada terhadap masukan, karena sekali lagi...kita hanya manusia biasa.Kalaulah kita malaikat tentu kita sudah tidak perlu lagi masukan sana sini. Tapi ya itu tadi...kita manusia, maka kita juga harus menyadari benar posisi diri kita yang bisa saja melakukan kekeliruan. Wallaahu Ta'aala A'lam.
Maaf ya Bu, jika saya berbicara terlalu panjang...Waffaqanallaahu wa iyyahum.
Hormat saya,
.: Fatihdaya Khoirani :.
Subhanalloh,
Hapusmaaf saya baru menyadari ada penulis aslinya mampir di blog saya, maaf ya saya tidak izin terlebih dahulu ketika mengambil tulisan Anda, tapi tanpa mengurangi rasa hormat, sudah saya sertakan sumber dan link-nya.
terima kasih juga atas masukannya :)