Tampilkan postingan dengan label Accounting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Accounting. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 November 2013

bank konvensional Vs bank syariah versi aku

Ceritanya hari Jumat pekan ini, di kantor aku dimintain tolong untuk bantu bagian keuangan untuk ngatasin masalah VPN yang enggak bisa digunain. Setelah username ama password diisi aplikasi menghilang begitu saja. Lalu seharian kami bertiga, aku dan 2 staf keuangan sibuk berjibaku dengan laptop dan jaringan wifi, kami hampir putus asa untuk bersabar lalu memutuskan bertanya pada ahlinya, telpon ke CS bank pun jadi pilihan. Solusi demi solusi yang disarankan CS pun kami lakukan, dari utak-atik pemrograman, beli modem sampai install ulang aplikasi VPN, ternyata hasilnya nihil. Finally, kinerja kami pun terganggu karena bagian keuangan jadi nggak bisa membayar invoice2 dari supplier, transaksi ga mungkin dilakukan via ATM atau secara manual transfer di bank karena nilai transaki sangat besar. Ah, sungguh menyebalkan rasanya ;( 

Well, dari kejadian VPN ini, memory-ku teringat pada permasalahan bank konvensional Vs bank syariah, terutama pada masalah seringnya muncul pertanyaan "Mengapa justru banyak 'hujatan' yang ditujukan pada bank syariah daripada bank konvensional dari orang/kelompok yang mengaku mau menghindari riba?".
Dan mungkin, dan aku akui, aku bisa termasuk dari orang-orang yang demikian. Dan bahkan, mungkin orang akan balik memojokkan aku jika membuka dompetku, ATMku dari bank konvensional.
Mau menilai aku orang yang 'menyerang' bank syariah karena aku nasabah bank konvensional??? Jangan terburu-burulah :) 

Sejak aku lahir sampai detik ini, aku hanya memiliki 2 rekening. Pertama rekening di BNI Syariah, rekening yang otomatis terbuat karena aku membuat KTM saat kuliah, dan kebetulan kampusku bekerja sama dengan bank itu. Aku menggunakan rekening itu sampai aku lulus, biasalah anak rantau. Aku butuh rekening untuk menerima kiriman uang dari keluarga sebagai biaya hidup. Dan setelah aku lulus, rekening itu otomatis tidak aku gunakan lagi. Yang kedua, aku memiliki rekening BRI (konvensional), yang ini aku dapatkan dari kantor tempat aku bekerja untuk menerima gaji bulanan. Sampai detik ini aku masi menggunakannya, dan selain ATM aku menggunakan layanan SMS Banking. Aku bisa melakukan transaksi dengan HP-ku tanpa bersusah payah ke bank atau ATM. Tiap bulannya aku melakukan transaksi via SMS Banking ini, dari beli pulsa, transfer untuk belanja online sampai berinfaq pun aku pake layanan SMS Banking. 

Bagi yang bertanya-tanya, mengapa aku tampak tenang menggunakan jasa bank konvensional yang jelas-jelas berbunga haram dan bahkan banyak menggunakan jasa untuk transaksinya?
Yang pertama, aku tekankan bahwa bukan aku yang memilih bank tersebut, sejak sebelum aku masuk di kantor itu, perusahaan memang sudah punya sistem sendiri untuk menggaji karyawannya, jadi jelas bukan wewenang aku untuk masalah ini. Namun, jika aku diberi wewenang dalam hal ini dan keadaan memungkinkan, aku akan memilih bank syariah untuk diajak kerjasama. 

Lalu mengapa justru aku menikmati layanan-layanan dari bank konvensional tersebut? 
Perlu banget ini dicatat, bahwasanya tidak semua layanan jasa/produk dari bank (baik konvensional maupun syariah) itu mengandung riba. 

Ketika bank menjadi perantara antara perusahaan dan karyawan sebagai pembagi gaji, transaksi yang dilakukan ini transaksi halal. Di sini bank membantu perusahaan untuk memasukkan gaji karyawan ke rekeningnya masing-masing, dan uang yang dibayar oleh perusahaan adalah sebagai upah atas jasa tersebut. Jasa dari bank ini sangat membantu perusahaan, karena akan sangat repot sekali menggaji ratusan orang dengan uang cash. Dan untuk transaksi transfer belanja online dan berinfaq, jenis transaksinya hampir sama dengan trasfer gaji perusahaan ke karyawan. Bank menjadi penyedia jasa untuk menyampaikan pembayaranku. Sedangkan untuk transaksi beli pulsa, ini jelas transaksi jual beli layaknya aku beli pulsa di counter, ini halal. 

Lalu mengapa aku nggak buat rekening di bank syariah saja? Karena dengan adanya uang gaji yang masih tersimpan di bank konvensional akan digunakan oleh bank untuk kegiatan yang mengandung riba, jadi tiap terima gaji aku langsung transfer ke bank syariah.

Jujur aku jawab jika ada yang bertanya demikian, alasannya simpel, pengalihan gaji demikian akan sangat merepotkan aku. Perlu diketahui aku tinggal di kota kecil, di mana bank syariah masih sangat jarang, banknya saja jarang apalagi ATMnya, berbeda sekali dengan bank konvensional yang aku pakai, ada di setiap kecamatan, jadi ini akan sangat merepotkan aku saat aku butuh uang cash.

Iya, aku menilai bank syariah masih mengandung riba dalam transaksi peminjaman dana pada nasabah, dan ini jauh lebih parah dibanding bank konvensional karena dengan label syariah bisa menipu umat. Namun, aku tetap meng-apresiasi munculnya bank syariah. Dan overall bank syariah lebih baik dari bank konvensional, aku pun secara pribadi akan memilih untuk menggunakan jasa bank syariah, dengan catatan bank syariah mudah dijangkau dan fasilitasnya lengkap atau paling tidak sama dengan bank konvensional.


So, don’t judge everyone else by your own limited experience J




Jumat, 01 Maret 2013

tugas yang baru ku tau


Selama 3 tahun lebih belajar accounting, dan setelah hampir 1tahun aku berprofesi sebagai accounting. Satu hal yang menempel di otak aku: SELAMA KULIAH AKU NGGAK PERNAH DIAJARIN NGE-FILE DOKUMEN!

Yakin. Selama kuliah, aku hanya belajar menjurnal sampai membuat laporan keuangan. Tak pernah terpikirkan tentang nasib faktur-faktur dan dokumen lainnya. Nah, dari tempat kerja inilah aku baru tau, nge-file dokumen2 bukti transaksi itu TUGAS accounting! >_<

Jangan pernah remehkan dokumen2 ini, meski keliatannya nggak berharga, tapi inilah ‘harta’ seorang accounting.

Dan inilah cara kerjaku ngefile dokumen2 transaksi:

nge-file berasa tukang fotocopy >_<
Dari gambar kiri atas, itu tumpukan BKK (Bukti Pengeluaran Kas) yang aku terima dari staf finance selaku pelaku transaksi. 2 gambar di bawahnya, kerjaku untuk merapikan dokumen2 tersebut. Gambar sebelah kanan atas adalah alat-alat yang aku gunakan untuk nge-file. dan gambar kanan bawah adalah hasil akhir kerjaku, dokumen aku buat seperti buku yang bisa dibuka-buka dengan nyaman dan tampak rapi ^^

*ini baru BKK, accounting juga wajib menyimpan rapi dokumen lain
  antara lain: Rekening Koran, Faktur Pajak, Invoice, Surat Jalan, DLL

Selasa, 16 Oktober 2012

Akuntabilitas Lembaga ZIS


*Maaf, semoga ini tidak menjadikan riya’

Saya hanya mau berbagi, ini contoh tanda terima infaq dari suatu lembaga ZIS bagi para donaturnya. Tanda bukti ini saya terima via email, sedangkan transaksinya saya lakukan via ATM.
Pada tanda terima, jelas tampak ada kolom berjudul “UNTUK PENGURANG PAJAK PENGHASILAN”, jadi buat para Wajib Pajak, bagi yang khawatir pajak penghasilannya terlalu besar padahal sudah mengeluarkan zakat jangan ragu untuk menyalurkan zakatnya melalui Lembaga ZIS yang terdaftar di Kemenkeu, zakat yang Anda salurkan bisa menjadi pengurang pajak penghasilan. Setiap bulannya pun Anda akan menerima Laporan Donasi zakat/infaq yang Anda berikan. Dokumen2 tersebut resmi yang dapat Anda gunakan untuk bukti pengurang Pajak Penghasilan.

Bagi yang tidak mau menggunakannya sebagai pengurang pajak juga tak mengapa. Karena zakat, infak, shodaqoh dan yang lainnya ALLAH lah yang membalas, kita tak membutuhkan pengakuan atau reward dari manusia.

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah melipatgandakan pembayaran Kepadany dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan."
 Surah Al Baqarah  Ayat 245

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
 Surah Al Baqarah Ayat 261


Minggu, 10 Juni 2012

Harga Transfer

Menjelang pendadaran, dulu aku dan temen2ku dibingungkan dengan istilah HARGA TRANSFER, karena berdasarkan modul pendadaran di lembar pertama ada materi harga transfer. Dan berdasarkan modul pendadaran juga, hasil warisan kakak angkatan, disebutkan definisi dari harga transfer: “Harga perpindahan barang antara divisi pembeli dan divisi penjual dalam suatu perusahaan./Harga barang/jasa yang ditransfer antar divisi

Dulu dengan pikiranku yang masih sangat polos dan suci, aku pun hanya menghafalkan definisi tersebut. Aku yakin, temen2 juga gitu ;)
Dari definisi tersebut, disebutkan kata DIVISI, mungkin karena faktor pengalaman di lembaga, yang aku pikir sebagai divisi itu merupakan bagian2 atau kelompok kerja yang secara sengaja dibentuk dalam suatu organisasi untuk melaksanakan tugas2 sesuai tanggungjawabnya.

Jadi, kala itu aku pikir yang dimaksud dari harga transfer adalah harga perpindahan dari masing2 divisi dalam satu perusahaan, atau dengan kata lain perpindahan dari masing2 divisi dalam satu pabrik kalo diterapkan dalam sebuah perusahaan manufaktur. Contoh riilnya: semisal dalam sebuah pabrik plywood, aku pikir yang dinamakan harga transfer adalah harga produk veneer (barang setengah jadi) yang diproduksi oleh Divisi Veneer, yang kemudian akan dipindahkan ke Divisi Plywood untuk diproses lanjut menjadi produk barang jadi. Kalo digambarin jadi gini:


Ternyata, aku KELIRU, aku SALAH, yang bener kurang lebih gini:

Yang dimaksud divisi dalam definisi harga transfer ternyata nggak sesederhana yang aku pikir, divisi di sini kalo dalam praktek dunia nyatanya mungkin bisa dibilang anak perusahaan. Pada gambar, sengaja aku ambil contoh 2 perusahaan yang ada pada Bintang Group (Induk Perusahaan) sama2 merupakan perusahaan plywood, biar nggak terjadi pembiasan makna. Tapi dalam kenyataannya, perlu diingat baek2, jenis usaha boleh sama boleh beda.

Pada contoh digambar, perhatikan keterangan yang ada pada simbol anak panah, di situ aku tulis Log, Veneer, Plywood dan Rp., artinya produk yang ditransfer ke anak perusahaan lain (alur perpindahannya boleh dari PT. Cahaya ke PT. Terang, atau sebaliknya) bisa berupa bahan baku (Log), barang setengah jadi (veneer) maupun barang jadi (plywood). Dalam perpindahan barang ini muncullah harga transfer, harga terbentuk layaknya di pasar, harga ada karena kesepakatan, tapi pastinya harganya berbeda dengan harga pasar wajar karena sebenarnya perpindahan terjadi masih dalam lingkup perusahaan yang sama, jadi biasanya dan sewajarnya, harga kesepakatan yang terbentuk nilainya lebih rendah dari harga pasar wajar.
Misalnya: PT Terang menerima 2 DO, yakni dari PT Cahaya dan PT Sukses (perusahaan di luar Bintang Group), dengan orderan yang sama yaitu produk veneer basah dengan ukuran dan grade yang sama.
Maka, harga yang ditentukan oleh PT Terang pada 2 DO ini akan berbeda.
Pada DO dari PT Cahaya akan diberikan harga Rp. 1.500.000,00 per meter kubiknya.
Sedangkan untuk PT Sukses akan diberikan harga Rp. 1.750.000,00 per meter kubik.

Yang perlu diingat lagi, transfer produk dalam kasus harga transfer ini sifatnya tidak wajib dalam sebuah group perusahaan. Meskipun tidak terjadi transfer barang, proses produksi dalam masing2 perusahaan dalam 1 group TETAP bisa berjalan. Transfer barang hanya sebuah alternatif.
Jadi, sangat jauh berbeda dengan pemahaman awalku tentang harga transfer.

Dari definisi yang sekarang aku pahami ini, baru aku dapat benar2 memahami pentingnya harga transfer,
Harga transfer dibuat atau dibuthkan karena masing2 anak perusahaan merupakan pusat laba, yang dalam setiap kegiatannya akan diberi kewajiban oleh induk perusahaan untuk mencapai target laba tertentu.
Jadi, meski harga transfer yang ditentukan oleh anak perusahaan yang bertindak sebagai penjual (dalam kasus contoh: PT Terang) kepada PT Cahaya itu nilainya lebih rendah dibanding harga kepada PT Sukses. Akan tetapi, harga tersebut tidak boleh merugikan PT Terang, dengan kata lain harga harusnya di atas jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi veneer (HPP dari Veneer). Sehingga dalam transfer tersebut, PT Terang tetap dapat memperoleh margin/laba, meskipun tidak banyak jumlahnya.

Semoga, nggak ada yang salah pengertian lagi seperti aku yah.. ;)

Jumat, 25 Mei 2012

Laporan Keuangan

Jiaaaaaahhh, berat banged yach aku ngambil judul?

Tapi jangan buru2 pergi, apa yang akan aku paparkan di sini nggak kaya’ materi kuliah. Meski sebenarnya dunia pasti sepakat bilang “Wajar, kok”, kalo aku mbahas tuntas terkait laporan keuangan, coz label di blog ini aja uda tertulis dengan indahnya “Accounting”. Tapi beneran, aku nggak bakal mbahas soal cara menjurnal, memposting, dan membuat laporan L/R dan Neraca.

Begini, saat di bangku kuliah, kita (mahasiswa akuntansi) pasti uda dapet materi mengenai MANFAAT LAPORAN KEUANGAN. Apalagi untuk mahasiswa tingkat akhir, aku yakin uda hafal di luar kepala (harusnya..) karena ini masuk dalam materi di ujian PENDADARAN (khususnya di kampusku,nah lho..).

Sssssttttt... jujur, dulu jaman aku kuliah, aku nggak hafal, hhehe.. *akhirnya ngaku*
Trus knapa sekarang aku mbahas manfaat laporan keuangan??? Pasti itu yang ada dalam pikiranmu.

Aku jawab, coz sekarang, setelah aku terjun ke dunia nyata (dunia kerja-read), aku baru tau manfaat dan teramat pentingnya sebuah laporan keuangan buat perusahaan, terutama bagi owner atau stock holder. Dulu pikiranku malah parah tingkat dewi, “Buat apa sih perusahaan bayar mahal2 jasa accounting atau auditor???”, padahal waktu itu statusku adalah mahasiswa akuntansi, yang dipersiapkan buat jadi accounting atau auditor.. :D

Sebelum membahas manfaatnya, kita inget2 dulu tujuan dibuatnya laporan keuangan, yakni sebagai pertanggungjawaban manajemen kepada para owner atau stock holder. Buat gampangnya, kita posisikan diri sebagai owner sebuah perusahaan, kita ngeluarin modal (yang tentunya nggak sedikit, kalo perusahaannya gede). Sebagai pemilik modal, pastinya kita mau dapet untung dan amat sangat nggak ikhlas kalo uang yang kita suntikkan ke perusahaan digunakan semena-mena atau bahkan dikorupsi. Kita pastinya pengen tau dum, buat apa aja uang kita??? Nah, dari Laporan Keuangan inilah kita bisa tau aliran dana kita, kalo istilah akuntansinya ARUS KAS. Kita juga pastinya pengen tau usaha kita tu dapet untung atau nggak, kalo untung dapet berapa, ini dapet kita peroleh infonya dari LAPORAN LABA RUGI. Trus, kita juga pengen ngerti kekayaan dan besarnya hutang (kalo ada) dari perusahaan kita tu ada berapa, nah..info ini ada di NERACA.

Ah, berarti nggak harus orang dengan gelar SE yang bikin Laporan Keuangan?
Mungkin banyak yang punya opini demikian. Kalo kataku, “Iya, emang bisa”. TAPI, asal orang yang diminta bikin Laporan Keuangan paham pengeposan biaya, bisa me-logika-kan debit kredit. Tanpa ada maksud mengkerdilkan siapa pun, gelar Akuntan menurutku nggak terlalu penting, ngabisin biaya dan waktu kalo tujuannya sekedar pengen kerja jadi accounting di suatu perusahaan. Kecuali dia punya tujuan jelas untuk masa depannya, yakni mendirikan sebuah KAP. Malah kalo kataku, mending langsung jadi junior auditor dulu di sebuah KAP, baru entar kalo uda ada waktu terusin deh pendidikannya.

Dari yang aku lihat dan dengar dari sekitar, tingginya pendidikan formal itu tidak dapat menjamin kualitas seorang akuntan, sedangkan pengalaman kerja itu menurutku yang lebih tepat untuk dijadikan indikator mengukur kualitas seorang akuntan. Karena..entah faktor apa, aku nggak mau berspekulasi, teori dan praktek itu BERBEDA. Apalagi bagi yang menempuh S2, fiuuuuuuuhhhhh..sayang deh, kalo sekedar pengen kerja jadi accounting perusahaan.Hmm..tapi ini murni pendapat pribadiku, aku harap nggak ada yang tersinggung. Aku berfikir seperti ini karena melihat keadaan sekitar aja, secara blak-blakan atasanku pernah bercerita, beliau pernah punya staf dengan gelar SE, Akt, tapi diminta menjurnal aja salah2. Jadi jangan heran kalo liat BANYAK pengumuman lowongan kerja dengan syarat: BERPENGALAMAN DI BIDANGNYA MINIMAL 1TAHUN! Sekali lagi aku tegasin, ini murni pendapat pribadiku, semua kembali pada tujuan individu, yang perlu dicatet: Rezeki seseorang itu tidak tergantung pada tinggi-rendahnya gelar seseorang, apalagi tinggi-rendahnya IPK!

Wawww.. kenapa aku malah mbahas pendidikan ini, kembali ke Laporan Keuangan yuk?
Okey, sekarang to the point aja, manfaat utama dari Laporan Keuangan adalah sebagai alat bantu/pertimbangan dalam mengambil keputusan ekonomis. Jangan berpikir sempit dalam mencerna kata2 ini. Keputusan ekonomis ini bukan sekedar masalah laba/rugi atau mau diapakan uang yang ada. Keputusan dalam perusahaan itu sangat banyaaaaaakkk. Bahkan dengan melihat catatan keuangan, kita juga dapat menilai kinerja staf, terutama staf yang langsung berhubungan dengan uang. Pesona uang itu sangad BERBAHAYA. Nggak percaya??? Buktinya tuh hampir tiap waktu di acara berita diexpose tentang kasus korupsi. Dan yang terpenting, laporan keuangan sangat bermanfaat untuk mengetahui posisi perusahaan, perusahaan gi dalam keadaan oke atau sebaliknya..

*sekian dulu yach ;)

Kamis, 24 Mei 2012

Kala Pertama Jadi Accounting


Hari pertama kerja bagi para job seeker khususnya fresh graduate mungkin merupakan moment yang sangat ditunggu-tunggu. Pagi-pagi bersiap diri, dandan rapi, sarapan, lalu bergegas menuju kantor (tempat kerja baru/pertama). Sesampainya di tempat kerja agak bingung, menunggu perintah atau bimbingan dari yang berwenang. Pernah ngebayangin di tempat kerjamu nggak ada yang ngasi pengarahan sekalipun kamu masih berstatus karyawan training??? Atau mungkin ada sih yang men-training, tapi karena suatu hal si trainer cuma bisa ngasi arahan bentar selanjutnya kamu ditinggalkan, kamu cuma dikasi banyak file yang kamu belum paham mesti diapain, nggak tau mesti bertanya ke siapa???

Mungkin kamu bakal bertanya, “Emang ada yang kaya’ gitu? Kerja apaan?
Aku jawab, “Ada, kerja jadi accounting, seperti aku

Yeuph, aku sendiri nggak pernah ngebayangin dalam hidupku, apalagi merencanakannya. Waktu awal-awal aku kerja, aku bingung harus gimana. Rasanya aku pengen teriak, “TUHAAAAAAAAAAAN”. Nggak sekedar pengen deng, udah sering aku lakuin, hhehe
Aku pun berusaha keras biar kerjaanku beres. Aku nggak mau dianggap nggak bisa. Aku yakin aku bisa *mulai narsis*

Aku janji pada diriku sendiri akan mbagi pengalaman ini, dan semoga bisa bermanfaat buat yang baca, biar bisa jadi pahala buat aku, aamiin..

Sebelumnya yang perlu kamu tau, IPK nggak ngaruh di dunia kerja. Jadi nggak perlu terlalu pede buat yang punya IPK tinggi. Aku ngomong gini, bukan karena aku iri ama yang IPK-nya nyaris 4 atau mungkin ada yang IP-Knya bulat 4. Asal tau aja, IPK-ku lumayan lah, cumlaude, meski nggak tinggi-tinggi banged, tapi nilaiku murni tanpa SP.

IPK 3, menurutku uda cukup buat modal nyari kerja. Tapi kalo emang bisa dapetin nilai tinggi, WHY NOT??? upayakanlah.. bangga juga kan bisa lulus cepat dengan IPK tinggi, buatlah senyum untuk ortumu.. tapi sekali lagi kau ingetin, nggak perlu ngotot pengen punya IPK setinggi langit, sampai bela2in ikut SP tiap masa liburan semester, nikmatilah masa liburanmu bersama family, hemat uang juga beibh.. :)

Wew..kenapa aku malah mbahas IPK, yak? Yah, tapi tak apalah, nyambung kok, hhehe..

Okey, aku mulai bagi tipsnya:
1.       Kamu mesti memahami jenis usaha tempat kamu kerja
Contohnya aku ya, aku kerja di perusahaan manufaktur. So, aku mesti belajar mengenai alur produksi. Kebetulan tempat aku kerja adalah perusahaan plywood. Awalnya aku bener2 buta soal plywood. Aku pun berinisiatif jalan2 ke pabrik demi dapetin ilmu produksi. Aku saranin buat accounting baru juga mesti nglakuin, nggak usah gengsi membaur ke karyawan produksi. Ini penting banged! Kenapa penting??? KARENA SEORANG ACCOUNTING HARUS BUAT LAPORAN HPP. Bayangkan seorang accounting bikin laporan HPP tanpa tau alur produksi. Gimana coba??? Buat yang jawab, “Tetep bisa”. Hmm, aku yakin seyakin2nya, hasilnya kacau. Mau belajar AKBI sampai jatah umur kamu abis di universitas mana pun, yang namanya bikin HPP untuk perusahaan manufaktur WAJIB tau alur produksi! Percayalah..


2.     Pelajari pembagian job des di perusahaanmu
Job des di tempat kerja terutama yang berkaitan dengan laporan keuangan harus kamu hafalin. Kenapa????? Karena kamu butuh data dari mereka. Contohnya aku, aku butuh data dari para staf admin: Bagian Pengadaan Log (Bahan Baku), Bagian Pengadaan Logistik, Bagian Gudang Logistik, Bagian Produksi Veneer (Barang Setengah Jadi), Bagian Produksi Plywood (Barang Jadi), Kasir, Bagian Exim, Bagian Pembuat Surat Jalan, Bagian Penjualan dan HRD.
Karena tiap jenis usaha punya karakter masing-masing, jadi pembagian job des ini juga akan sangat berbeda. Mungkin dalam otakmu muncul pertanyaan, kenapa banyak banget??? Hhaha, entar kalau kamu uda terjun ke dunia nyata, kamu bakal tau ;)

3.      Mintalah bantuan atau bertanyalah pada atasanmu
Kalau kamu bingung, jangan segan2 tanya pada atasanmu. Kamu menemukan kesulitan mendapat data yang dibutuhkan? Minta bantuan atasanmu. Yang perlu kamu tau, accounting itu berhak dan wajib tau semua data keuangan perusahaan. Kamu berhak meng-akses semua data di perusahaan (itu kata atasanku).

4.       Pelajari dan benar2 pahami akun-akun yang ada di perusahaan
Yah, meski secara umum nggak jauh beda ama kuliah, tapi kadang bahasanya agak berbeda. So, lebih baek, sebelum kamu mulai menjurnal transaksi-transaksi yang ada, kamu pelajari dulu akun-akunnya, baca ada akun apa aja, coz bisa jadi perusahaan punya kebijakan sendiri mengenai pembuatan L/K sesuai tujuan perusahaan.

Yeuph, aku rasa 4 poin di atas sudah cukup buat modal awal kerja buat para accounting baru. Oh iya, yang pertama dan utama adalah harus S.E.M.A.N.G.A.T.
Semoga bermanfaat.. :)