Kamis, 11 September 2014

caraku mencintai suami (3)

Pagi ini rasanya terharu banget waktu tiba-tiba suami mengelus kepala saya, bukan hal yang luar biasa juga soalnya suami memang cukup sering mengelus kepala dan saya pun sangat senang dengan perlakuannya, saya merasa sangat disayang saat dielus. Hal luar biasanya yang membuat saya terharu adalah saat mengelus kepala saya suami berbisik, “Makanan yang semalem buat kamu uda dimakan adek”. Aku tersenyum dan menjawab, “Iya, nggak papa”. Tapi jujur, saat melihat suami ada perasaan perih, sedikit terharu, saya tahu pasti ada perasaan kecewa yang suami rasakan. Sejak semalam suami sudah ‘kehilangan’ 2 jenis makanan yang sebenarnya ingin diberikan kepada saya, sebagai wujud cinta dan perhatiannya pada istri.

Ah..melankolis sekali saya, air mata tak mampu saya bendung melihat kekecewaan di matanya, tapi saya tak mau suami melihat air mata saya menetes. Ini bukan tentang nilai makanannya, tapi soal usaha suami. Usaha suami untuk istrinya, untuk membahagiakan, untuk mewujudkan rasa cintanya. Saya jadi teringat tentang beberapa hal yang sebelumnya saya tak mengerti maksud suami.

Dulu sebelum menikah, (calon) suami saya telepon, dia meminta saya untuk menghafalkan nomer hp nya, setengah memaksa, dia mengajari saya cara cepat untuk menghafalkannya. Alhamdulillah, tak butuh waktu yang lama saya pun bisa menghafalkannya. Waktu itu saya mau melakukannya hanya demi menghormati dan membalas perhatiannya, karena tanpa saya minta dia sudah menghafal nomer saya. Saat hp saya tertinggal atau saat hp suami hilang, manfaat dari menghafal nomer pasangannya baru saya rasakan. Saya jadi mengerti, suami ingin dia lah yang saya hubungi di saat-saat genting dan sangat butuh bantuan. Dia ingin saya menjadikan dia sebagai prioritas dalam segala keadaan, begitu pun sebaliknya.

Ketika suami marah karena saya sering menunda waktu makan, awalnya saya ingin membalasnya dengan kemarahan. Dari dulu, sejak sebelum menikah, saya memang terbiasa makan telat, bahkan saya leih memilih tidur dulu daripada makan. Ah, tapi lagi-lagi saya dibuat menangis tersedu-sedu, suami saya sangat mencintai saya dan tak ingin saya sakit, sama halnya saat dia rela tidur di ruang tv demi mencegah saya tertular flu karena suami sedang mengidap flu berat.

Ah..memang terkadang saya yang kurang peka dengan perhatian dan cara suami mencinta.

Maaf ya mas, saya masih harus banyak belajar untuk menjadi istri yang baik untukmu. Terima kasih untuk segala cintamu, I love you more than I can say :*

Jumat, 29 Agustus 2014

Sejuta Rasa jadi Calon Bunda (1)

Menjadi seorang ibu adalah cita-citaku yang lama sudah aku impikan, bahkan cita-cita ini mendahului cita-citaku menjadi seorang istri. Padahal, tak mungkin kan ya, aku melahirkan sebelum menikah terlebih dahulu. Yah, mungkin ini karena naluri kewanitaanku untuk menjadi seorang ibu terlalu tinggi.

Menjelang menikah, aku mempersiapkan diri untuk hal ini, kebetulan tanggal menikahku itu saat masa subur berdasarkan kalender bulananku. Jadi dengan semangat menggebu aku sudah mengkonsumsi susu khusus untuk persiapan hamil. Waktu itu aku bilang ke (calon) suami, tentang keinginanku untuk segera punya momongan. Gayung pun bersambut, ternyata (calon) suamiku juga pengen segera punya momongan, alhamdulillah kami satu visi.

Ah, tapi ternyata kami harus bersabar, 2 minggu kemudian tamu bulananku datang lagi. Bulan berikutnya ternyata juga. Bulan berikutnya lagi, tamu bulananku datang terlambat, aku sudah sangat berharap, bahkan aku sudah melakukan testpack, hasilnya negatif, dan ini cukup membuatku trauma. Bulan depannya lagi tamuku terlambat lagi, tapi aku enggan untuk melakukan testpack, mau menunggu lebih lama lagi saja, aku sangat takut kecewa. Apalagi melihat kecewanya suami, aku nggak tega.


Benar saja, saat terlambat masuk hari ke-5, paginya aku merasa tamuku sudah datang lagi. Aku sudah pasrah. Aku nggak mau berharap. Aku takut kecewa. Aku pun segera memberitahu suami, tamu bulananku datang lagi, aku memintanya bersabar. Sorenya aku merasa bingung, tamu bulananku kali ini agak berbeda, tak seperti biasanya. Darah yang keluar cuma sedikit, bisa dibilang hanya flek saja. Malamnya, malah sama sekali nggak keluar. Ada apa dengan aku? Mungkinkah aku hamil? Esok harinya, sepulang kerja aku beli testpack. Saat mandi sore aku memberanikan diri untuk testpack, apa pun hasilnya aku siap. Dan..masyaAllah testpack-ku hasilnya positif. Rasanya aku ingin menangis. Aku hamil ya Allah. Seusai mandi, aku segera ke kamar ingin memberitahu suami, tapi aku ingin sedikit memberi dia kejutan. Tanpa berkata-kata aku memperlihatkan hasil testpack-ku ke suami, dia memeriksanya dan spontan bertanya, “Kamu hamil?”. Aku pun tersenyum sambil mengangguk. MasyaAllah, suami langsung memelukku erat, setelah itu dia berlari ke dapur memberitahu ibu mertua. Aku hanya tersenyum saja mendengar kebahagiaan mereka, Alhamdulillah, setelah 3 bulan menikah akhirnya kami diberikan karunia ini.

Kamis, 21 Agustus 2014

caraku mencintai suami (2)

Sudah lama aku nggak nulis di blog ini, setelah menikah aku sadar aku sangat jarang menggunakan sosmed kecuali bbm. Syndrome orang abis nikah kali ya, hhehe.

Kali ini aku sedang berusaha membuang rasa malas, aku ingin menulis, dan aku ingin sekali menulis tentang suamiku, yah..meski ini tulisan mungkin sangat nggak bermutu, tapi sungguh aku ingin sekali menulis. Alhamdulillah, rasa syukur kupanjatkan padaMu ya Robb yang telah menghadirkan seorang suami yang begitu menyayangiku dan selalu bersabar menerima segala kekuranganku. Jaga dia ya Robb, ampuni dosa-dosanya dan perbaiki kekurangan-kekurangnnya serta dekaplah selalu dia dalam hidayahMu, jadikan dia imam yang baik untukku agar kami bisa saling menuntun menuju syurga-Mu. Aamiin

Sungguh, aku tak akan mengkufuri nikmat Allah berupa suami yang begitu romantis dan perhatian kepadaku, dan semoga sampai kapan pun aku tak akan pernah mengkufuri nikmat ini.

Aku nggak berniat memamerkan manisnya suami kepada dunia dan membuat panas bagi yang belum menikah. Sama hal-nya dengan suamiku yang selalu bilang: “aku sangat bersyukur mendapatkan istri seperti kamu.”, aku pun sangat bersyukur mendapat suami sepertinya, jadi aku merasa perlu menuliskan dan menunjukkan pada dunia tentang kebaikan suamiku pada dunia J

Sikap romantis yang pertama dan akan selalu membekas di hatiku adalah ketika (calon) suamiku mengenalkan dirinya pada keluarga saat pertama kali kami bertemu dan dengan beraninya dia langsung meminta pada kedua orang tuaku, menyampaikan tujuannya: ingin mengenalku dan jika aku berkenan ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Ah..sungguh, jujur, mendengarnya aku langsung luluh. Caranya meminta pada orang tuaku, sangat santun dan tak berbelit-belit. Sebelumnya aku pernah berta’aruf dengan seorang pria, tapi caranya berbeda, kurang gentleman aku bilang. Apalagi kalo dibandingkan dengan beberapa lelaki yang juga pernah berniat meminangku, mereka terkesan memaksaku, tak memberi aku pilihan.

Hal romantis kedua yang aku terima dari (calon) suamiku adalah ketika aku diajak ke rumahnya untuk dikenalkan dengan orang tua, adek dan neneknya. Rasanya luar biasa saat dia kembali datang ke rumah, lalu meminta izin pada ayahku: saya mau meminjam putri bapak untuk dikenalkan dengan orang rumah. Mendengar setiap kata yang terucap olehnya, membuatku yakin untuk menerimanya.

Hal romantis ketiga yang (calon) suamiku lakukan sebelum kami menikah adalah dia membawaku ke rumah temannya yang berprofesi sebagai penjahit. Awalnya aku benar-benar tak mengerti dengan jalan pikirannya, untuk apa aku diajak ke penjahit. Ternyata dia ingin mempersiapkan gaun untuk akad nikah kami. What??? Aku hampir tak percaya, dia berpikir sejauh itu, aku tak pernah memintanya, berpikir saja aku tak pernah. Aku tak pernah merencanakan membuat baju untuk pernikahanku.

Sikap-sikap romantis berikutnya tentu saja proses-proses menuju pernikahan kami: saat proses khitbah resmi, mendaftar di KUA dan tentu saja saat prosesi akad. MasyaAllah, begitu banyak hal yang uda suamiku lakukan dan perjuangkan demi lancarnya proses menuju pernikahan kami. Semua urusan administrasi untuk pendaftaran di KUA yang ngurus (calon) suami. Bahkan pasfotoku untuk syarat administrasi saja, (calon) suamiku yang nyetakin, hhehehe..manja sekali ya aku.

Itu hal-hal romantis yang pernah suamiku lakukan sebelum kami menikah. Setelah menikah? Ah, tentu saja lebih banyak, dari hal-hal kecil seperti memanaskan air untuk mandiku, mengecup keningku setiap malam sebelum dia tidur, dan lain sebagainya, bahkan ada hal yang mampu membuatku menitikkan air mata: suamiku rela tidak tidur malam saat aku opname, demi memastikan cairan infusku yang hampir habis,  dan masih banyak hal romantis yang dia lakukan tapi nggak bisa aku ceritakan pada dunia karena bisa jadi dosa, hehhe.

Yah, pada akhirnya, hanya ada satu ayat yang kini terngiang: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Teruntuk suamiku, bapak dari (calon) anakku, I LOVE YOU MORE THAN I CAN SAY

ini suami menuhin janji ngajak ke telaga warna dieng



Jumat, 11 April 2014

caraku mencintai suami : VSP #1


Jangan berlebihan, karena sebuah bandul yang mengayun ke kanan, suatu saat juga pasti akan kembali mengayun ke kiri”
« Ust. Salim A. Fillah »

Belajar dari apa yang dikemukakan oleh ustadz Salim A. Fillah, untuk menahan diri tidak berlebihan dalam mengekspresikan perasaan, terutama untuk yang sedang aku rasakan saat ini yakni rasa bahagia karena telah menemukan seseorang untuk menggenapi dien, maka aku pun berusaha untuk bahagia sewajarnya, menyadari bahagiaku ini bisa jadi merupakan ketidakbahagiaan orang selainku.

Itu sebabnya, foto-foto yang pernah aku “pamerkan” di fb pun aku cukupkan. Aku memilih fb sebagai media upload foto-foto pernikahan karena di fb lah teman-teman lebih banyak bersosialisasi. Dan sekarang aku merasa sudah cukup waktu untuk memberikan kabar kepada orang-orang, bahwa aku telah menikah, karena Rasulullah mengajarkan untuk mengumumkan hal pernikahan agar tidak terjadi fitnah.

Akan tetapi, maaf untuk yang mungkin membuka blog pribadi aku ini dan akun instagram-ku. Tidak ada maksud pamer, aku hanya ingin menyimpan sesuatu yang aku buat untuk suamiku di media ini. Untuk foto-foto yang aku buat di saat aku kerja (jika ada waktu luang) dan aku kirimkan ke suami di rumah via message WhatsApp, sengaja aku share juga di instagram. Dan karena masalah teknis, untuk Video Slide Photo aku upload di blog ini.


Video Slide Photo #1 : Salah Satu Caraku Mencintai Suami #3



Jumat, 28 Februari 2014

Separuh Dien-ku


Alhamdulillah..Allahu Akbar
Rasanya sungguh tak ada kata yang lebih berhak untuk kuucap selain hamdalah
Sungguh nikmat yang begitu luar biasa aku rasakan telah Allah limpahkan kepadaku dan untuk keluargaku

karena suatu hal dan beberapa hal, tak banyak yang ingin aku tuliskan di sini
sekiranya cukuplah foto kami berdua yang telah dipersatukan dalam janji suci ini menggambarkan apa yang kami rasakan saat ini

alhamdulillah wa jazakumullah khoiron katsiron untuk semua yang telah membantu dan berkenan hadir di acara kami, terimakasih juga kepada semua yang telah mengirimkan doa untuk kami.. :)

Minggu, 19 Januari 2014

Cerita Parenting

Di kelasnya ada 50 orang murid, setiap kenaikan kelas, anak perempuanku selalu mendapat ranking ke-23. Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua, kami merasa panggilan ini kurang enak didengar, namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan panggilan ini.

Pada sebuah acara keluarga besar, kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang adalah tentang jagoan mereka masing-masing. Anak- anak ditanya apa cita-cita mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek bahkan presiden. Semua orang pun bertepuk tangan. Anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya. Didesak orang banyak, akhirnya dia menjawab:..... "Saat aku dewasa, cita-citaku yang pertama adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main". Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua. Dia pun menjawab: “Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak- anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang”. Semua sanak keluarga saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali.

Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya menjadi seorang guru TK? Anak kami sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak lagi banyak bermain. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai akhirnya tubuh kecilnya tidak bisa bertahan lagi terserang flu berat dan radang paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23.

Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak memahami akan nilai sekolahnya.
Pada suatu minggu, teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan kebolehannya. Anak kami tidak punya keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira. Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik. Ketika makan, ada satu kejadian tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami, satunya si jenius matematika, satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua membujuk mereka, namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai. Ketika pulang, jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing- masing. Mereka terlihat begitu gembira.

Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau rangking sekolah anakku tetap 23. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI & APA ALASANNYA. Semua teman sekelasnya menuliskan nama : ANAKKU!

Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang, selalu memberi semangat, selalu menghibur, selalu enak diajak berteman, dan banyak lagi. Si wali kelas memberi pujian: “Anak ibu ini kalau bertingkah laku terhadap orang, benar- benar nomor satu”. Saya bercanda pada anakku, “Suatu saat kamu akan jadi pahlawan”. Anakku yang sedang merajut selendang leher tiba-tiba menjawab “Bu guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.
IBU, …..AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN,…. AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK TANGAN DI TEPI JALAN.


Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku. Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan. Namun anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak terlihat. Seperti akar sebuah tanaman, tidak terlihat, tapi ialah yang mengokohkan. Jika ia bisa sehat, jika ia bisa hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hatinya, MENGAPA ANAK2 KITA TIDAK BOLEH MENJADI SEORANG BIASA YANG BERHATI BAIK & JUJUR…

--------------------
Cerita ini saya dapat dari hasil sharing teman di group whatsapp.

Jumat, 17 Januari 2014

mengkaji ODOJ (lagi)

Patut disyukuri, itu yang kami komentari dari fenomena ODOJ ini. Perkembangannya begitu cepat bahkan sampai ke mancanegara hanya dalam hitungan beberapa bulan. ODOJ merupakan  program, lebih tepatnya metodologi, agar orang bisa dan terbiasa, mengkhatamkan Al Quran sebulan sekali. Dengan izin Allah Ta’ala, para odojers ini dipertemukan dalam tujuan yang sama ingin mengkhatamkan Al Quran secara konsisten. Mereka mendapatkan bi’ah (lingkungan) yang baik walau tidak saling jumpa, mereka bisa saling mengingatkan, nasihat, menjaga semangat, dan tidak ada kepentingan apa pun kecuali Al Quran. Banyak kisah-kisah inspiratif dari para odojers, mereka begitu menikmatinya.
    
Upaya mengkhatamkan Al Quran sebulan sekali, merupakan salah satu jenis usaha  menjalankan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:

اقْرَإِ القُرْآنَ فِي شَهْرٍ
    
Bacalah (khatamkanlah) Al Quran dalam satu bulan. (HR. Al Bukhari No. 5054, dari Abdullah bin Amr)
    
Maka, menjalankan sunah qauliyah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini, di tengah manusia banyak yang melupakan Al Quran, lupa dengan sunah, dan lupa dengan agamanya secara umum,  merupakan usaha yang sangat luar biasa, dan tidak mudah. Ini mesti didukung dan dikuatkan, bukan justru dicemooh   dengan dasar asumsi semata, dengan menganggapnya riya, terpaksa, dan memberatkan. Kalau pun ada yang tergelincir dalam riya, atau dia terpaksa, maka hal tersebut kembali ke pribadinya masing-masing dan hubungannya dengan Allah Ta’ala. Ketergelinciran personal ini bukan hanya terjadi pada aktifitas membaca Al Quran, tetapi bisa terjadi pada haji, shalat, shaum, memberikan muhadharah, menulis, dan sebagainya. Semua ini bisa saja ada orang yang riya dan terpaksa. Tetapi bukan berarti semua amal ini menjadi jelek, dicemooh, dan dianulir, hanya karena ada person-person yang dijangkiti riya atau terpaksa. 
    
Yang jelas, kami ingin mengapresiasi ODOJ ini dengan sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
           
“Barangsiapa dalam Islam membuat kebiasan baik, maka tercatat baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahaala mereka yang mengikutinya. Barangsiapa dalam Islam membuat kebiasaan buruk, maka tercatat baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim, No. 1017, At tirmidzi No. 2675, An Nasa’i No. 2554, Ibnu Majah No. 203, Ahmad No. 19156)

Menampakkan Amal Shalih? Silahkan!
    
Amat disayangkan adanya seorang penulis yang begitu bersemangat mengkritik ODOJ dengan alasan “menampakkan amal.” Dengan mengutip hadits tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan Allah Ta’ala, di antaranya seorang yang bersedekah dengan tangan kanan tetapi tangan kirinya tidak tahu. Maksudnya orang yang bersedekah sembunyi-sembunyi, yang dengannya lebih mudah untuk ikhlas.
    
Tidak hanya itu,  penulis tersebut juga memaparkan kebiasaan sebagian salaf yang lebih suka menyembunyikan amal shalih mereka, dan mereka malu jika menampakkan kepada orang lain. Ada ulama yang ketika membaca mushaf, langsung ditutupnya ketika ada orang yang melihatnya karena dia tidak mau orang tahu bahwa dia sedang membaca Al Quran, dan seterusnya. Padahal semua dalil yang dipaparkannya tak satu pun menunjukkan larangan menampakkan amal shalih,  melainkan menganjurkan pilihan yang lebih aman dan keutamaan menyembunyikan amal shalih.
    
Kita mengetahui bahwa dalam ODOJ, masing-masing anggota melaporkan hasil bacaannya kepada penanggung jawab bahwa dia sudah menyelesaikan bacaannya, atau dia sedang sakit, atau muslimah yang haid, yang dengan itu tidak bisa menyelesaikan, dan seterusnya.    Barangkali inilah yang menjadi sebab bahwa cara ODOJ ini seakan tidak syar’i, tidak sesuai sunnah.
    
Tidak ada dalilnya, baik Al Quran dan As Sunnah, menganggap menampakkan amal itu suatu yang buruk, tercela, dan terlarang,  justru kadang  menampakkan lebih baik dalam rangka menstimulus orang lain. Dengan itu dia bisa menjadi inisiator sunah hasanah yang diikuti banyak orang. Apalagi dalam keadaan terasingnya sebuah sunah di masyarakat, atau terasingnya kebiasaan baik, maka kembali menghidupkan dan mensyiarkannya secara terang-terangan adalah suatu yang mulia dan memliki keutamaan, sebab dia menghidupkan ajaran Islam yang tengah redup. Ada pun keadaan hati si pelakunya, apakah dia riya, ikhlas, sum’ah, de el el,  serahkan kepada Allah Ta’ala, dan seorang muslim hendaknya berbaik sangka kepada saudaranya, bukan justru melemahkan dengan menyebutnya sebagai amal yang sebaiknya disembunyikan!

Allah Ta’ala Memuji Amal yang terangan dan tersembunyi
    
Kita akan dapatkan dalam pelita hidup setiap muslim, wahyu yang tidak ada keraguan di dalamnya, yang semua isinya adalah haq, yaitu Al Quran Al Karim, tentang anjuran beramal baik secara terang-terangan atau tersembunyi. Kedua cara ini memiliki ketumaan masing-masing. Tidaklah yang satu mendestruksi yang lain. Ini hanyalah masalah pilihan, yang keduanya sama-sama bagus. 
    
Kami akan sampaikan beberapa ayat tentang pujian Allah Ta’ala dan perintahNya kepada manusia untuk berinfak secara tersembunyi atau terang-terangan. 

Perhatikan ayat-ayat berikut ini:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al Baqarah 274)

Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah menerangkan:

هذا مدح منه تعالى للمنفقين  في سبيله، وابتغاء مرضاته في جميع الأوقات من ليل أو نهار، والأحوال من سر وجهار، حتى إن النفقة على الأهل تدخل في ذلك أيضا

Ini adalah sanjungan dari Allah Ta’ala bagi para pelaku infak dijalanNya, dan orang yang mencari ridhaNya disemua waktu, baik malam dan siang, dan berbagai keadaan baik tersembunyi atau terang-terangan, sampai – sampai nafkah kepada keluarga juga termasuk dalam kategori ini. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/707. Cet. 2. 1999M/1420H. Daruth Thayyibah.)
    
Ayat lainnya:

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (QS. Ar Ra’du: 22)

Ayat lainnya:

قُلْ لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خِلَالٌ

Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (QS. Ibrahim: 31)
     
Lihat ayat ini, Allah Ta’ala memerintahkan berinfak baik secara sembunyi atau terang-terangan,  Allah Ta’ala tidak memerintahkan yang sembunyi saja, tapi juga memerintahkan yang terang-terangan. Tidak mencelanya, justru memerintahkannya. 
    
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:

وأمر تعالى بالإنفاق مما رزق في السر، أي: في الخفية، والعلانية وهي: الجهر، وليبادروا إلى ذلك لخلاص أنفسهم
    
Allah Ta’ala memerintahkan untuk berinfak secara as sir, yaitu tersembunyi, dan al ‘alaaniyah yaitu ditampakkan, dan hendaknya mereka bersegara melakukan itu untuk mensucikan diri mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/510. Cet. 2. 1999M/1420H. Daruth Thayyibah)
    
Terang-terangan atau tersembunyi, keduanya bisa dilakukan pada amal yang wajib atau sunah. Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di Rahimahullah:

{سِرًّا وَعَلانِيَةً} وهذا يشمل النفقة الواجبة كالزكاة ونفقة من تجب عليه نفقته، والمستحبة كالصدقات ونحوها.
    
(Tersembunyi dan terangan-terangan) hal ini mencakup infak yang wajib seperti zakat, dan nafkah kepada orang yang wajib baginya untuk dinafkahi, dan juga yang sunah seperti berbagai sedekah dan semisalnya. (Taisir Al Karim Ar Rahman fi Tafsir  Kalam Al Manan, Hal. 426. Cet. 1. 2000M/1420H. Muasasah Ar Risalah)  
    
Maka, berinfak –atau amal shalih apa saja- yang dilakukan secara tersembunyi dan menampakkannya, telah dimuliakan, dipuji, dan dianjurkan oleh Allah Ta’ala. Janganlah hawa nafsu manusia justru menganggap tercela yang satu dibanding yang lainnya. Jika tersembunyi, maka itu mulia karena hati Anda lebih selamat dari ‘ujub, riya’, jika terkait sedekah maka orang yang menerima sedekah tidak merasa malu menerimanya. Jika terang-terangan, maka itu juga mulia, karena Anda bisa menjadi pionir kebaikan, menjadi contoh buat yang lain, sehingga selain Anda mendapatkan pahala sendiri, Anda juga mendapatkan pahala mereka lantaran mereka mengikuti kebaikan Anda. 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun memuji orang yang menampakkan amalnya
    
Alangkah baiknya jika ini juga diketahui oleh penulis tersebut. Jangan hanya menampilkan satu gambaran tentang para ulama yang sembunyi-sembunyi membaca Al Quran, tapi lupa menampilkan yang lainnya. Para sahabat nabi pun menampakkan amalnya, dan nabi tidak mencelanya justru memujinya. Telah masyhur

Para salaf jika berkumpul, mereka memperdengarkan salah seorang mereka untuk membaca Al Quran. Mereka tidak mengatakan, “Pelan-pelan aja suaranya, banyak  orang nih, nanti kamu riya.” Ada pun para ODOJers, mereka membacanya masing-masing di rumah, tidak berjamaah, kadang dikantor, kadang di kendaraan, itu pun tanpa mengeraskan suara, sehingga tidak ada yang terganggu dengan suara mereka. 
    
Imam An Nawawi Rahimahullah memaparkan:

اعلم أن جماعات من السلف كانوا يطلبون من أصحاب القراءة بالأصوات الحسنة أن يقرؤوا وهم يستمعون وهذا متفق على استحبابه وهو عادة الأخيار والمتعبدين وعباد الله الصالحين وهى سنة ثابتة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم  …..
    
Ketahuilah, banyak perkumpulan para salaf dahulu mereka meminta orang yang ahli baca Al Quran untuk membaca dengan suara yang bagus, mereka membacanya dan yang lain mendengarkannya. Ini disepakati sebagai hal yang disukai, dan merupakan kebiasaan orang-orang pilihan dan ahli ibadah, hamba-hamba Allah yang shalih. Dan, itu merupakan sunah yang pasti dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam…. (lalu Imam An Nawawi menyebutkan kisah Abdullah bin Mas’ud yang membaca  Al Quran di hadapan nabi dan para sahabat lainnya, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Muslim).  (At Tibyan fi Aadab Hamalatil Quran, Hal. 113)  
    
Lihat ini, justru para salaf meminta untuk menampakkannya, mereka ingin menikmatinya. Begitu pula Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap bacaannya Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, padahal wahyu turun kepadanya sendiri, tapi beliau ingin mendengarkannya dari orang lain.
    
Lalu Imam An Nawawi melanjutkan:

أنه كان يقول لأبي موسى الأشعري ذكرنا ربنا فيقرأ عنده القرآن. والآثار في هذا كثيرة معروفة
    
Bahwa Nabi berkata kepada Abu Musa Al Asy’ari: “Ingatkanlah kami kepada Rabb kami.” Maka Abu Musa membacakan Al Quran dihadapannya. Dan, Atsar-atsar seperti ini banyak dan telah dikenal. (Ibid, Hal. 114)
    
Nah, tak satu pun ada peringatan sesama mereka saat mereka meminta sahabatnya membaca Al Quran, “hati-hati riya ya …”, atau “jangan tampakkan suaramu kepada kami ..”.

Melaporkan dan menceritakan amal shalih, adalah riya?
    
Dalam komunitas ODOJ, ada penanggungjawab yang menerima laporan harian anggotanya, sudah sampai mana bacaannya, apakah sudah selesai satu juz atau belum. Hal ini tidak mengapa, sebagaimana seorang guru yang menanyakan hasil kerjaan, tugas hapalan, siswanya dan si guru memberikan batas waktu. Ini adalah tuntutan profesionalitas dalam beramal. Ini pun dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya. 
    
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bercerita tentang amal shalihnya:

وإني لأستغفر الله، في اليوم مائة مرة
    
Aku benar-benar beristighfar kepada Allah dalam sehari 100 kali. (HR. Muslim, 2702/41)
    
Riwayat lainnya:

يا أيها الناس توبوا إلى الله، فإني أتوب، في اليوم إليه مائة، مرة    
    
Wahai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya dalam sehari aku bertaubat kepadaNya seratus kali. (HR. Muslim, 2702/42)
    
Para sahabat pun juga. Perhatikan dialog berikut ini:

عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من أصبح منكم اليوم صائما؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن تبع منكم اليوم جنازة؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن أطعم منكم اليوم مسكينا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن عاد منكم اليوم مريضا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما اجتمعن في امرئ، إلا دخل الجنة»

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Siapakah diantara kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi: “Siapakah diantara kalian yang hari ini mengantar janazah?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi: “Siapakah diantara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bertanya lagi: “Siapakah diantara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab: “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda : “Tidaklah semua amal di atas terkumpul dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.” (HR. Muslim 1028)
    
Inilah Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu, dia tidak perlu malu untuk melaporkan apa yang sudah dia lakukan hari itu. Maka, tidak masalah seseorang menceritakan amalnya, yang  penting  tidak bermaksud memamerkannya, dan membanggakannya, tetapi agar orang lain mendapatkan ‘ibrah darinya. Pendengar pun tidak dibebani untuk membedah hati orang yang melaporkannya. Itu tidak perlu, tidak penting, dan tidak masyru’. Justru, yang masyru’ adalah kita mesti husnuzhzhan kepadanya.
    
Para ulama mengatakan:

إحسان الظن بالله عز وجل وبالمسلمين واجب 
    
Berprasangka yang baik kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kaum muslimin adalah wajib. (Imam Badruddin Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 29/325)
    
Kisah lainnya:

 عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: أَرْسَلَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُنْطَلِقٌ إِلَى بَنِي الْمُصْطَلِقِ، فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي عَلَى بَعِيرِهِ ، فَكَلَّمْتُهُ، فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، ثُمَّ كَلَّمْتُهُ، فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَنَا أَسْمَعُهُ يَقْرَأُ، وَيُومِئُ بِرَأْسِهِ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ: " مَا فَعَلْتَ فِي الَّذِي أَرْسَلْتُكَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي إِلَّا أَنِّي كُنْتُ أُصَلِّي.

Dari Jabir bin Abdullah katanya: “Saya diperintahkan nabi untuk datang, saat itu beliau hendak pergi ke Bani Musthaliq. Ketika saya datang beliau sedang shalat di atas kendaraannya. Saya pun berbicara kepadanya dan beliau memberi isyarat dengan tangannya seperti ini. Saya berbicara lagi dan beliau memberi isyarat dengan tangannya, sedangkan bacaan shalat beliau terdengar oleh saya sambil beliau menganggukkan kepala. Setelah beliau selesai shalat beliau bertanya: “Bagaimana tugasmu yang padanya kamu saya utus? Sebenarnya tak ada halangan bagi saya membalas ucapanmu itu, hanya saja saya sedang shalat.” (HR. Muslim No. 540, Ahmad No. 14345, Abu Daud No. 926, Abu ‘Awanah, 2/140, Ibnu Khuzaimah No. 889, Ibnu Hibban No. 2518, 2519) 
    
Dalam kisah ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta laporan kerja dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu tanpa harus khawatir riya-nya Jabir jika dia melaporkannya. 
    
Banyak sekali kitab yang menceritakan para ulama yang  berkisah tentang ibadahnya, shaumnya, shalatnya, jihadnya, bahkan mimpinya. Tentu kita berbaik sangka, jangan menuduh mereka telah riya dalam penceritaannya.

Menggembos amal shalih dengan menuduh riya adalah Akhlak Kaum Munafiq

    
Inilah yang terjadi, gara-gara seseorang menuduh saudaranya riya, atau menakut-nakuti dari menampakkan amal shalih, akhirnya perlahan-lahan ada yang membatalkan amal shalihnya karena takut disebut riya, takut tidak ikhlas. 
    
Inilah yang dilakukan orang munafiq pada zaman nabi, mereka menuduh para sahabat riya, padahal mereka (kaum munafiq) sendiri yang riya.
    
Dari Abu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia bercerita:

“Sesudah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kami untuk bersedekah, maka Abu Uqail bersedekah dengan satu sha’, dan datang seseorang dengan membawa lebih banyak dari itu, lalu orang-orang munafik berkata: 

“Allah ‘Azza wa Jalla tidak membutuhkan sedekah orang ini, orang ini tidak melakukannya kecuali dengan riya. Lalu turunlah ayat: 

  الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ 

“Orang-orang munafik itu yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekadar kesanggupannya.” (QS. At Taubah : 79). (HR. Al Bukhari No. 4668)

Justru Allah Ta’ala menceritakan bahwa kaum munafikinlah yang riya.

Perhatikan ayat ini:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6)

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. (QS. Al Ma’un: 4-6)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa ayat ini menceritakan tentang sifat-sifat orang munafiq; lalai dari shalatnya, sekali pun shalat dia riya.  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  mengulang sampai tiga kali ucapan: tilka shalatul munaafiq (itulah shalatnya kaum munafik). Sebagaimana disebutkan dalam Shahihain. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/493)

Maka ... wahai Saudaraku ...

Janganlah kamu melemahkan dan menggembosi amal saudaramu ..., biarkanlah mereka beramal, membaca Al Quran satu juz sehari sesuai target dan program mereka. Karena Nabi kita tidak pernah memerintah kita membedah hati manusia, serahkanlah hati manusia kepada Allah Ta’ala.
    
Adakah kamu ketahui bahwa saudara-saudaramu itu menuntaskan satu juz Al Quran sehari untuk pujian manusia? Mencari popularitas dan kedudukan? 
    
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkata kepada Khalid bin Walid Radhiallahu ‘Anhu:

إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ
    
Aku tidak diperintah menyelidiki hati manusia dan tidak pula membedah perut mereka. (HR. Al Bukhari No. 4351, Muslim, 1064/144)
    
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah berkata kepada Usamah bin Zaid Radhiallahu ‘Anhu:

أفلا شققت عن قلبه حتى تعلم أقالها أم لا؟
    
“Apakah engkau sudah membedah dadanya sehingga engkau tahu apakah hatinya berucap demikian atau tidak?” (HR. Muslim, 96/158) 
    
Sederhananya, jangan mudah menyalah-nyalahkan amal shalih saudaramu, yang bisa jadi amal shalih tersebut belum tentu kamu bisa lakukan.
    
Karena Allah Ta’ala berfirman:

مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِن سَبِيلٍ

Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. (QS. At Tawbah: 91)

Wahai Saudaraku ……… Arahkan penamu ke pelaku maksiat yang terang-terangan, bukan kepada saudaramu yang sedang berlomba amal shalih secara terang-terangan.
    
Alangkah baiknya, penamu itu kamu arahkan untuk mereka yang terang-terangan  beramal buruk, menyimpang, dan maksiat lainnya. Itu semua ada dihadapanmu. Kenapa begitu gagah dihadapan para pelaku kebaikan, tapi layu dihadapan para pelaku kemaksiatan? Allahul Musta’an!

Untuk Para ODOJers ……….
    
Alangkah indahnya nasihat Al Imam Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah:

“Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya` sedangkan beramal karena manusia adalah kesyirikan, adapun yang namanya ikhlash adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.” (Ucapan ini tersebar dalam banyak kitab, seperti Minhajul Qashidin-nya Imam Ibnu Qudamah, Tazkiyatun Nufuus-nya Imam Ibnu Rajab, dll)

Janganlah kalian batalkan amal shalih itu karena komentar miring manusia, dan jangan pula kalian lakukan  karena mengharapkan ridha manusia, tetaplah beramal, dan  jangan pernah pikirkan semua komentar yang membuat hati kalian guncang. Urusan kalian adalah kepada Allah Ta’ala bukan dengan mereka. Sibukkanlah hati kalian denganNya, biarlah mereka sibuk  menyelediki  hati kalian, sehingga mereka lupa dengan hatinya sendiri. Sebab di akhirat nanti kullu nafsimbima kasabat rahiinah (setiap jiwa bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing).  Memintalah kepada Allah Ta’ala agar tetap dijaga dan selamatkan dari riya dan kesyirikan dalam beramal.
    
Wallahu A’lam Walillahil ‘Izzah walir Rasulih wal Mu’minin

Farid Numan Hasan

-------------------------------

Tulisan ini saya ambil dari ustadzaris.com sebagai penyeimbang tulisan pertama (kemaren) yang saya publikasikan.

Sengaja untuk setiap tulisan dari orang yang saya publikasikan di blog saya ini tidak saya beri kesimpulan, saya hanya memberi sedikit kesan atau alasan mengapa saya perlu mengambil tulisan orang, supaya pembaca memilah sendiri, mempertimbangkan dengan ilmu yang dimiliki dan bisa mengambil hikmah dari tulisan tersebut.

Rabu, 15 Januari 2014

mengkaji ODOJ (One Day One Juz)

Rekan-rekan yang saya cintai, di beranda saya berulang kali lalu lalang tentang ODOJ. Kemudian karena ada beberapa orang yang bertanya kepada saya tentang ODOJ, saya pun putar sana sini untuk mencari tahu info lengkap seputar itu. Setelah saya mendapatkannya, ternyata ada beberapa hal yang perlu dibicarakan dan ditinjau ulang.

Landasan dari kegiatan ini sangatlah bagus, untuk membiasakan; melatih; memotivasi kaum muslimin agar lebih bersemangat dalam membaca Al-Qur'an setiap harinya. Mudah-mudahan Allaah memberi balasan berupa kebaikan terhadap para penggagas dan pelakunya. Akan tetapi, berhubung membaca Al-Qur'an adalah salah satu ibadah 'amaliyyah, dan syarat ibadah bisa diterima adalah: ikhlas dan ittiba' (mengikuti petunjuk Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam), maka hendaknya pelaksanaannya juga tidak boleh keluar dari kisi-kisi koridor syariat. 

Berhubung saya mencintai kalian dan menginginkan kebaikan itu ada dalam diri kalian, sebagaimana saya pun ingin kebaikan itu ada dalam diri saya sendiri…maka marilah duduk sejenak dan luangkan waktu Anda untuk membaca beberapa paparan dari saya. 

APA ITU IBADAH ?

Definisi yang kompleks dan representatif mengenai apa sajakah cakupan yang termasuk ibadah, ada dalam definisi milik Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu

" الْعِبَادَةُ " هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ : مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
"Suatu kata yang mencakup segala hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik itu perkataan maupun perbuatan, berupa perkara batin (abstrak/tidak nampak) maupun zhahir (konkret/nampak)." (Majmu' Fatawa Ibn Taimiyyah, Juz 2, Hal 361, melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)

Sifat dari ibadah adalah tauqiifiyyah [berpijak pada dalil], dan hukum asal ibadah adalah haram hingga ada dalil yang memerintahkannya. Pelaksanaan suatu ibadah bisa berkaitan dengan waktu tertentu atau tidak, bisa juga berkaitan dengan tempat tertentu, bisa juga tidak… tata laksananya pun memang berlandaskan dalil.

- Apakah berhubung kita belum punya tabungan cukup atau ada halangan untuk thawaf di Bait Al-'Atiiq (Ka'bah), lalu kita boleh putar-putar Monas atau Senayan saja selama 7 kali sebagai pengganti thawaf, habis itu bolak-balik di situ-situ juga sebanyak 7 kali sebagai pengganti sa'i? Tidak, karena tata cara thawaf-sa'i, begitu juga tempatnya telah ditentukan.
- Berhubung bacaan shalat shubuh disaksikan malaikat, bolehkah kita melaksanakan shalat shubuh saja seharian penuh, plus ditambah juga raka'atnya jadi banyak sekali sesuka hati kita? Tidak, karena raka'at; tata cara; waktu pelaksanaan shalat shubuh sudah ditentukan.
- Bolehkah "Yasinan" [membaca Yasin khusus setiap hari Jum'at]? Membaca surat Yasin itu sendiri baik sekali, bahkan tiap membaca satu hurufnya akan diganjar satu pahala. Akan tetapi, mengkhususkannya dibaca setiap hari Jum'at saja karena meyakini akan keutamaannya untuk dibaca di hari Jum'at, maka yang seperti tidak ada landasan dalilnya dan justru menyelisihi syariat. Yang benar, bacaan surat Al-Qur'an yang dikhususkan dan disunnahkan untuk dibaca ketika hari Jum'at justru surat Al-Kahfi…bukan Yasin.

Artinya, perkara ibadah tidak bisa "semau gue", mau begini okeh..mau begitu juga boleh. Akan tetapi, pelaksanaannya memang harus sesuai dengan dalil.

ISTIHSAAN dan KEADAAN AMALAN SESEORANG JIKA AMALANNYA TIDAK SESUAI SYARIAT

Istihsaan: memandang baik suatu perkara atau perbuatan. 
Berhubung ibadah adalah perkara tauqiifiyyah [berpijak pada dalil], maka ibadah bukan berlandasan anggapan bahwa ini baik…itu baik, menurut akal manusia belaka. Akal manusia tentulah terbatas. Terlebih memang akal manusia memiliki sisi cela, tidak sempurna, tidak mampu menguak segala hikmah yang Allah berikan. Bisa jadi penilaiannya baiknya tentang sesuatu itu keliru. Maka, di sinilah urgensi beribadah sesuai dalil. 

Seluruh perkara ibadah memang harus dilandasi dengan niat ikhlas untuk mengharap ridha-Nya. Akan tetapi, niat baik saja belum cukup ya Pak-Bu-Mba-Mas-Dik…tata laksana ibadahnya juga harus sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Terlebih, Rasuulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti dalam sabdanya,

(( مَنْ عَمِلَ عَمَلاٍ لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ))
"Barang siapa melakukan amalan ibadah yang bukan termasuk perintah kami, maka amalan itu tertolak." (HR.Muslim) 

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullaah menjelaskan dalam kitabnya,

فإن للعمل (2) المتقبل شرطين، أحدهما: أن يكون خالصًا لله وحده والآخر: أن يكون صوابًا موافقا للشريعة. فمتى كان خالصًا ولم يكن صوابًا لم يتقبل؛ ولهذا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد"

"Sesungguhnya amalan yang diterima haruslah memenuhi dua syarat, yaitu
1. Hendaknya ikhlas untuk Allah semata.
2. Amal tersebut benar [selaras dengan syariat]. Maka, ketika suatu amalan didasari keikhlasan, namun tidak benar, amal tersebut tidak diterima. Oleh karena itu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beramal ibadah yang bukan termasuk perintah kami, maka amalan itu tertolak.” " (Tafsir Ibn Katsir, Juz 1, Hal 385 melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)

Sayang kan ya, jika seseorang sudah letih beramal susah payah…eeeh malah amalannya sia-sia dan tertolak karena tidak sesuai dengan syariat. 

TINJAUAN ULANG MENGENAI SISTEM ODOJ

Ada beberapa point yang hendaknya kita tinjau ulang sehubungan dengan pelaksanaan ODOJ, baik di tingkat pusat maupun di grup [karena bisa jadi setiap grup memiliki aturan yang berbeda dengan grup lainnya…walaupun memang ada aturan terpusat dari pihak "pusat"] yakni:

*¨¨* 1.Mengejar Target Bacaan

Membaca Al-Qur'an memang salah satu ibadah yang mulia. Bagaimana tidak, lha membaca satu huruf saja sudah diberi pahala ya? Akan tetapi, membaca saja tidak cukup saudara-saudari…Ada hal lain yang berhubungan dengan adab membaca Al-Qur'an yang perlu juga diperhatikan. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim/muslimah memberi perhatian juga terhadap penerapan hukum tajwid ketika membaca Al-Qur'an; mengetahui makna ayat, dan ini bisa dibaca melalui terjemahan Al-Qur'an; membaca tafsirnya; merenungkan ayat-ayatnya; mengambil 'ibrah/pelajaran darinya; mengamalkan dan kalau bisa malah menghafalnya. Idealnya, dalam sehari seorang muslim/muslimah hendaknya melakukan ini semuanya. Bagaimana caranya?

Dia membagi waktunya untuk membaca Al-Qur'an; membaca terjemahnya; menghafal; merenungkan maknanya. Bacalah saja apa yang mudah baginya, tanpa memberatkan dirinya [takalluf]…mau seperempat juz boleh…setengah juz monggo, satu juz silahkan, dua juz tafadhdhal [tafadhdhali] saja. Selama itu mudah baginya, lakukan saja SEMAKSIMAL MUNGKIN semampu dia, dengan disertai tajwidnya ya? Setelah itu, jangan ketinggalan juga untuk membaca terjemahnya; sembari mengkaji tafsirnya jika mungkin; menghafalnya juga dan mengamalkannya.

Dengan demikian, bukan hanya kuantitas banyaknya bacaan Al-Qur'an saja yang kita targetkan, namun juga kualitas bacaan harus kita pertimbangkan. 

Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, 

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ

"Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an" (Qs. Al-Muzammil: 20)

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا (82)
“ Apakah mereka tidak memikirkan Al-Qur`an? Sekiranya Al-Qur`an datangnya dari selain Allah, niscaya mereka akan mendapatkan perselisihan yang sangat banyak. “ (An-Nisaa` : 82 )

Ibnu Jarir Ath-Thabari di dalam kitab tafsirnya membawakan suatu riwayat tentang bagaimana metode sahabat dalam belajar Al-Qur'an hingga mengamalkannya,

عن أبي عبد الرحمن، قال: حدثنا الذين كانوا يُقرِئوننا: أنهم كانوا يستقرِئون من النبي صلى الله عليه وسلم، فكانوا إذا تعلَّموا عَشْر آيات لم يخلِّفوها حتى يعملوا بما فيها من العمل، فتعلَّمنا القرآن والعمل جميعًا

"Dari Abu 'Abdurrahman [As-Sulami –pen], dia berkata,' Telah berkata kepada kami orang-orang yang membacakan/mengajarkan Al-Qur`an kepada kami, bahwa ketika mereka meminta kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk mengajarkan Al-Qur'an kepada mereka, lalu apabila mereka telah mempelajari 10 ayat (Al-Qur`an) dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak menambahnya sehingga mereka mengetahui ilmu dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya. Mereka berkata: “Maka kami mempelajari Al-Qur`an, ilmu dan amal semuanya'" (Tafsir Ath-Thabari Juz 1, Hal 80, melalui Al-Maktabah Asy-Syaamilah)

Saya ambil contoh tentang pentingnya membaca dengan tajwid dan tartil ya? Hukum mempelajari tajwid adalah fardhu kifaayah. Akan tetapi, hukum membaca Al-Qur'an dengan tajwid bagi tiap individu adalah fardhu 'ain (Disarikan dari Buku "Panduan Praktis Tajwid dan Bid'ah-Bid'ah Seputar Al-Qur'an", buah pena Ustadz Abu Hazim, salah seorang murid Syaikh Muqbil yang pernah belajar di Daarul Hadiits, Dammaaj-Yaman)

Membaca dengan tajwid akan menjauhkan pembaca Al-Qur'an dari lahn/kesalahan yang bersifat khafi (kecil) dan jali (besar). Seseorang yang tidak mengetahui hukum tajwid, sangatlah mungkin melakukan kekeliruan bahkan hingga tingkat merubah arti. Fatalnya, jika kata yang berubah artinya menjadi bertolak belakang dengan yang terdapat dalam ayat tersebut. 

Contoh:
وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (27)

Di dalam firman Allah Qs. Al-Qiyaamah ayat 27, antara kata man dan raaq itu ada saktah/memutus kalimat untuk memberi jeda barang satu alif atau dua harakat, tanpa mengambil nafas. Jika pembaca Al-Qur'an belum belajar kaidah ilmu tajwid, sangat mungkin dia membaca biasa saja, yang mengharuskan huruf nun lebur ke huruf ra' (dibaca idgham bi laa ghunnah). Apa hasilnya? Arti katanya kan jadi "marraaq" ==> Orang yang kerjaannya bikin kaldu.

Cara membaca Al-Qur'an ada 3 atau empat macam, dan yang paling diutamakan adalah tartil.
a) Tartil: Membaca Al-Qur'an dengan pelan, tenang, sesuai dengan kaidah ilmu tajwid yang benar dan baik, seperti memanjangkan bacaan jika memang itu panjang, mengucapkan dengan dengung, dan sebagainya. Inilah jenis bacaan yang paling baik, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allaah

… وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)
"…dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil." (Qs. Al-Muzammil: 4)

b) Tadwir: Memabaca antara cepat dan lambat, dan masih menjaga kaidah ilmu tajwid.

c) Hadr: membaca dengan cepat, namun masih menjaga kaidahyang sesuai dengan ilmu tajwid, baik ditinjau dari segi mendengungkan bacaan; menjaga makhaarijul huruf dan shifat huruf.

d) Ada ulama yang membagi cara membaca ke jenis yang keempat yaitu tahqiiq. Jenis bacaan ini sangat pelan, biasanya digunakan dalam proses belajar mengajar.

Jadi, sekali lagi…hendaknya kita juga memperhatikan kualitas bacaan Al-Qur'an juga [membaca dengan hukum tajwidnya, jenis bacaan yang paling utama adalah tartil], bukan hanya mengutamakan cepat-cepatan membaca demi mengejar kuantitas harus khatam 1 juz namun tidak tahu maknanya; tidak direnungkan ayat-ayat di dalamnya.

*¨¨* 2. "Melelang" Bacaan
Seseorang yang dikata "khatam 1 juz", maka dialah sendiri yang menyelesaikannya. Apabila dia berhalangan, dan dia belum mampu menyelesaikan satu juz…maka sampai di situlah kadar kesanggupan dia untuk membaca. Lalu, persoalan melempar jatah sisa yang belum terbaca kepada yang lain merupakan perbuatan yang tidak ada landasan dalilnya. Dikhawatirkan, ini malah bisa-bisa termasuk ke dalam perbuatan "takalluf"/membebani diri. Kalau yang dilempar merasa kegirangan karena semakin besar kesempatan dia membaca Al-Qur'an, kenapa dia tidak menambah sendiri saja jatah bacaannya?

Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ…
"Maka bertakwalah kepada Allaah sesuai dengan kesanggupanmu…" (Qs. At-Taghabun: 16) 

Mengejar target membaca Al-Qur'an bagi tiap individu itu baik…namun hendaknya tidak usah dipaksakan sedemikian rupa, hingga akhirnya malah terjerumus ke dalam perkara yang "tidak berlandaskan dalil".

Mohon diperhatikan baik-baik…kami tidak menghalangi Anda sekalian untuk membaca Al-Qur'an, tidak melakukan "sirik tanda tak mampu", tidak hasad, tidak su'uzhzhan…dan komentar saya terkhusus untuk statemen semacam ini, "… katanya satu juz itu memberatkan" ==> Memberatkan atau tidak, itu disesuaikan kembali kepada individu. Kalau bagi A mudah, maka lakukanlah….kalau bagi B, maka lakukan semampu yang dia bisa. Dan tetap jangan lupa…"bukan hanya mengejar kuantitas yaa…tapi juga pertimbangkan kualitas." Bahkan sebaliknya…kami menyayangi kalian dan menghendaki kebaikan bagi kalian, meski pada akhirnya kalian harus menolaknya…tidaklah mengapa…alhamdulillaah, minimal kebenaran sudah tersampaikan.

Ingin lancar baca Al-Qur'an? Pelajari juga tajwidnya ya Bu-Pak-Dik-Mas-Mba…tanpa belajar tajwid dan pembiasaan, ya sama saja masih banyak keliru juga. 

*¨¨* 3. Membagi juz tertentu bagi peserta tertentu
Untuk tata laksana pada point ini, ini sifatnya kasuistik. Artinya, bisa jadi di grup A ada, namun di grup B tidak ada. Jika Anda tidak menemukannya di grup Anda, maka berarti bukan Anda yang dimaksud…karena Anda keluar dari semesta pembicaraan. Hal yang seperti ini juga tidak ada landasan dalilnya. 

Solusinya dong?

a) Bagi admin:
- Diharapkan meninjau ulang sistem ODOJ yang digunakan. Apabila ternyata ada yang menyelisihi syariat, maka hendaknya itu segera diperbaiki. 

Ada baiknya jika pihak admin menghapuskan ketentuan berikut: lelang ayat, membagi per juz untuk diselesaikan hingga ada khatam grup setiap harinya…terus, tidak mengkhususkan bacaan doa khatam Al-Qur'an.

b) Bagi pembaca Al-Qur'an:
-Jika anda memiliki patokan target pribadi setiap harinya untuk membaca, maka bacalah juga dengan memperhatikan kaidah ilmu tajwid, sehingga bukan hanya untuk mengejar banyaknya target bacaan…namun melalaikan penerapan kaidah tajwid dalam bacaan. Tak lupa pula mohon disisihkan juga waktu untuk tadabbur; mengetahui makna ayat; menghafal bahkan mengamalkannya ya?

-Setiap selesai membaca Al-Qur'an, doa yang disunnahkan untuk dibaca adalah 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Silahkan baca link ini untuk lebih lengkapnya: 
di sini

Adapun mengkhususkan doa tertentu untuk dibaca ketika khatam Al-Qur'an, terlebih jika meyakini itu merupakan sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka ini tidak ada landasannya. Silahkan saja berdoa dengan doa apa saja ketika khatam Al-Qur'an.

- Sebaik-baik amalan adalah amalan yang dilakukan secara sembunyi, kecuali jika ada mashlahat lebih besar apabila menampakkannya. Maka, akan jauh lebih baik buat saja target pribadi yang digunakan juga untuk diri sendiri. Ketika kita merasa kurang bersemangat karena ini dan itu, mungkin bagus juga dipasang reminder motivasi yang dapat tampak di mata, "Sudahkah Anda membaca Al-Qur'an hari ini? Berapa juz yang dapat Anda baca hari ini? Apakah Anda sudah merenungkan; menghayati; mengetahui maknanya dan tahu tafsirnya? Apakah Anda membaca dengan mempraktekkan kaidah tajwidnya?". Kemudian, Anda punya lembar tersendiri untuk check list progress yang Anda miliki sehubungan banyaknya bacaan Al-Qur'an yang telah Anda lakukan. Saya pikir ini lebih menjaga hati [saya tidak bilang bahwa Anda ini menyetor bacaan karena riya lho…tidak, tidak…urusan hati Anda kan Anda sendiri dan Allah yang tahu. Dalam hal ini saya menyarankan saja…] 


-----------------------------------------

tulisan ini jelas bukan tulisan saya pribadi, nama penulis sudah saya cantumkan beserta link pada media sumbernya.

Saya merasa perlu 'mengabadikan' tulisan ini karena ini bermanfaat bagi saya. Jujur sejak pertama tau program ini, hati saya berontak, rasa-rasanya ada yang kurang tepat. Namun karena keterbatasan ilmu, saya berusaha untuk mencari pendapat orang yang lebih berilmu. :)