Selasa, 26 Maret 2013

ketika lensa kacamataku kotor

kacamata dengan lensa yang berfungsi untuk membantu mengatasi mata yang mengalami kelainan mata, baik minus, plus maupun silinder, kadang justru menjadi pengganggu penglihatan, seperti saat lensa kotor. saat kacamata justru mengganggu, lebih baik lepas saja, biarkan mata kita telanjang, percayakan penglihatan pada mata kita sendiri.

aku pernah mengalami hal yang sangat tidak menyenangkan bagi pengguna kacamata.
saat acara wisata, aku kelupaan membawa kotak kacamata,
perlu diingat, selain sebagai tempat penyimpan kacamata yang aman, kotak tersebut berisi lap untuk membersihkan lensa.
sontak saja kejadian tertinggalnya kotak kacamata ini sukses menggalaukan hati aku di tengah perjalanan.
setelah lensa terkena debu dan tentunya butuh dilap, dengan sangat terpaksa aku memilih melepas dan menyimpan kacamatanya saja, karena aku tak mungkin mengelapnya dengan tissue atau kain sembarangan.

mengenai kacamata dan lap pembersihnya ini, aku analogikan dengan kehidupan kita.
kalo kita merasa hal-hal yang menyangkut diri kita, jika dirasa justru akan mengganggu atau menghambat kita. lepaskan saja. jangan memaksa untuk terus memakainya.

contoh konkretnya, teman, teman curhat misalnya.
tak jauh beda dengan kacamata, aku butuh teman berbagi, meski dengan berbagi tak selalu aku temukan solusi, tapi seenggaknya beban terasa berkurang, yah.. meski ini sekedar asumsi atau sebatas sugesti,
akan tetapi kita nggak bisa kan menganggap remeh peranan sugesti dalam diri?
yeuph, sama halnya dengan kacamata yang lensanya sudah kotor,
jika kamu merasa teman curhatmu 'kotor', dalam artian tak bisa menjadi seseorang yang bisa kamu percaya untuk menjaga semua yang telah kamu titipkan, dan justru malah akan menambah masalah, cukupkan saja, tak perlu kamu memaksanya untuk menjadi yang tak disanggupinya

ketika rahasia seseorang terbongkar, dalam artian banyak orang yang tau,
menurutku pribadi itu bukan 100% kesalahan dari orang yang diminta untuk menjaga rahasia, atau tepatnya di sini teman curhat kita,
mau diakui atau nggak,
sebenarnya, saat pertama kali kita bercerita pada seseorang tentang rahasia kita, di saat itulah kita telah membuka pintu rahasia kita, rahasia yang kita anggap rahasia ini, pada hakikatnya sudah bukan rahasia,
hanya menunggu waktu saja, orang yang kita percayai akan terus menjaga atau menyerah membukanya
karena sedikit sekali orang yang benar-benar bisa menaklukkan diri untuk bisa menjadi penjaga rahasia, dan inilah kelemahan kebanyakan manusia.
oleh karenanya, jangan pernah salahkan teman curhat kita, saat dia menyerah,
toh kita yang memiliki 'rumah' rahasia saja tak mampu menjaga agar pintu itu tetap tertutup,
ingat, kita lah yang pertama membuka pintunya.

jadi, saat kita merasa teman kita tak akan mampu lagi membantu menjaga pintu rahasia kita,
lepaskan saja dia dari amanah itu, lepaskan dia dari beban yang tak sanggup ia terima.
dan yang perlu diingat, lepaskan yang aku maksud di sini bukan berarti meninggalkan teman kita, tapi cukup lepaskan dia dari beban yang tak ia sanggupi,
tak perlu menitipkan kunci pintu rahasia kepada teman yang tak mampu menjaga.
cukup persilakan saja dia duduk dan menikmati kebersamaan di ruang tamu kita, bersama kita tentunya.

Minggu, 24 Maret 2013

My Trip: Pantai Indrayanti (Gunung Kidul, DIY)

Ahad pagi, aku berangkat menuju ujung selatan pulau jawa untuk bertemu kembali dengan sang samudera.
setelah 2 minggu sebelumnya aku menyelesaikan rasa pada riak samudera di sebelah utara pulau jawa, alhamdulillah, ada kesempatan mengunjungi ombak di bumi bagian yang lain.


penyelesaian rasa pada sang samudera


keanggunan Pantai Indrayanti dari atas bukit

sang samudera pun seolah bersenandung,



Minggu, 17 Maret 2013

Galauku yang indah

Belum ada 1 jam aku terlelap, aku sudah bangun. Sabtu siang, biasanya kalo nggak ada acara, aku akan menghabiskan waktu siang sampai sore dengan tidur panjang.  Aku pikir ini keadilan untuk tubuhku yang selama 5 hari harus terus bekerja sampai sore. Seperti biasa, ketika istirahat siangku tak berkualitas maka galau pun menggelayut mesra. Beuh, kali ini pun aku rasa si galau benar-benar memelukku erat.

Hampir 1 jam aku merasa linglung, teramat bingung mau ngapain. Planning ke bookstore pun sukses aku gagalkan. Ngecek FB, whatsapp dan sms. Jenuh.

Tiba-tiba muncul lah ide cemerlang. Aku pengen nyuci motor. Seumur hidupku, aku belum pernah nyuci motor. Selama ini aku lebih memilih membayar jasa cuci motor, hanya dengan 5ribu rupiah hasilnya memuaskan. 2 minggu sekali aku nyalonin motorku tiap sabtu, sepulang kerja di tempat cuci motor tak jauh dari rumah.


motorku uda ganteng maksimal
Omaigad, ternyata nyuci motor itu mampu menguras tenagaku dan yang mengagumkan galauku pun pergi tanpa pamitan dulu ama aku :)

Selesai nyuci motor, aku lanjut dengan nyuci baju. Selesai menjemur pakaian, naluri ke-iburumahtanga-anku keluar, tak puas hanya dengan mencuci motor dan baju, aku putuskan ‘memandikan’ kamar mandi.


kamar mandinya uda cantik ;)


bajuku juga uda berjemur dengan bahagia
Hhaha..sukses berat deh kali ini caraku mengusir si galau. Aku belajar jadi ibu rumah tangga yang tangguh ;)

Dadababay galau :p

Senin, 11 Maret 2013

My Trip: Pulau Panjang Jepara dari Pantai Kartini

Dermaga di Pantai Kartini untuk menuju Pulau Panjang

cite's photo

Perjalanan dengan perahu menuju Pulau Panjang dari dermaga Pantai Kartini:


Pantai cantik di Pulau Panjang:

cite's photo
cite's photo













cite's photo


Hutan di Pulau Panjang :

cite's photo

Rabu, 06 Maret 2013

aku dan kamu, masih dengan ceritaku (ADK part 3)


Tunas itu.. eh, pohon itu maksudku. Pohon itu masih hidupkah hingga saat ini?”, tanyamu pelan dengan menatapku lekat-lekat, muka ku memerah menyadari kamu menatapku demikian. Aku memilih cepat-cepat mengalihkan pandanganku, menghindari tatapan mata mu. Tanganku mengambil botol minum dan segera menyesap airnya.

Lintang, masih hidupkah pohon itu? Atau telah layu karena lama tak mendapatkan air?”, kembali kamu mendesakku agar segera menjawab pertanyaanmu. Aku kembali menikmati minumanku. Pandanganku jauh ke tengah lapangan alun-alun ini. Melihat kesibukan para pengunjung. Aku sedikit mencuri pandang ke arahmu. Posisimu sudah berubah, pandangan matamu juga telah berubah, tak lagi menatap ke arahku. Kamu ikut memandang jauh. Sepertinya kamu sudah menyerah dengan pertanyaan mu. Jadi, aku biarkan saja senyap sementara. Aku dan kamu diam sementara.

Aku masih menyimpan kertas coretan mu beberapa tahun lalu.”, kamu kembali membuka percakapan. Aku hanya tersenyum mendengarnya tanpa mau menoleh ke arah mu. Aku ingat, dulu aku pernah memberi sebuah coretan yang berisikan tentang sedikit unek-unek ku kepadamu. Dulu aku membuatnya spontanitas saja, jadi tak banyak pula yang kutulis untuk mu. Kamu memang pernah mengatakan akan menyimpan kertas itu, dan aku menyarankan untuk membuangnya saja, aku takut kelak seseorang yang mendampingimu akan cemburu jika melihat kertas itu. Padahal, dalam hatiku berkata, “Simpanlah..simpanlah kertas itu, kelak jika kita ditakdirkan bersama, tunjukkan kertas itu kepadaku saat aku telah halal untuk mu. Pasti aku akan sangat bahagia melihatnya kelak, karena aku merasa sangat berarti untuk mu.”

25 Juni besok usiaku 23 tahun, genap 1 tahun kontrak kerjaku, aku harus memenuhi janjiku pada keluarga. Doakan agar Allah segera mengabulkan doaku ya? Aku berdoa, semoga aku bisa menikah dengan orang yang aku cintai dan mencintaiku sepenuh hati.”, ujarku kepadamu. Kamu kembali menatap ke arahku. Sepertinya kamu tidak mengira aku akan menyampaikan hal itu. Aku kembali tersenyum melihatmu. Lalu kamu kembali mengalihkan pandangan. Menatap jauh. Air mukamu datar tanpa ekspresi. Ini yang aku benci, aku tak bisa membaca apa yang kamu pikirkan.

Kamu masih diam. Aku melanjutkan menyampaikan keinginan hatiku. Sesuai doa yang telah aku titipkan kepadamu dan doa yang selalu kuminta dalam setiap sujudku, aku ingin menikah dengan seseorang yang aku cintai dan mencintaiku. Menikah dengan pilihan hatiku. Kamu menatapku penuh ragu saat mendengarkan pemaparanku. Aku kembali tersenyum. Aku yakin dengan janji Allah. Allah akan mengabulkan doa hambaNya yang mau meminta. Dan aku yakin, jodoh itu di tangan Allah, bukan di tangan manusia yang lain. Tak ada manusia yang bisa memaksakan jodoh untuk ku. Makanya aku terus berdoa pada Allah. Biarlah Allah saja yang mengatur semuanya untuk ku. Biar Allah saja yang mempertemukan aku dengan jodohku. Cukup Allah saja.

gambar hasil googling, dengan sedikit editan
Kamu hanya diam mendengar semua penuturanku. Lagi-lagi tanpa ekspresi. Sepertinya kamu masih ragu, tak apa. Biarlah Allah yang memberi petunjuk. Biar Allah yang menunjukkan takdir-Nya untuk ku, takdir yang telah lama tertulis di kitab Lauh Mahfudz. Aku titipkan segala rasaku ini pada-Nya. Aku yakin, Allah-lah sebaik-baik perencana.

Pohon itu masih hidup. Masih berdaun dan berbunga sampai detik ini.”, ujarku kembali untuk memecahkan kediaman mu. Tapi kali ini aku berbicara datar tanpa ekpresi dengan pandangan jauh ke depan dan tentunya tanpa mencuri pandang ke arahmu. Aku tak peduli kamu masih butuh ataukah tidak jawabanku atas pertanyaanmu.



*bersambung

Kota Tembakau, 7 Maret 2013, 10:47

Baca:

Selasa, 05 Maret 2013

aku dan kamu, ceritaku (ADK part 2)


2 tahun lalu, aku pernah merasa sangat takut kehilangan. Perpisahan suatu hal yang sangat tidak aku sukai, terutama perpisahan dengan orang-orang tersayang. Akan tetapi, 2 tahun lalu justru aku merasa sangat takut kehilangan seseorang yang selama ini tidak aku sukai dan aku hindari. Bisa dibilang aku membenci seseorang itu, mungkin. Meski aku sudah mencoba mengingkari semua ketakutanku, tetap saja rasa itu bertahan dalam dadaku.

Aku tak mampu membaca apa rasa yang kurasakan. Setelah mendengar ceritaku, kamu bisa mendeskripsikan apa yang terjadi, mungkin.

Sesaat perpisahan itu benar-benar terjadi. Aku seperti kehilangan sesuatu. Ada kerinduan melihatnya. Ada kerinduan pada keberadaannya. Hatiku tak rela dia pergi meninggalkan aku. Aku berpikir, seandainya bisa kuputar waktu, akan ku putar kembali saat kita bersama-sama, dan aku akan mengedit perasaanku, akan aku delete perasaan tidak suka ku dan akan aku copypaste-kan perasaan lain untuk nya. Karena entah mengapa juga, tiba-tiba perasaan menyesal mendalam datang menyesakkan dada atas perasaanku selama ini kepada seseorang itu.

Maaf, kata maaf kusampaikan pada seseorang itu untuk menebus semua rasa sesalku. Dan takdir seolah-olah memberi kesempatan pada kami untuk mengganti hari-hari yang telah terlewati dengan cerita kehangatan meski jarak mewujud dalam nyata. Dan entahlah, aku membiarkan begitu saja ketika kunci gerbang hatiku dibukanya, bahkan ketika pintuku dibuka aku juga membiarkannya. Aku menikmati setiap khayalan indah tentang masa depan bersamanya. Nyaman. Senyum. Bahagia. Aku menemukan semuanya.

Aku menyukai setiap perhatian kecilnya. Aku menyukai caranya mengkhawatirkanku. Aku menyukai caranya memperbaikiku. Aku menyukai setiap ceritanya, dan aku juga menemukan kenyamanan bercerita dengannya. Aku menyukai senyum mahalnya. Entah mengapa, aku bisa menyukai semua yang ada padanya. Bahkan yang aneh, aku sakit saat amarah mengekang hatiku untuk marah padanya. Aku tak suka melihat dia dekat dengan wanita lain, sekali pun hanya sebatas canda saling menghina, karena aku tak mau dia memikirkan wanita lain.

Kami pernah bertemu di suatu tempat. Berdua saja. Tak lama. Hanya sekejap.  Akan tetapi, begitu membekas dalam dada. Waktu itu tak banyak yang kami bicarakan. Senyum dan tatapan matanya yang  kutangkap. Aku melihat mata dan senyumnya di bawah temaram cahaya lampu seadanya. Senyum yang tak pernah aku terima selama kami bersama. Hanya pada malam itu aku terima senyumnya. Senyum yang hanya aku yang bisa melihatnya. Dari senyum itulah, aku menyadari betapa dahsyatnya mata.

source: https://ac-firdausa.blogspot.com
Aku tahu. Aku sadar. Aku salah. Atau mungkin tepatnya, kami salah. Akan tetapi, aku tak bisa menghentikan ini semua. Hatiku yang berdosa ini menginginkannya. Aku menikmatinya. Menikmati setiap kebersamaan dengannya. Aku harus selalu berusaha membunuh semua dengan menebas setiap tunas yang bertumbuh. Tapi ternyata aku gagal. Aku kalah.

Tunas itu tetap saja tumbuh. Bahkan telah bertumbuh tinggi, berdaun dan berbunga. Saat musim kering, di mana pohon ini kekurangan air untuk bertumbuh, ia lemah dan bahkan menggugurkan daun dan bunga yang ada, lemah dan layu. Dan saat air mengguyurnya, meresap melalui akarnya, daun-daun dan bunga pun kembali tumbuh. Rindang kembali. Begitu seterusnya sampai saat ini. Aku tak pernah tahu, apa yang akan terjadi nantinya. Akankah bunga ini dipetik atau akan dibiarkan melayu. Ditinggalkan begitu saja. Diam. Sendiri. Mungkin mati.



*bersambung



Kota Tembakau, 6 Maret 2013, 09:45



Baca:

Senin, 04 Maret 2013

aku dan kamu, di kotaku (ADK part 1)


Pagi ini mendung, tapi senyumku mengembang. Aku menyisir rambutku dan mengikatnya di depan cermin. Ah, lagi-lagi kutemukan rambut panjangku rontok beberapa helai. Katanya, ini akibat aku kurang sehat. Sehat? Entahlah, kapan terakhir aku merasa aku benar-benar sehat. Yah, inilah aku, aku melihat wajahku di depan cermin. Pantas saja banyak orang asing yang melihatku tak akan segan bertanya, “Sakit ya, Mbak?”, dan selalu aku jawab dengan senyuman.

Aku mengoleskan foundation ke kulit wajah. Aku sengaja menebalkannya. Bedak pun kutempelkan pada wajah. Eye liner kugoreskan di kelopak mata. Tak lupa ku poleskan lipstik warna soft pada bibirku. Kulihat make up sudah lumayan sukses menyamarkan wajah pucatku.

masjid di kotaku
Aku pun bersiap menemui mu. Ya, hari ini kamu mengabariku akan mengunjungiku di kotaku ini. Setelah aku merasa siap dan semua sudah beres, aku pun bergegas berangkat menuju tempat yang aku janjikan untuk melayani mu sebagai tamuku. Aku berjanji akan mentraktirmu makan dan kita akan bertemu di alun-alun kota. Dengan motor, aku menuju tempat itu.

Aku duduk di dekat pohon beringin alun-alun sebelah selatan dekat masjid. Menunggumu. Kamu ternyata sudah sampai di kota ini. Tunggu sebentar, aku shalat dhuha dulu di masjid kebanggaan kotamu, pesan singkatmu kepadaku mengabarkan. Aku pun tersenyum. Aku merasa ada kupu-kupu terbang ringan di perutku. Iya, jangan lupa titipan doaku, aku menunggu mu di bawah pohon beringin alun-alun depan masjid, balasku untukmu.

Tak berapa lama. Aku melihat kamu berjalan ke arahku. Seperti biasa, badan tegap dengan muka dingin tak peduli orang sekitar, itulah kamu. Saat jarak tak lebih dari 2 meter dari aku, kamu tersenyum dan mengucapkan salam. Aku pun tersenyum dan menjawab salam mu. Kutawarkan mau langsung makan atau mau duduk-duduk dulu di sini. Kamu memilih untuk duduk sejenak menikmati hawa sejuk kota ini. Untung sudah aku persiapkan makanan ringan dan 2 botol minuman untuk ini. Aku tidak mau mengulangi kesalahan pada pertemuan pertama kita. Kali ini kamu tersenyum lebih lebar dan memujiku sebagai wanita perhatian, dan tanpa basa-basi kamu menghabiskan makanan itu, lapar katamu tanpa malu. Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum, aku tau kamu pasti lapar, kamu berangkat pagi-pagi demi berkunjung ke kotaku.

Sekarang, sudah sehat?”, tanyamu kembali membuka percakapan. Alhamdulillah, jawabku tak lupa memberi senyum untuk mu. Setelah itu kita terdiam beberapa saat, aku tertunduk malu tak berani menatap ke arahmu, aku lebih sering memilih membuang  tatapanku jauh ke arah alun-alun, mengamati pengunjung alun-alun yang lain. Aku kira kamu pun melakukan hal yang sama.

Ada yang ingin kamu ceritakan?”, kamu kembali membuka percakapan.Aku menghirup nafas dalam-dalam dan memberanikan menatap mata mu. Ekspresi bingungku berhasil kamu tangkap dan kembali kamu mencoba memancingku untuk bercerita, “Biasanya kamu kan banyak cerita, sms mu selalu panjang. Mumpung aku di depan mu, ayo cerita! Sekarang, aku pengen denger langsung.”.

Kembali aku menghirup nafas dalam-dalam dan menghempaskannya kuat-kuat. Aku mencoba mengumpulkan keberanian. Aku bertanya, apa aku boleh bercerita apa saja. Kamu tersenyum dan bilang tentu saja boleh. Kamu berjanji akan menyimak dengan baik semua ceritaku.

*bersambung
Kota Tembakau, 5 Maret 2013, 11:27

Baca:

Jumat, 01 Maret 2013

tugas yang baru ku tau


Selama 3 tahun lebih belajar accounting, dan setelah hampir 1tahun aku berprofesi sebagai accounting. Satu hal yang menempel di otak aku: SELAMA KULIAH AKU NGGAK PERNAH DIAJARIN NGE-FILE DOKUMEN!

Yakin. Selama kuliah, aku hanya belajar menjurnal sampai membuat laporan keuangan. Tak pernah terpikirkan tentang nasib faktur-faktur dan dokumen lainnya. Nah, dari tempat kerja inilah aku baru tau, nge-file dokumen2 bukti transaksi itu TUGAS accounting! >_<

Jangan pernah remehkan dokumen2 ini, meski keliatannya nggak berharga, tapi inilah ‘harta’ seorang accounting.

Dan inilah cara kerjaku ngefile dokumen2 transaksi:

nge-file berasa tukang fotocopy >_<
Dari gambar kiri atas, itu tumpukan BKK (Bukti Pengeluaran Kas) yang aku terima dari staf finance selaku pelaku transaksi. 2 gambar di bawahnya, kerjaku untuk merapikan dokumen2 tersebut. Gambar sebelah kanan atas adalah alat-alat yang aku gunakan untuk nge-file. dan gambar kanan bawah adalah hasil akhir kerjaku, dokumen aku buat seperti buku yang bisa dibuka-buka dengan nyaman dan tampak rapi ^^

*ini baru BKK, accounting juga wajib menyimpan rapi dokumen lain
  antara lain: Rekening Koran, Faktur Pajak, Invoice, Surat Jalan, DLL