Rabu, 10 Juli 2013

Ramadhan 1434

Alhamdulillah, Allah menyampaikan diri ini pada Ramadhan yang penuh berkah.
Rasanya tak ada kata yang lebih indah dari ALHAMDULILLAH.

Aku teringat Ramadhan-ku  7 tahun lalu, ketika aku memutuskan untuk berhijab dan berusaha istiqomah. Mengingatnya, membuatku sedih, apa persembahan terbaik ku untuk Ramadhan kali ini ?
Duhai Sang Pemilik hidupku, ampuni hamba-Mu yang masih terlalu menikmati lumuran dosa ini.
Sungguh, hidup dan matiku hanyalah milik-MU
Tentang doa dan pengharapanku untuk Ramadhan ini, tak akan lagi aku minta yang berkaitan dengan duniawi. Cukuplah Engkau sebagai sebaik-baik perencana. Aku sangat yakin semua yang terjadi dalam hidupku ini telah Engkau tentukan dengan sebaik-baiknya.
Satu pengharapanku yang begitu besar saat menyambut Ramadhan ini,

Matikanlah aku dalam keadaan sebaik-baik (iman dan amalan). Dan aku berharap, aku terlebih dahulu meninggal dunia dibanding orang yang sangat aku cintai di dunia ini.


Minggu, 07 Juli 2013

cukup tau saja

Kemaren, Allah menuntun saya mampir di sebuah group Islami, dari postingan2 yg ada sepertinya membernya para aktivis dakwah (mungkin) di Indonesia. Bukan main, hampir di setiap postingan atau comment menyertakan dalil2 shahih dan pendapat para ulama. Sangat menarik topik yg mereka bahas untuk saat ini: peristiwa kudeta di Mesir. 

Akan tetapi, entah ini hanya perasaan saya atau memang demikian, mereka ini berdebat, atmosfer menyerang yg saya rasakan, bukan menasehati melainkan mencela. 
Para simpatisan IM 'menyarankan' agar HT segera bertindak di Mesir, dan mereka memvonis HT lah dibalik aksi kudeta ini, dll. 
Saya hanya tersenyum, bukan meremehkan mereka, bukan. 
Saya tidak lebih baik dari mereka. 
Saya hanya teringat apa yg pernah saya lakukan. Bahkan belum lama saya tersadar dan berusaha untuk memperbaikinya. 

Dulu, saya hobi baca dan nonton berita tentang carut-marutnya pemerintahan negeri ini dan kasus2 menggila lainnya. Saya pun hobby melempar comment, KPK lambat, tak setuju dg kenaikan BBM, pemerintah tak peka, demikian dan demikian. Tak ada habisnya. 

Lalu saya tersadar, apa manfaat dari comment2 saya ini? Paling tidak manfaat untuk diri saya? Toh, kinerja KPK tetap demikian, BBM pun tetap naik. Sungguh, tak ada. Untuk diri sendiri saja tak ada, apalagi untuk orang lain. 
Dan siapa saya tiba-tiba merasa penting untuk berpendapat. 

Sungguh saya menyesal. Saya justru merasa, apa bedanya saya dengan para komentator2 di media2 berita yg sering berkomentar semau2nya tanpa memperhatikan etika. Padahal, saya sering merasa risih membaca komentar2 mereka. Ah, rasa-rasanya saya pun terkena dampak negatif dari maraknya jejaring sosial. Di mana setiap orang merasa berhak dan penting berpendapat, tanpa pernah memikirkan apa manfaat yg di dapat. Padahal pendapat2 ini sungguh sering tak bermanfaat, karena sebenarnya hanya mendiskusikan hal yang sudah sama2 diketahui, dan tak disampaikan pada yg berhak, yg ada hanya celaan dan celaan saja. 

Astaghfirullah. Semoga Allah membantu diri ini untuk meninggalkan hal yang sia2, karena tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal2 yg tak bermanfaat.

Terkadang dalam menyikapi berita, kita "CUKUP TAU SAJA", tanpa perlu banyak berkomentar.

Jumat, 05 Juli 2013

pura-pura

Aku paling tidak suka dengan ketidakjujuran. Apa pun itu namanya. Pura-pura. Bohong. Dusta. Tipu-tipu. Bagiku sama saja. 
Rasanya mendapati ketidakjujuran itu sangat menyakitkanku. Siapa pun yang jadi pelaku. Termasuk orang terpenting dalam hidupku. Akan tetapi, bukan berarti aku tak bisa memaafkan kesalahan atas ini. Manusia salah, itu wajar. Dan sangat pantas dimaafkan. 
Aku pun mampu memaafkan. Hanya saja perlu diingat, aku memang mampu memaafkan, tapi aku tak mampu menjanjikan untuk melupakan. Menurutku, itu hak aku untuk tetap mengingatnya. 

Dan jika, memang harus ada kepura-puraan di antara kita. Aku ingin meminta, kamu untuk berpura-pura menyukai dan menginginkan bersamaku sampai nanti kamu lupa bahwa kamu sedang berpura-pura. 

Dan takdirku kini, aku harus berpura-pura di hadapmu. Meski sepertinya aku gagal, tapi sungguh, ini teramat melelahkanku.