Rabu, 13 Juni 2012

Kapan Nikah ???

Menjelang usia 22tahun, bulan Juni ini aku mulai memikirkan tentang kapan aku akan menikah. Tanpa rasa menggebu atau tepatnya ngebet nikah, aku benar2 mau memikirkannya dengan cara berfikir dewasa. Aku nggak mau sembarangan seperti dulu.

Di usiaku 18-20tahun, aku berhasrat menikah secepatnya. Kala itu mungkin jika ada seseorang yang mengajak nikah, aku jabanin deh, tapi dengan syarat kalo aku suka ama yang ngajak, hhehe..karena sebenarnya kala itu udah ada beberapa kandidat yang minat mempersunting aku. Akan tetapi, karena emang belum jodoh, aku nggak ngrasa ada getaran2 yang mengharuskan aku buat menerima pinangan yang datang. Nggak ada maksud sombong, atau mau sok jual mahal. Tapi beneran, aku belum dapet sinyal2 bahwa aku adalah tulang rusuk salah satu dari mereka. Konon katanya, kata orang2 yang uda menemukan jodohnya ,kalo jodoh kan bakal ada sinyal2 gitu.

Kala itu, yang ada dalam pikiranku: NIKAH dan bersenang2 dengan suamiku!
Nakalnya otakku, aku pernah berfikir untuk segera nikah, hanya karena waktu itu aku gampang jatuh dan lecet2. Dan aku berpikir, jika aku nikah kan entar bakal ada suamiku yang bakal terus jagain aku dan aku nggak akan jatuh2 lagi..aw.aw.aw.. *Aku kadang ketawa sendiri mengingat pikiranku kala itu :D

Kali ini, sepertinya otakku mulai beres, pernikahan itu tak sekedar menyatukan 2 anak manusia, pernikahan itu tak hanya untuk memenuhi kebutuhan diriku akan hadirnya seseorang di sampingku, pernikahan itu tak sekedar untuk membuat acara untuk mengundang teman2ku, pernikahan itu tak sekedar untuk sehari-dua hari, pernikahan itu tak sekedar untuk menghalalkan hubungan dengan lawan jenis, pernikahan itu tak sekedar sebatas yang selama ini aku pikirkan..

Banyak, bahkan mungkin terlalu banyaaaaaaaaaaaaaaaak yang harus dihadapi setelah pernikahan. Kadang pun, saat ini muncul perasaan takut dan khawatir dalam otakku. Aku takut belum mampu menjadi istri yang baik untuk suamiku, belum mampu menjadi menantu yang baik untuk mertuaku, belum mampu hidup dengan peran aku sebagai seseorang yang utuh dalam bermasyarakat jika aku dan suami tinggal di rumah sendiri, dan belum mampu menjadi seorang ibu yang baik untuk anak2ku.

Akan tetapi,
Aku tetap berusaha dan belajar buat mempersiapan diri, aku juga tetap menanti bapak dari anak2ku datang meminta diri ini dari kedua orang tuaku.
Ketakutanku tak pernah membuatku berniat untuk menunda jika memang jodohku datang,
Aku yakin Allah akan mempertemukan kami pada waktu yang tepat

Minggu, 10 Juni 2012

Harga Transfer

Menjelang pendadaran, dulu aku dan temen2ku dibingungkan dengan istilah HARGA TRANSFER, karena berdasarkan modul pendadaran di lembar pertama ada materi harga transfer. Dan berdasarkan modul pendadaran juga, hasil warisan kakak angkatan, disebutkan definisi dari harga transfer: “Harga perpindahan barang antara divisi pembeli dan divisi penjual dalam suatu perusahaan./Harga barang/jasa yang ditransfer antar divisi

Dulu dengan pikiranku yang masih sangat polos dan suci, aku pun hanya menghafalkan definisi tersebut. Aku yakin, temen2 juga gitu ;)
Dari definisi tersebut, disebutkan kata DIVISI, mungkin karena faktor pengalaman di lembaga, yang aku pikir sebagai divisi itu merupakan bagian2 atau kelompok kerja yang secara sengaja dibentuk dalam suatu organisasi untuk melaksanakan tugas2 sesuai tanggungjawabnya.

Jadi, kala itu aku pikir yang dimaksud dari harga transfer adalah harga perpindahan dari masing2 divisi dalam satu perusahaan, atau dengan kata lain perpindahan dari masing2 divisi dalam satu pabrik kalo diterapkan dalam sebuah perusahaan manufaktur. Contoh riilnya: semisal dalam sebuah pabrik plywood, aku pikir yang dinamakan harga transfer adalah harga produk veneer (barang setengah jadi) yang diproduksi oleh Divisi Veneer, yang kemudian akan dipindahkan ke Divisi Plywood untuk diproses lanjut menjadi produk barang jadi. Kalo digambarin jadi gini:


Ternyata, aku KELIRU, aku SALAH, yang bener kurang lebih gini:

Yang dimaksud divisi dalam definisi harga transfer ternyata nggak sesederhana yang aku pikir, divisi di sini kalo dalam praktek dunia nyatanya mungkin bisa dibilang anak perusahaan. Pada gambar, sengaja aku ambil contoh 2 perusahaan yang ada pada Bintang Group (Induk Perusahaan) sama2 merupakan perusahaan plywood, biar nggak terjadi pembiasan makna. Tapi dalam kenyataannya, perlu diingat baek2, jenis usaha boleh sama boleh beda.

Pada contoh digambar, perhatikan keterangan yang ada pada simbol anak panah, di situ aku tulis Log, Veneer, Plywood dan Rp., artinya produk yang ditransfer ke anak perusahaan lain (alur perpindahannya boleh dari PT. Cahaya ke PT. Terang, atau sebaliknya) bisa berupa bahan baku (Log), barang setengah jadi (veneer) maupun barang jadi (plywood). Dalam perpindahan barang ini muncullah harga transfer, harga terbentuk layaknya di pasar, harga ada karena kesepakatan, tapi pastinya harganya berbeda dengan harga pasar wajar karena sebenarnya perpindahan terjadi masih dalam lingkup perusahaan yang sama, jadi biasanya dan sewajarnya, harga kesepakatan yang terbentuk nilainya lebih rendah dari harga pasar wajar.
Misalnya: PT Terang menerima 2 DO, yakni dari PT Cahaya dan PT Sukses (perusahaan di luar Bintang Group), dengan orderan yang sama yaitu produk veneer basah dengan ukuran dan grade yang sama.
Maka, harga yang ditentukan oleh PT Terang pada 2 DO ini akan berbeda.
Pada DO dari PT Cahaya akan diberikan harga Rp. 1.500.000,00 per meter kubiknya.
Sedangkan untuk PT Sukses akan diberikan harga Rp. 1.750.000,00 per meter kubik.

Yang perlu diingat lagi, transfer produk dalam kasus harga transfer ini sifatnya tidak wajib dalam sebuah group perusahaan. Meskipun tidak terjadi transfer barang, proses produksi dalam masing2 perusahaan dalam 1 group TETAP bisa berjalan. Transfer barang hanya sebuah alternatif.
Jadi, sangat jauh berbeda dengan pemahaman awalku tentang harga transfer.

Dari definisi yang sekarang aku pahami ini, baru aku dapat benar2 memahami pentingnya harga transfer,
Harga transfer dibuat atau dibuthkan karena masing2 anak perusahaan merupakan pusat laba, yang dalam setiap kegiatannya akan diberi kewajiban oleh induk perusahaan untuk mencapai target laba tertentu.
Jadi, meski harga transfer yang ditentukan oleh anak perusahaan yang bertindak sebagai penjual (dalam kasus contoh: PT Terang) kepada PT Cahaya itu nilainya lebih rendah dibanding harga kepada PT Sukses. Akan tetapi, harga tersebut tidak boleh merugikan PT Terang, dengan kata lain harga harusnya di atas jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi veneer (HPP dari Veneer). Sehingga dalam transfer tersebut, PT Terang tetap dapat memperoleh margin/laba, meskipun tidak banyak jumlahnya.

Semoga, nggak ada yang salah pengertian lagi seperti aku yah.. ;)

HRDku, oh HRDku ;)

Awal  Juni 2012 ini, dalam sepekan aku uda bikin geleng-geleng manajer HRD-ku 2X. Mungkin dalam pikiran HRDku, “Ini anak, mentang-mentang masa training uda mau abis, mulai nakal.” Hhaha

Dan inilah ceritaku..

::Rabu, 6 Juni 2012

Pukul 15.58, di ruangan kerjaku yang nggak dingin (AC perlu diservice), mataku uda kesekian kalinya ngelirik ke arah pojok kanan bawah di monitor laptop. Jiaaaaaaaaahh, aku ngrasa waktu berjalan begitu laaaaammmbaaaaattt! Terakhir aku liat jam nunjukin pukul 15.52.

Arrrrggggghhhhh, aku jadi ngrasa bener2 benci ama tanggal 6. Kenapa???? Karena di tanggal ini otakku benar2 akan disiksa dengan laporan2 dari masing2 bagian di kantor. Ouwh, inilah nasib accounting.. :’(

Mataku ngelirik lagi, gila baru pukul 16.05! Aku uda bener2 jenuh!
Kapan jam 5 datang????? Aku pengen pulaaaaaaaang..

Akhirnya aku putuskan keluar dari ruangan, kakiku melangkah menuju ruangan kasir, ngajak ngobrol, ternyata kejenuhan juga menghampiri rekan kerjaku ini, yang biasa aku panggil Mbak Titik (ya..emang namanya TITIK, nggak ada yang istimewa Cite!)

Alhamdulillah, waktu jadi lumayan rajin dan semangat, jalannya jadi cepet. Tiba2 uda pukul 16.30 ;)
Aku ama Mbak Titik sepakat buat berkemas dan segera pulang. Aku kembali ke ruangan buat berkemas. Pukul 16.45, kami pun meninggalkan ruangan masing2 dan turun ke lantai 1. Olala..di bawah ternyata sama keadaannya. Staf bawah uda pada siap pulang. Dengan tanpa ragu sedikit pun, aku dan Mbak Titik nyelonong keluar dari kantor.

Eh, di teras kantor ternyata ada manager HRD. Beliau pun menyapa kami dengan ramahnya, “Mau ke mana?”. “Uda jam 5 kan Pak?”, jawab Mbak Titik, aku cuma tersenyum pahit merasa ada yang salah. “Oh, berarti jam saya kelambatan ya?”, timpal manager HRD kami. Mendengar jawaban sang HRD, kami pun spontan balik kanan dan masuk ke kantor lagi sambil tersenyum lebih pahit lagi..hhuhu


:: Sabtu, 9 Juni 2012

I LOVE SATURDAY!
Sabtu, kantorku cuma masuk setengah hari dan boleh pakai kaos. Intinya, Sabtu adalah hari santailah. Jadi staf kantor bakal pada keliatan sumringah, tanpa terkecuali aku pastinya. Pagi ini pun, aku sengaja berangkat agak siangan, biar nyampe kantor mepet jam 8, biar efisien waktu dan pikirku sekalian jalanan depan pabrik biar uda nggak becek2 banged karena efek ujan kemarin.

Seperti biasa, kakakku cuma nganter aku sampai gerbang pabrik, kemudian aku mesti jalan sekitar 100meter menuju kantor. Dengan pede aku jalan seperti biasa, melewati  kantor satpam kulempar senyum. Dan ketika melewati karyawan produksi, aku mesti jaim, maklum banyak cowoknya, dan tau kan sikap cowok2 kalo ada cewek lewat? Nggodain! Dan bener aja, ada yang manggil2, “Mbak-mbak, assalamualaikum..” Huft, tapi aku nggak mau ambil pusing jalan terus ajalah..

Sesampai di depan kantor, kebetulan Mbak Titik juga baru datang, tapi dia diantar suaminya sampai depan kantor. Liat aku, dia tersenyum dan langsung komentar, “Weh, pake sendal kantor, Dek?”. “Iya, Mbak..”, jawabku polos. Nggak lama, tanpa diundang, murni kebetulan, Manager HRDku keluar dari kantor, mata beliau langsung melihat ke arah kakiku. Aku masih nggak sadar. Dan dengan pede masuk ke kantor. Wow, di ruang tamu ada GM-ku yang sedang duduk manis bersama Kadiv Log. Mereka juga melihat ke arah kakiku. Langkahku pun mendadak terhenti, aku merasa ada yang salah, dan tiba2 telingaku mendengar suara Mbak Titik, “Siti Pak, nakal. Pake sendal”. Mataku pun melihat ke bawah, kemudian refleks aku menjawab, “Sepatu saya di sana, Pak” sambil menunjuk ke arah rak sepatu. Semua yang ada pun tertawa.

MasyaALLAH, malu banged aku sebenarnya, tapi aku pikir ini bisa dimaklumi lah. Aku emang pakai sendal berangkat ke kantor. Sendalnya, sendal kantor. Karena kemarin sore ujan deres banged2, dan kebetulan kemarin aku pake high heel. Aku sayang kalo high heel-ku keujanan. Jadi, aku tinggal aja di kantor, terus aku pulangnya pinjem sendal kantor deh.. ;)

Galau.Galau.Galau

Uda cukup lama, otakku penuh tanda tanya gara2 galau, aku galau memikirkan galau. Aku penasaran siapa sih yang pertama mempopulerkan kata galau? Diakui atau nggak, aku ngrasa sejak kata galau menyebar, virus galau pun mewabah, liat deh status FB dan twitter, isinya penggalauan massal. Dan kebanyakan yang aku temui, galaunya tu sebenarnya nggak elit, cuma karena cinta.

Dulu sih, aku ngrasa biasa aja waktu liat ada yang ngapdet isinya menggalau, bahkan sempet kepo juga, sok2an perhatian, nge-leave comment: “Kamu kenapa?” atau “Yang sabar, ya..”. Kalo sekarang mah males, kecuali temen deket, mending aku kasi comment yang ngledekin si empunya aja. Hhaha
Lama2, aku ngrasa jenuh liat beranda FB isinya galau, yang bikin ababil dan aku nggak kenal, tanpa ragu sedikit pun, aku nge-klick “Unfriend”: maaf, saya me-remove Anda!

Dan aku ngrasa bener apa yang dikatakan Ge Pamungkas, Finalis Comic di Stand Up Comedy Indonesia 2, pada 9 Juni 2012;
Orang yang menggalau di twitter tu ibarat orang pake kaos kaki bolong, trus ngomong ke temennya kalo dia pake kaos kaki bolong
Menurutku, tu peng-ibaratan tepat banget, jleb banget deh buat yang suka nge-galau di jejaring sosial!
Galau tu biasanya karena masalah, masalah timbul tu sebenarnya (biasanya) karena ada kekurangan dalam dirinya (sadar nggak sadar) buat menghadapi hidup, jadi ketika dia menggalau, artinya dia sedang menceritakan kekurangannya..

So.....
Say no to P.E.N.G.G.A.L.A.U.A.N   M.A.S.S.A.L