Sabtu, 31 Desember 2011

aku, kamu, ia, dia dan mereka

Bercerita tentang aku, kamu, dia dan mereka, cukup unik dan cukup menginspirasi dijadikan sebuah cerita untuk dibagikan. Semua berawal dari kita, kebersamaan kita di sebuah tempat dengan berbingkai masa. Aku dan kamu, sebelumnya tak ada yang istimewa, kita berbaur bersama. Ada sedikit kesan yang bertahta dalam hatiku, tapi bukan kesan yang ingin kukenang dan semua berjalan biasa, sangat biasa.

Di penghujung tahun ini, aku ingin sedikit mengurai tentang sebuah cerita yang akhir-akhir ini sepertinya lumayan sering diperhatikan oleh orang-orang sekitarku, sering muncul pertanyaan, "Ada apa antara aku dan kamu?". Cerita yang akan aku berikan semua dari sudut pandangku.

Aku, kamu, ia, dia dan mereka memang saat ini sudah tidak dalam kebersamaan di satu tempat, tapi masih dalam bingkai masa yang sama. Namun, sepertinya justru dengan ketidakbersamaan tempat lagi inilah yang membuat kita jadi punya cerita berbeda.

Aku dan kamu, sebenarnya tak ada niatku untuk membuat cerita beda. Namun, karena ia dan dia dan memang sudah tertakdir seperti ini akhirnya tertulislah cerita berbeda. Tanpa sengaja aku telah membuat sedikit tulisan tentang mu, yang sepertinya membuatmu sedikit galau, entah kamu benar-benar menerima tulisanku atau tidak, dan mungkin hal itu yang membuat aku sedikit terkesan di matamu. Aku nilai begitu, karena kamu pernah bertanya, mengapa aku berani mengkritikmu, aku jawab, kamu belum mengenalku, siapa pun berani kukritik.

Dan aku terpaksa mengusik hidup mu lagi karena ia datang mengusikku, dan aku membutuhkanmu. Lalu aku pun dipaksa terus mengusikmu, karena dia terperangkap pesona mu. Dan entah.. aku merasa semakin membutuhkanmu, ada perasaan nyaman saat bercerita dengan mu. Sebenarnya aku pun sadar ini salah, kita pun pernah membahasnya, dan sepertinya kita merasakan hal yang sama.

sekarang, jika tetap ada yang bertanya, "Ada apa antara aku dan kamu?"
jawabanku,    ;)


*usikan di penghujung tahun 2011

Minggu, 18 Desember 2011

Janji Suci

dengarkanlah wanita pujaanku
malam ini akan ku sampaikan
hasrat suci kepadamu dewiku
dengarkanlah kesungguhan ini
aku ingin mempersuntingmu
‘tuk yang pertama dan terakhir
jangan kau tolak dan buatku hancur
ku takkan mengulang ’tuk meminta
satu keyakinan hatiku ini
akulah yang terbaik untukmu
dengarkanlah wanita impianku
malam ini akan ku sampaikan
janji suci satu untuk selamanya
dengarkanlah kesungguhan ini
akulah yang terbaik untukmu, ooo

Lagu Yovie n Nuno "Janji Suci", lagu ini sangat kusuka, aku jatuh cinta pada lagu ini sejak pertama mendengarnya. Sangat romantis tapi realistis menurutku. Dan seharusnya seperti lirik dalam lagu itulah yang harus dilakukan oleh seorang pria yang jatuh hati pada seorang wanita: MEMPERSUNTING

Karena menggilai lagu ini, sejak dulu aku mengangankan seseorang yang akan mempersuntingku kelak akan mempersembahkan lagu ini untukku saat ia menawariku menjadi ibu untuk anak2nya, hhehe (^_^)
Saat mendengarkan lagu ini bareng2, aku pernah berseloroh tentang hal ini pada kawan-kawan, komentar mereka, "Gila! Trus calonmu suruh ngamen???", hhaha, sungguh aku gak pernah berfikir seperti itu, cuma aku benar2 pengen kelak calon suamiku nyanyi lagu itu untukku ;)

Mengutip kalimat dari seorang penulis buku Bukan Pernikahan Cinderella,
"Pernikahan yang kita jalani bukan pernikahan Cinderella. Cinderella tidak pernah mikirin harga beras yang terus naik, BBM yang melambung, apalagi perselingkuhan! Cinderella juga tidak pernah ngebayangin bagaimana caranya membangun rumah tangga idaman dan berhubungan baik dengan tetangga."

Jadi WAKE UP, Cite !!!!!
Ah, iya. Saya harus lebih berfikir realistis.
Kasihan calon suamiku kalau harus dipaksa nyanyi.. >,<

Tapi, aku tetap suka dengan lagu itu, dengan alasan di atas. Jadi pria itu harus jantan, berani menyukai harus berani meminang apalagi kalau sudah sukses mencuri hati anak gadis orang. Dia harus berani menawari si gadis untuk melangkah bersama dalam menjalani hidupnya..

Melumpuhkan logikaku


Melihatmu, mendengarmu, mengamatimu, memperhatikanmu
sebenarnya sesuatu yang kusuka dan memang inginku
mengetahui banyak hal tentang mu, membuatku merasa lebih berarti untukmu
mendekatimu dan bersamamu, kalau memungkinkan ingin selalu bersamamu

tapi kamu harus tau
aku memiliki sebuah kelemahan dalam kalbu
sebuah rasa yang akan hadir menyiksaku tanpa memberi kesempatan berfikir untukku
secara sadis memporak-porandakan dan melumpuhkan logikaku

sudah berkali-kali kuungkapkan ini padamu
aku tak mampu melihat, mendengar dan tau, ada yang lain yang dekat dengan mu
aku memang egois, karena aku tak mau tau apa yang sebenarnya ada pada mu
yang aku mau, kamu hanya dekat denganku

sudah berkali-kali pula kukatakan padamu
tentang rasa yang kini sering datang menyiksaku
sungguh, ini diluar kuasa dan inginku
aku sering belajar dan berusaha untuk merelakanmu
tapi, aku tak pernah mampu

inginku
mauku
hasratku
anganku
pintaku

kamu utuh untukku

Kamis, 15 Desember 2011

KARENA AKU MASIH MENGINGATNYA



Ciiiiiiiiiit!
Kaki Calista menginjak rem dengan sekuat tenaga. Ia menyadari telah menabrak seseorang dengan penuh kegugupan ia pun segera turun dari mobilnya. Tepat di depan mobilnya telah tersungkur seorang kakek tua.

Astaghfirullah, maaf Kek. Kakek tidak apa-apa?”, ujar Calista menyadari akibat kecerobohannya menyetir sambil melamun, ia pun berusaha menolong kakek itu untuk berdiri.
“Iya, Nak. Tak apa. Mungkin Kakek yang kurang hati-hati menyeberang”, jawab kakek itu sambil tersenyum. Senyum dan sikap tenang si Kakek justru membuat Calista semakin bersalah.
“Kakek, Kakek mau ke mana? Saya antar ya?”
“Kakek mau mengantar makanan ini. Tak perlu, Nak. Kakek tidak apa-apa, kok. Nanti malah merepotkan.”
“Ayolah, Kek. Anggap saja ini cara saya menebus kesalahan saya.”
“Mmm, baiklah. Mari. Kakek mau ke Panti Jompo di depan sana.”
“Baik, Kek.”

Calista pun menuntun si kakek duduk di mobilnya lalu ia segera menginjak gas kemudinya menuju Panti Jompo yang di sebutkan si kakek. Tak lama mereka pun tiba di Panti Jompo. Kakek menawarkan Calista untuk ikut masuk. Dengan senang hati Calista pun menerima tawaran tersebut, meski  ia juga belum tau Kakek mau menemui siapa.

Di depan sebuah kamar langkah Kakek berhenti, langkah Calista pun ikut terhenti. Kakek tersenyum ke arah Calista, lalu segera mengetuk pintu kamar tersebut. Tak lama keluarlah seorang perempuan tua, hampir seumuran dengan si Kakek.

“Siapa?”, tanya nenek itu ke arah kami dengan raut muka tak senang menyambut kedatangan kami.
“Aku suamimu.”, jawab Kakek sambil tersenyum mengejutkan Calista dan membuatnya terdiam dan terpaku melihat si kakek dan nenek.
“Suamiku? Ah, aku tidak mengenalmu.”
“Benar. Aku suamimu, ini aku bawakan makanan kesukaanmu.”
Si nenek menerima rantang berisi makanan yang dibawakan Kakek dengan masih memasang muka tidak senang akan kehadiran Kakek.
“Mari kita duduk-duduk dan ngobrol sebentar?”, ajak Kakek sambil mencoba menggandeng tangan Nenek.
“Jangan pegang-pegang aku! Aku tidak mau! Aku tak mengenalmu!”, tolak si nenek sambil menepis tangan Kakek lalu masuk ke kamarnya dan menutup pintunya rapat.
“Istriku, ini aku suamimu.”, ucap Kakek dengan wajah tenang berusaha menjelaskan.
“Sana pergi! Aku tak mengenalmu.”, jawab Nenek dari kamar.
“Ya sudah. Besok aku datang lagi. Kamu jaga diri ya.”, jawab Kakek mengalah.

Kakek menoleh ke arah Calista lalu mengajaknya keluar dari Panti. Calista yang masih tidak percaya dengan kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya hanya diam saja, dan mengikuti langkah si kakek. Calista berjalan sambil menggigit ujung kuku ibu jari tangannya. Ia masih sangat tidak percaya dengan apa yang baru ia lihat, ia mengamati wajah si kakek, tidak ada sedikit pun semburat wajah kecewa, Kakek masih saja tenang dan menyimpulkan senyum di bibirnya.

Karena tak ingin terus hanyut dalam kebingungannya, Calista pun memberanikan diri untuk bertanya pada Kakek, “Kek, tadi beneran istri Kakek? Kenapa beliau tidak mengenal Kakek?”. “Iya benar, Nak. Dia istri Kakek sejak 40 tahun yang lalu. Dia mengalami pikun berat, sehingga ia lupa banyak hal. Termasuk Kakek.”, jawab Kakek tetap tenang dan tegar tanpa menyiratkan muka kecewa atau sedih sedikit pun. Calista kembali terdiam, rasa kagum akan ketegaran Kakek mulai berpendar dalam hati.

“Saya lihat Kakek masih sangat menyayangi Nenek, meski Nenek tak mengingat Kakek.. ”
“Iya, Nak. Kakek sangat menyayanginya. Apa pun keadaannya sekarang. Rasa cinta dan sayang Kakek masih sama seperti 40 tahun yang lalu.”
“Sampai kapan Kakek akan menyayangi dan terus memperhatikan Nenek?”
“Sampai nafas terakhir Kakek.”
“Tapi, Nenek kan sudah tidak mengingat Kakek, kenapa Kakek masih mau terus menyayanginya?”
“Karena Kakek masih mengingatnya.”

Calista kembali terdiam dan kali ini ia merasa benar-benar kehilangan kata-kata. Rasa kagum yang telah berpendar semakin bertambah. Seorang kakek tua yang dikenalnya secara tidak sengaja telah mengajarkan tentang sesuatu yang sangat berharga, tentang ketulusan cinta yang begitu mengagumkannya. Tak perlu banyak alasan untuk terus mencintai dan menyayangi seseorang, cukup dengan alasan karena masih mengingatnya, cinta dan sayang mampu dipersembahkan dengan penuh ketulusan tanpa sedikit pun mengharapkan balasan.

*menceritakan kembali

Senin, 05 Desember 2011

Ibu selalu punya cinta

"Cara untuk tau besarnya cinta yang dimiliki seorang ibu untuk anaknya adalah dengan menjadi seorang ibu"
Sederet kata-kata yang mampu menarik mata ini untuk membaca status seorang kawan yang sudah menjadi ibu. Spontan bibirku membentuk lengkukan senyum. Hatiku pun bergetar, "mmm..calon anakku, mama belajar dulu ya, mempersiapkan dan membekali diri ini untuk menemani hari-harimu kelak" :)


Dan salah satu cerita dari Chicken Soup for the Soul yang menjadi cerita favoritku kiranya sangat layak untuk dibagi..

:: G R A T I S
Pada suatu sore, putra kami menghampiri ibunya di dapur, yang sedang menyiapkan makan malam, dan ia menyerahkan selembar kertas yang sudah ditulisinya. Setelah ibunya mengeringkan tangannya pada celemek, ia membacanya dan inilah tulisan si anak:
   Untuk memotong rumput                             $ 5.00
   Untuk membersihkan kamar minggu ini         $ 1.00
   Untuk pergi ke toko menggantikan mama          .50
   Untuk menjaga adik waktu mama belanja          .25
   Untuk membuang sampah                            $ 1.00
   Untuk rapor yang bagus                               $ 5.00
   Untuk membersihkan dan menyapu halaman  $ 2.99
   Jumlah utang:                                            $ 14.75

Si ibu memandang si anak yang berdiri di situ dengan penuh harap, dan aku bisa melihat berbagai kenangan terkilas dalam pikiran istriku. Jadi, ia mengambil bolpen, membalikkan kertasnya, dan inilah tulisannya.

Untuk sembilan bulan ketika Mama mengandung kamu selama kamu tumbuh dalam perut Mama, Gratis.
Untuk semua malam ketika Mama menemani kamu, mengobati kamu, dan mendoakan kamu, Gratis.
Untuk semua saat susah, dan semua airmata yang kamu sebabkan selama ini, Gratis.
Kalau dijumlahkan semua, harga cinta Mama adalah Gratis.
Untuk semua malam yang dipenuhi rasa takut dan untuk rasa cemas di waktu yang akan datang, Gratis.
Untuk mainan, makanan, baju, dan juga menyeka hidungmu, Gratis, Anakku.
Dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, harga cinta sejati Mama adalah Gratis.

Yah teman-teman, ketika anak kami selesai membaca yang ditulis ibunya, air matanya berlinang, dan ia menatap wajah ibunya dan berkata, "Ma, aku sayang sekali sama Mama.". Dan kemudian ia mengambil bolpen dan menulis dengan huruf besar-besar:
"L U N A S"
by: M. Adams

aBsuRd

Begitu banyak coretan yang kau berikan padaku, coretan yang mampu meyakinkan hati ini. Meyakini sesuatu yang menumbuhkan sebuah titik dan memindahkan sudut pandang ku terhadap mu. Dan aku melihatmu berubah, berubah menjadi sosok yang bukan dulu, tak lagi kagum yang kurasa, tak lagi positif di depan mata. Coretan tentang mu pun berubah, berubah menjadi sesuatu yang tak ingin kubuka dan kubaca. Ah, mengapa begitu cepat kamu membalikkan rasa.

Sempat terbersit dalam batinku, "Mmm, mungkin memang ini yang kamu ingini". Kamu sengaja menggiring hatiku menuju sudut ini. Memberiku coretan baru, coretan tentang mu yang harus segera kuhapus karena aku sudah tak mampu memaknai. Coretan yang jika terus aku simpan justru akan mengaburkan makna jejak yang kau tapaki.
Pergilah jika kamu ingin pergi. Biarlah semua coretan yang ada menjadi absurd di sini.