Rabu, 25 Desember 2013

(masih) tentang jilbab

Mengenai hukum berjilbab, saya tak akan membahasnya. Karena sebenarnya sudah sangat jelas. Hanya mengenai mau dan tidaknya mengamalkan, itu menjadi pertanggungjawaban masing-masing pada Sang Pemilik kehidupan.

Saya hanya ingin membagi pertanyaan yang cukup membuat saya berpikir. Teman saya pernah ada yang bertanya, “Seandainya tak ada syariat kewajiban berjilbab, apakah kamu akan tetap berjilbab?”. Jawaban saya, jika memang tak ada syariat berjilbab, mungkin saya tak akan mengenal jilbab karena mungkin tak akan ada fashion berjilbab di dunia ini (jilbab yang saya maksud di sini adalah jilbab yang menutup aurat secara sempurna, bukan sekedar penutup kepala), jadi saya tak akan berjilbab. Akan tetapi, saya akan mengenakan pakaian yang tetap tertutup dan sopan. Saya tak akan mengenakan rok mini dan pakaian lain yang terbuka, karena saya tak ingin memamerkan tubuh saya pada mata-mata lelaki yang seperti serigala (maaf, untuk kaum adam). Saya sabagai wanita merasa nyaman dan aman dengan pakaian tertutup.

Saya yakin bahwa para wanita yang berkeliaran dengan pakaian terbuka jika mereka masih normal, mereka pasti tetap merasa risih jika ada mata pria yang memandang tubuhnya dengan tatapan yang tidak wajar atau bahkan sampai menggoda dan melecehkan. Hati kecil mereka tetap akan merasa tak rela dan merasa kehormatannya dilecehkan.

Dari jawaban saya ini, akan saya kaitkan dengan fashion jilbab yang saat ini menjamur bahkan menumbuhkan komunitas-komunitas hijabers. Semakin banyak wanita muslimah yang berjilbab. Tapi hal ini pun menimbulkan pro-kontra. Banyak yang mendukung, tak sedikit pula yang mencemooh mengenai fashion hijabers saat ini. Banyak yang (mungkin) niatannya meluruskan cara berpakaian atau memakai hijab yang benar, justru terkesan mencemooh. Lalu akan timbul pertanyaan, “Memang cara berjilbab yang benar bagaimana?”, dan bahkan akan keluar pernyataan, “Jangan merasa benar sendiri dong!”.

Mungkin ada sebagian yang merasa model hijab saat ini salah atau jauh dari syariat. Yang benar itu harus memakai pakaian seperti di arab, berwarna gelap dan bercadar. Saya tidak menyalahkan sepenuhnya pendapat ini, tetapi sepertinya perlu sedikit dikoreksi. Secara esensinya, jilbab merupakan penutup aurat. Artinya penutup bagian-bagian tubuh yang tak boleh diperlihatkan pada selain mahrom (untuk mahromnya silakan cari ilmunya). Dan sepanjang yang saya tau sampai detik ini (mungkin karena kebodohan saya), saya belum menemukan ketentuan-ketentuan yang paten mengenai jilbab. Dalam Al-quran dan sunnah (maaf, terpaksa menggunakan dalil juga), hanya diberikan batasan-batasan umumnya saja, yaitu hanya boleh menampakkan wajah dan telapak tangan. Jadi jelas, cadar hukum asalnya bukan wajib.

Dan selanjutnya mari kita bahas mengenai warna pakaian dan model pakaian. Apakah pakaian muslimah harus gelap atau hitam? Sekali lagi, maaf mungkin katena kebodohan saya, saya belum menemukan dalil yang mengharuskan wanita memakai pakaian berwarna gelap. Apalagi mengenai model pakaian, tak ada ketentuannya. Saya hanya tau batasan umumnya, tidak tipis atau menerawang dan tidak ketat karena akan membentuk badan yang harus ditutupi (percuma ditutupi tapi masih membentuk badan). Serta saya tambahkan tidak menarik perhatian lawan jenis saat dikenakan, sifat menarik ini sangat subjektif, saya sendiri belum bisa memberi batasan yang secara tegas. Hanya saja, saya mengingatkan, esensi hijab adalah menutup aurat atau perhiasan wanita, jika pakaian yang digunakan justru berfungsi untuk perhiasan dan sangat menarik perhatian lawan jenis, hal ini akan menyimpang dari tujuan awal berhijab.

Saya pernah membaca suatu perumpamaan yang bagus mengenai warna dan model hijab, tapi maaf saya lupa sumbernya dan perumpamaannya saya modifikasi sedikit. Jika ada 15 bola hitam di dalam kotak lalu ditambah 1 bola berwarna kuning, mana yang lebih menarik perhatian? Dan lagi, jika di dalam kotak yang lain, ada 7 bola berwarna biru, 7 bola berwarna hijau dan 1 bola berwarna hitam, mana yang lebih menarik perhatian??

Kesimpulan saya, mengenai warna dan model hijab itu tidak ada ketentuan yang pasti. Jadi boleh saja menggunakan pakaian warna-warni dengan model yang tidak melanggar batasan umum; tidak tipis, tidak ketat,  menutup dada, serta model tidak berlebihan yang bisa menarik perhatian. Dan untuk yang mau mengenakan jubah dan bercadar, silakan, hanya saja tak perlu mencemooh yang lain.

Wallohu’alam wastaghfirulloh.

----------------------
Tulisan ini, pernah aku publikasikan di media Kompasiana dengan judul Model Jilbab Mestinya Bagaimana ?. Tulisan ini aku buat sengaja untuk menanggapi tulisan-tulisan yang sudah ada tentang jilbab, dan sekarang sengaja juga aku posting di blog pribadi sebagai pengingat untuk aku pribadi dan juga semoga bisa bermanfaat untuk muslimah yang lain.

Tulisan ini, murni hasil opini aku tentang jilbab dan bagaimana cara berjilbab, dan tentunya beginilah aku memahami jilbab dan mempraktekannya di dunia nyata. Ini bukan penyampaian tentang fiqih apalagi syariat. Jadi, mohon maaf jika mungkin ada pembaca yang merasa berseberangan dengan pendapat ini. :)

Kamis, 19 Desember 2013

aku dan kereta

Aku nggak tau pasti kenapa aku sangat terobsesi dengan yang namanya kereta api, mungkin karena aku belum ‘akrab’ dengan jenis kendaraan umum ini. Aku baru sekali naik kereta. Sebenarnya, seharusnya aku lebih terobsesi pada pesawat karena justru aku sama sekali belum pernah merasakan menjadi penumpang pesawat terbang sungguhan. Yah, tapi entahlah, justru aku jauh lebih terobsesi pada kereta. Dan cita-citaku sejak dulu adalah naik kereta api, ahhhaha..ini layak disebut sebagai cita-cita kah? :D

Belum lama ini aku mendapatkan gambar stasiun di Temanggung, kota saat ini aku tinggal. Aku kagum, campur haru. Temanggung itu letaknya di daerah pegunungan, dan bukan kota besar, bahkan mungkin belum layak disebut sebagai kota, jadi sangat mengagumkan, ternyata benar-benar pernah ada kereta. Gambar stasiun ini aku dapet dari hasil share warga temanggung di suatu group fb, dan katanya itu foto didapet dari Belanda.

stasiun Temanggung tahun 1907
Apalagi, belum lama ini juga, aku baca berita, bahwasanya perlintasan kereta api di kawasan Temanggung akan di-reaktifkan kembali oleh KAI. Cita-citaku buat naek kereta rasanya semakin memuncak, bikin hati ga karuan, seneng banget, berharap segera terealisasikan, aamiin ya Robb..

berita di Suara Merdeka
Eh, tapi sebenarnya, aku ga katrok-katrok amat pemirsa. Aku uda pernah naik kereta. Baru sekali sih, tapi pernah. Karena begitu terobsesinya, tiketnya masih aku simpan sampai sekarang >_<

tiket kereta perdana gue :D
Waktu itu aku masih kuliah, kuliah tahap akhir begitu lah tinggal ujian pendadaran buat dapetin SE, tepatnya 13 Januari 2012. Atas kehendak Allah, aku dapet undangan nikah dari temen kost-ku yang kebetulan kakak angkatan di kuliah, rumahnya Pemalang. Dan aku pun kegirangan, karena undangan ini aku berkesempatan buat ngerasain naik kereta. Tanpa pikir panjang aku pun meng-iyakan jadi delegasi buat temen2 kost, aku pergi hanya berdua dengan temenku yang asli Tegal, temenku ini uda bolak-balik naik kereta, nyenengin banget, karena dia tau itu pengalaman pertamaku naik kereta aku dikasi tempat duduk di dekat jendela, jadi aku bisa menikmati pemandangan di luar yang sangat-sangat sukses bikin aku kegirangan.

pantai daerah Batang (yang ini ambil di google :p )

Ahhhhh, jadi ga sabar pengen naik kereta (lagi), semoga akan selalu ada kesempatan untuk itu, dan semoga kesempatan-kesempatan itu akan aku lalui dengan seseorang yang akan selalu mau melindungiku.. aamiin ;)

Rabu, 18 Desember 2013

aku dan rok

Kali ini aku mau bercerita yang teramat kurang penting, ini hanya sekedar uneg-uneg yang memenuhi ruang memory-ku, daripada sekedar jadi uneg-uneg yang terus saja mengendap dan mungkin bisa memenuhi ruanganku lebih baik aku buat tulisan saja, siapa tau bermanfaat. Hhehehe

Ceritanya pekan kemaren, tepatnya hari Jumat yang indah, aku dan beberapa staf kantor bertugas nyari seragam kantor. Agak berbeda dengan belanja seragam pada pekan sebelumnya, kali ini kami mencari bawahan jadi saja, bukan bahan yang masih harus dijahit. Sesampainya di pasar, kami pun bertanya pada salah satu penjual, apakah punya stok celana panjang bahan bukan jeans warna biru donker, dan layaknya transaksi jual-beli baju secara wajarlah, kami memilih-milih. Di sela aktivitas itu, salah satu temanku menanyakan apa penjualnya juga punya stok rok untuk kerja. Dan, bisa ditebak untuk siapa rok ini. Iya, benar, aku dipilihkan rok. Jadi, tanpa aku perlu meminta mereka tau, aku bakal memilih rok, meski yang lain pakai celana.

Ahai, ternyata orang-orang di sekitarku sudah benar-benar tau apa yang menjadi pilihanku. Wajar sih, karena selama ini mereka belum pernah melihat aku mengenakan celana panjang ke kantor. Dan jujur, aku memang tidak memiliki celana panjang yang bisa aku gunakan untuk ke kantor. Meski sebenarnya, aku juga tidak anti celana, aku masih cukup sering memakai celana panjang, tapi hanya di rumah, buat tidur dan beraktivitas di dalam rumah saja, kalo keluar rumah aku bakal merangkapinya dengan rok.

Aku merasa terikat dengan rok ini sudah sejak beberapa lama. Terutama sejak aku memutuskan berjilbab, aku merasa kurang pede jika memadu-padankan jilbab dengan celana, meski bukan celana jeans, tetap saja menurutku kurang afdhol. Meski dulu aku belum bisa sepenuhnya menyingkirkan celana dari lemari. Ketika awal kuliah pun, aku sempat mengenakan beberapa celana. Tapi alhamdulillah, semakin naik tingkat kuliahnya, aku semakin bisa mengenyahkan celana karena koleksi rok juga sudah bertambah ;)

Ada cerita manis mengenai aku dan rok. Ketika masih kuliah, aku ada acara Visit Company dari kampus ke BEI di Jakarta dan perindustrian di Bandung, karena ke Jakarta pastinya ada acara maen ke dufan. Jujur, menjelang acara ke dufan aku sempet termenung, kenapa temen-temen pada ribet bertanya mau pakai celana atau rok. Yakin, aku nggak ada sama sekali kepikiran buat pakai celana. Aku mikirnya simple aja layaknya mau ke tempat wisata biasa. Aku sama sekali tidak memikirkan rok bisa membatasi wahana-wahana yang bakal aku naiki. Aku cukup tertegun saat hari H, terutama saat di gedung BEI, aku melihat banyak teman dekatku yang memakai celana, bahkan celana jeans. Why? Tapi aku enggak mau ambil pusing, sesampainya di dufan aku bersama salah satu teman dekatku pun dengan pede dan tanpa beban langsung mengantri ke wahana jet coaster, saat mengantri ini aku dapet SMS dari seseorang, isinya dia ngasi aku peringatan supaya hati-hati dan jangan sembarangan pilih wahana karena aku pakai rok! Bener, tebakan dia bener aku pakai rok. 

Penumpang jet coaster dijungkirbalikin semaunya >_<
Duh! Aku sempet panik, melihat jet coaster yang sedang berjalan berisi para pengunjung dufan, aku baru kepikiran gimana dengan rok aku??? Pengirim SMS aja cowok bisa kepikiran, kenapa aku santai-santai aja dan keukeuh dengan rok aku.

Tapi Alhamdulillah, aku inget, tenang, aku kan selalu pakai celana semacam legging untuk daleman. Jadi meski rokku tersingkap, insyaAllah auratku tertutup celana. Dengan tenang juga aku kabarkan tentang keadaanku pada si pengirim SMS supaya tenang.

Yah, tapi tetep saja aku salah. Celana yang aku gunakan sebagai baju rangkap itu kan mirip legging, ya membentuk kaki, mepet. Aku merasa risih sendiri dengan keadaanku waktu rok terpaksa disingkap karena wahana yang aku naiki memaksa aku menyingkap rok. Semoga Allah mengampuni kelalaianku. Ini jadi pelajaran penting buat aku, lain kali kalo maen ke tempat semacam dufan, aku harus pakai celana yang longgar untuk rangkapannya, biar aku bisa lebih pede dan tentunya lebih aman.

Aku juga beberapa kali menghela nafas melihat, mendengar atau sekedar mendengar dari orang, tentang teman-temanku yang dulu semasa kuliah sudah tampak lebih suka pakai rok, lalu saat kerja lebih suka mengenakan celana. Aku keheranan, kenapa ya? Apa karena motor? Kok aku belum pernah merasa terbatasi karena rok ku, padahal motor yang aku pakai juga bukan matic. Kenapa mereka bisa merasa terbatasi karena roknya?
Aku belum jago juga naek motornya, tapi aku bisa nyaman-nyaman aja dengan rok. Asal rok-nya lebar dan tentu aku tetep pakai celana panjang untuk rangkap.

Tapi, yasudahlah, itu urusan mereka. Buat aku, rok atau gamis itu lah fashion yang paling tepat buat wanita terutama muslimah, dengan rok akan jauh lebih melindungi dan menambah anggun J

rok manis :)

Kamis, 05 Desember 2013

memenangkan Allah daripada sekedar perasaan



aku belum lupa rasanya saat aku gugup membuka pesanmu, kamu mengabarkan telah datang untuk aku

aku belum lupa rasanya saat aku berjalan menuju pintu, berjuta rasa dan bertanya; nyatakah ini?

aku belum lupa rasanya saat aku berdiri dekat di hadapmu, masih dengan tanya; nyatakah ini?

aku belum lupa rasanya saat aku bisa menatap matamu menatap ke arahku, lagi-lagi penuh tanya; nyatakah ini?

aku juga belum lupa rasanya saat menikmati senyummu yang kamu lukis hanya untuk aku, mendengarkan untaian kata yang hanya kamu ucapkan untuk aku, serta salam yang kamu persembahkan hanya untuk aku, semua aku lalui dengan penuh tanya: nyatakah semua ini?

sungguh, aku belum lupa rasanya saat kamu benar-benar datang untuk aku


namun, aku juga tak akan pernah lupa, aku harus memenangkan Allah dalam setiap urusanku


Rabu, 04 Desember 2013

Usia kehamilan

Dalam kitab biografi Siyar A'lam an-Nubala' 1/452, MS, karya adz-Dzahabi disebutkan sebuah kisah yang terjadi tentang Khalifah Umar bin Khattabradhiallahu anhu. Suatu saat ada seorang suami yang datang kepada Umar. Dia menyampaikan bahwa dirinya sudah dua tahun tidak pulang. Tidak menemui istrinya. Tetapi saat ia datang, ternyata istrinya sedang hamil. Karuan saja, hal ini membuat sang suami kaget. Karena sudah dua tahun mereka tidak berhubungan ternyata istrinya sekarang sedang hamil. Suami itu minta kepada Umar untuk memberikan hukuman terhadap istrinya. Umar berpikir sederhana. Karena sudah dua tahun ditinggal suaminya, dan masih dalam status istri kemudian ternyata hamil, jelas merupakan hasil hubungan tidak sah dengan laki-laki lain. Dan dalam Islam, siapa saja yang sudah menikah dan melakukan zina maka harus dirajam. Sehingga Umar pun menjatuhkan hukuman rajam bagi istri malang itu.
Istri itu sesungguhnya harus bersyukur dan kemudian berterimakasih kepada Muadz bin Jabal radhiallahu anhu yang saat Umar memutuskan, dia ada di sampingnya. Muadz langsung memberikan pendapatnya kepada Umar: Kalau kamu memang mempunyai argumen untuk menjatuhkan hukuman mati kepada wanita itu, tetapi kamu tidak ada alasan untuk menghukum yang ada dalam rahimnya. Maka Umar mengundurkan waktu pelaksanaan hukuman, dibiarkan hingga wanita itu melahirkan.
Hari-hari yang tidak nyaman dilalui oleh wanita itu. Terbayang, sulit didapati raut ceria bagi seseorang yang menunggu ajalnya untuk permasalahan yang dia sendiri tidak mengakuinya. Seharusnya, hari-hari menunggu kelahiran anak adalah hari-hari yang indah. Apalagi kini sang suami ada di sisinya. Tiba saat melahirkan. Tentu kita bisa membayangkan apa yang ada dalam benak seorang ibu yang sedang berjuang untuk melahirkan bertaruh nyawa, di saat bersamaan ia dilelahkan oleh perasaan yang tidak menentu tentang hukuman rajam.
Bayi laki-laki mungil yang lucu terlahir. Sang ayah bergegas melihat anak yang baru dilahirkan oleh istrinya itu. Atas kebesaran Allah, sang suami melihat ada kemiripan yang luar biasa antara dirinya dengan bayi yang baru dilahirkan. Dengan setengah berteriak, sang ayah baru itu berkata, "Ini anak saya, Demi Yang Memiliki Ka'bah!" Dan uniknya, bayi itu terlahir sudah tumbuh gigi susunya.
Umar yang mendengar kelahiran bayi turut senang. Yang lebih membuatnya bahagia adalah pengakuan sang ayah bahwa itu adalah anaknya. Dengan itu, maka hukuman yang telah dijatuhkan oleh Umar menjadi batal. Karena sang suami sendiri telah mengakui bahwa yang terlahir adalah anaknya. Saat itulah Umar ingat Muadz bin Jabal yang telah memberinya masukan saat dia memutuskan. Dan inilah kalimat Umar tentang Muadz,
"Para ibu sudah lemah untuk bisa melahirkan orang seperti Muadz. Kalaulah bukan karena Muadz, hancurlah Umar."
Masalah kelahiran bayi langka ini masuk dalam pembahasan fikih tentang rentang usia kehamilan paling lama. Para ulama tidak bisa sepakat seperti kesepakatan mereka saat menentukan usia minimal kehamilan. Mereka berbeda pada masalah usia maksimal kelahiran. Cerita ini dan cerita-cerita lainnya, dipakai untuk menguatkan pendapat sebagian ulama bahwa terkadang kehamilan bisa berusia lebih dari setahun. Bahkan dua tahun atau lebih. Ternyata wanita itu benar, bahwa kehamilannya memang dari suaminya yang sah. Pertemuan terakhirnya dengan sang suami dua tahun silam membuatnya hamil. Dan baru terlahir saat sang suami kembali.
Oleh: Budi Ashari, Lc (link di sini)
---------------
Kali ini aku tidak menulis sendiri, aku meng-copy paste hikmah,
Aku merasa hikmah ini cukup penting untuk aku simpan, tentang usia kehamilan yang bisa terjadi lebih dari usia wajar dan masuk fiqih juga.
Kelahiranku menurut ibuku, orang yang telah mengandungku, atas kehendak Allah aku juga tinggal di dalam rahim melebihi usia wajar. Dan atas kehendak Allah juga lah, aku pernah bercerita pada seseorang yang tinggal di rahim ibunya kurang dari usia wajar. Aku pun menganggap berarti kami (aku dan dia) impas, aku lebih, dia kurang.

Enggak nyambung sih sebenarnya, toh beda ibu :p

Selasa, 03 Desember 2013

ketika hari minggu-ku ilang

Rasanya pekan ini tiap bangun dari tidur, aku linglung, bingung ini hari apa, hari ini pun aku salah mengingat, aku kira sudah hari Kamis ternyata baru hari Rabu.

Yeah, ini efek aku kehilangan hari Minggu-ku, maaf aku sedang tidak ingin menyebutnya hari Ahad, karena aku merasa hari Ahad adalah hari yang menyenangkan.
Minggu kemaren aku lembur di kantor karena yang punya saham datang dan meminta laporan stock opname. aku merasa ini sangat menyiksa: HARI MINGGU-KU ILANG !!!
Dan jelas, ini sangat berdampak pada kehidupanku secara global, semua agendaku tercerai berai, hari Ahad yang biasa aku habiskan di rumah dengan keluarga kandas begitu saja, waktu buat nyetrika pun gak ada ini membuat aku gak pede pake baju seadanya, jadwal service motor pun mundur (lagi). Emang sih dari lembur ini aku dapet fee yang nilainya lumayan, jadi demi untuk mengganti waktu berhargaku, aku mau menggunakannya untuk membeli buku yang berguna, biar pengorbanan mahalku ini tak tampak sia-sia :’(

Pekan ini, aku benar-benar merasa begitu berharganya waktu dan liburan. Aku merasa sangat penat. Pengen segera ketemu tanggal merah lagi. Pengen liburan, pengen jajan sesukaku, dan kalo bisa (tapi rasanya sedang tidak memungkinkan) pengen maen ombak di pantai, aku butuh L.I.B.U.R.A.N..

Dan pikiran carut-marutku ini akhirnya terdampar pada memory obrolanku bersama beberapa teman kantor beberapa hari yang lalu. Salah satu temanku berbagi niatan baiknya, suatu hari kalo ada rejeki dia pengen sekali ngajak liburan anak-anak panti asuhan. Bukan liburan yang ‘wah’,berkunjung ke tempat rekreasi pada umumnya, semacam ke pantai atau sejenisnya. Idenya simple. Dia pengen ngajak anak-anak panti ke bioskop dan foodcourt, biar mereka merasakan gimana rasanya nonton dan jajan makanan di tempat demikian.

Tadinya aku pikir, apa sih manfaatnya mengajak anak-anak panti ke tempat demikian?
Setelah aku pikirkan, itu ide yang bagus. Terlalu maenstream memang jika memberi sumbangan ke panti asuhan berupa nasi kotak, peralatan sekolah, pakaian dan uang. Apalagi kalo Ramadhan, beuh..rasanya semua pada ngasi nasi kotak. Iya, memang mereka sangat butuh semua itu, tapi anak-anak panti juga sama seperti kita yang butuh akan hiburan dan liburan. Penat sekali rasanya jika kita terus dihadapkan pada rutinitas yang membunuh.
Akan tetapi, sumbangan yang aku bilang maenstream itu bukan berarti harus dihentikan, itu kebutuhan primer!
Jadi, selain ngasi sumbangan buat kebutuhan primer, kita yang diberi anugerah rejeki lebih perlu juga memikirkan kebutuhan sekunder mereka.

dan aku pun jadi berikrar pada diri sendiri.

Suatu saat juga, semoga Allah mengizinkan, aku pengen mengajak anak-anak panti liburan.
Semoga Allah memberi kesempatan, aamiin J