Selasa, 03 Januari 2012

Ketika Salmonella Menyerangku

Kamis sore, 16 Juni 2011, aku merasa pening, suhu tubuhku meningkat. Sampai malam aku masih demam. Pagi harinya, demamku berbaik hati pergi meninggalkan tubuhku. Jumat malamnya, demam datang menyapaku kembali dengan suhu yang cukup tinggi, badanku pun mulai lemas tak berdaya, tapi aku berusaha memberi sugesti pada diri sendiri, meyakinkan diri sendiri bahwa aku baik-baik saja, karena masih ada tanggungan beberapa amanah membuat LPJ dan tugas kuliah, dengan sikap sok bijaksana menjadi dokter bagi diri sendiri aku membeli decolgen (obat flu) karena aku pikir mungkin demam yang menyerangku gejala flu saja. Tapi sepertinya aku salah karena obat itu tidak memberikan sedikit pun efek pada kepalaku. Pagi harinya, demamku kembali pergi, aku merasa cukup lega.

Beberapa teman di sekitarku mengetahui keadaanku, ada yang menyarankan untuk periksa ke dokter, khawatir aku terkena tipus atau penyakit lainnya. Aku sangat enggan mengikuti saran tersebut, aku merasa aku baik-baik saja. Tapi saat malam tiba demam kembali menghampiriku dan pening yang aku rasakan mulai benar-benar menyiksa. Aku mencoba terus memberikan sugesti positif pada diri. Seorang teman dekat pun datang ke kost membawakan wedang jahe atas pesananku. Biasanya setelah minum wedang jahe demamku berangsur sembuh, karena aku memang sudah sering demam, tubuhku sangat sensitive terhadap cuaca. Tapi kali ini sepertinya memang bukan demam biasa, ketika temanku pulang dan wedang jahe habis kuminum, demam masih terus menyiksaku.

Setelah berkonsultasi dengan keluarga yang ada di rumah melalui telpon aku pun memutuskan untuk memeriksakan diri ke klinik terdekat. Di klinik MARDI SARAS, aku diperiksa oleh seorang dokter muda, lelaki, beliau ternyata juga dosen di kampusku. Dokternya ramah dan cukup menjaga hijab, aku jadi merasa nyaman. Aku menceritakan tentang demam yang menyerangku akhir-akhir ini. Si dokter pun memberikan aku beberapa pertanyaan, aku menjawab sesuai apa yang aku rasakan. Aku melihat air muka dokter yang menyiratkan telah terjadi sesuatu yang cukup mengkhawatirkan pada tubuhku. Benar saja, dokter berkata, “Mbak, ini resepnya tebus di depan, kalo sampai besok belum turun demamnya, Mbak test laboratorium ya? Ini saya kasi surat pengantarnya. Testnya di Rumah Sakit dekat kampus saja, biar nggak kecapekan.

Aku benar-benar terkejut mendengar kata “Test Laboratorium”. Artinya aku harus merelakan darahku untuk diambil buat sampling. Haduh, membayangkannya saja aku sudah lemas. Sesampai di kost, pikiranku kacau. Bagaimana kalau aku masih demam sampai besok pagi. Aku menceritakan hasil periksaku ke keluarga dan beberapa teman. Mereka menghiburku.

Keesokan harinya demamku masi bertahan. Seusai shalat dhuhur aku meminta seorang teman dekat untuk mengantarku ke Rumah Sakit. Dengan berbagai bayangan menyeramkan tentang pengambilan darah, aku memberanikan diri mendaftar cek darah. Ketika namaku dipanggil, perasaanku benar-benar porak-poranda. Dengan perasaan takut aku melangkahkan kakiku memasuki ruangan. “Silakan berbaring Mbak..”, ujar si petugas ramah. “Iya..”, jawabku lemas sambil menempatkan diri. Lalu petugas memberikan instruksi berikutnya, aku pun mengikutinya. Aku memalingkan mukaku dari lengan kananku. Aku merasakan ujung jarum menyentuh kulitku, menusuk dan menembusnya, mata kupejamkan, aku merasa darah di lenganku berdenyut di sedot oleh alat penyedotnya. Sakit. Tubuhku lemas. Tak lama jarum itu melesat keluar dari tubuhku. Kulitku diusap dengan kapas basah, sepertinya ada darah tercecer. Aku hanya menduga, karena aku belum berani membuka mataku. Kapas yang sudah ditetesi obat merah ditempelkan pada kulitku bekas jarum dimasukkan, lalu kapas itu direkatkan dengan plester supaya menempel di kulitku.

Sudah, Mbak. Silakan ditunggu hasilnya satu jam lagi.”, ujar si petugas menyadarkanku. Aku pun mengiyakan, bangun dari bed dan keluar dari ruangan. Aku dan temanku duduk di depan lab untuk menunggu hasilnya.

Beberapa saat kemudian, kami melihat ada pasien baru masuk ke Rumah Sakit. Pasien wanita hamil mau melahirkan. Kami melihat si wanita terbaring di bed sambil memegangi perutnya dengan tubuh terkulai lemas, owh..sesakit itukah orang mau melahirkan. Tanpa kami sadari, aku dan temanku berdiri sambil memegang perut kami masing-masing sambil terus melihat ke arah pasien. Ternyata ada pengunjung lain yang memperhatikan tingkah kami, lalu pengunjung tersebut tersenyum dan menggoda kami, “Ih, Mbak-mbaknya..”. Kami pun tersenyum malu.

Setelah satu jam berlalu, temanku berbaik hati menanyakan kepada petugas lab apa hasilnya sudah bisa diambil. Kami pun agak kecewa, katanya hasil belum bisa diambil, harap tunggu sebentar lagi. Karena waktu ashar telah tiba, kami pun memutuskan untuk shalat terlebih dahulu di masjid Rumah Sakit. Di tengah perjalanan, keluargaku menelpon menanyakan kabar. Aku jawab sesuai keadaan. Mereka mendoakan semoga hasilnya baik-baik saja. Sesampainya di masjid, sebuah sms masuk dari seseorang, dia menanyakan kabarku. Aku jawab, aku sedang di rumah sakit menunggu hasil lab. Dia terkejut sama halnya keluargaku, dia juga mendoakan semoga aku baik-baik saja. Tak lupa kuceritakan padanya tentang pengalaman melihat pasien mau melahirkan, dia pun memberikan candaan yang sangat menghibur. Aku pun tersenyum, peningku berkurang J

Seusai shalat, aku dan temanku duduk-duduk sejenak di masjid. Menyadari waktu hampir menunjukkan pukul 16.30, kami pun bergegas menuju lab. Alhamdulillah, sesampainya di lab hasil sudah dapat diambil. Aku membukanya. Hasil hematologi darah rutin –ku menunjukkan bahwa darahku normal, terutama pada Leukosit-nya terlihat angka 7.6, artinya normal karena nilai normalnya antara 3.6-11.0. Aku bernafas lega. Tapi, aku lihat dari hasil test Imunoserologi widal-nya ada beberapa yang menunjukkan hasil positif, yaitu Salmonella Typhy Positif 1/320, Sal. Paratyphi B O Positif 1/320, Sal. Paratyphi C O Positif 1/320, Sal. Paratyphi H Positif 1/320, dan Sal. Paratyphi B H Positif 1/320. Aku agak khawatir, karena setauku Salmonella Typhy itu nama bakteri penyebab penyakit tipus.




Hari berikutnya, aku kembali periksa ke klinik untuk memastikan hasil lab. Ternyata dugaanku benar, hasil lab menunjukkan aku positif kena tipus. Tapi karena keadaanku masih cukup baik, aku tidak diwajibkan untuk opname, aku hanya diwajibkan untuk istirahat total dan rutin mengkonsumsi obat. Ketika orang-orang di sekitarku mengetahui aku kena tipus, rata-rata menampakkan muka tidak percaya. Aku juga sebenarnya tidak percaya. Karena aku memang terlihat sehat dan baik-baik saja. Yah, mungkin ini nikmat dari ALLAH untuk aku yang memang tidak tahan sakit.

Fa bi ayyi aa laaa irobbikuma tukadzibaan.. J