Teruntukmu teman terbaikku,
Kamu memintaku untuk menuliskan tentang ketidakrelaanku
akan turunnya iman mu.
Sesungguhnya, aku merasa sangat tak pantas dan merasa
berat atas permintaan mu ini. Aku cukup tau diri melihat keadaanku, aku bukan
orang suci atau orang yang telah memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Ah, tapi aku masih merasa pantas menjadi teman mu, kamu
memintaku, dan aku wajib memberikan nasehat untuk mu.
Dan untuk tulisan ini, semoga juga bisa menjadi pengingat
untuk diri aku.
My dear, yang pertama yang ingin aku sampaikan,
Jelas dan benar, sungguh, aku tak rela kamu berlama-lama
dalam keadaan futur. Aku tak pernah rela kamu berlama-lama melemah. Karena jelas
ini akan berdampak padaku, ingatkan? Kita bisa menilai agama seseorang dari
teman dekatnya, ini bukan pendapatku pribadi, ini shahih.
Lalu, mari kita renungkan bersama tentang ujian yang
datang dalam hidup ini.
Mari kita ingat-ingat lagi, Allah zat yang memiliki
mutlak hidup dan mati kita tak pernah menjanjikan hidup di dunia ini tanpa
ujian. Bahkan memang Allah ingin menguji kita dengan hidup ini, buka kembali
kitab sampul cokelatmu, kamu akan temukan, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?”
(TQS. 2: 214), “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?.” (TQS. Al-Ankabut: 2)
Sangat jelas kan? Allah tak pernah menjanjikan
hidup mudah tanpa ujian. Sangat wajar bila kita merasa bersedih hati atas ujian
yang ada. Ah, aku pun tak jarang mengeluh. Semoga Allah mengampuni sifat keluh
kesah kita ini.
Akan tetapi, jangan pernah biarkan hati kita
kebas dari nikmat Allah yang lainnya karena kita terlalu larut dalam kesedihan.
Sungguh demi Zat Yang Maha Suci, ujian yang menimpa kita sungguh sangat kecil
dibanding ujian para nabi dan rasul. Melihat dan membaca kisah perjuangan para
nabi, rasanya malu jika diri ini terus mengeluh. Ketika kita merasa tak nyaman
dengan tempat kerja, wahai diri, tengoklah kisah para nabi yang dikucilkan masyarakat
bahkan oleh keluarganya sendiri karena demi membela tauhid, bahkan tak jarang
mereka diusir dari tempat tinggal mereka. Dan ketika kita merasa waktu yang
Allah berikan untuk bertemu dengan jodoh kita teramat lama dan menyiksa karena
orang-orang sekitar terus saja mencerca tak terkecuali keluarga kita, tengoklah
kisah Nabi Adam yang harus berpisah bertahun-tahun dari tulang rusuknya dengan
keadaan hina dan diturunkan ke bumi.
Mungkin kamu akan berkata, “ah, mereka kan
para nabi, sudah jelas mereka kuat dengan cobaan itu! Jangan ambil contoh yang
terlalu jauhlah”
Oh my dear, buka kembali kitab cokelatmu, Allah sudah menjawabnya, “Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan
kesanggupannya (TQS. 2: 286).
Jika kamu merasa terlalu klise apa yang aku
tulis ini, istighfar, apa yang aku tulis dan motivasi yang aku berikan memang
hanya bersumber dari Al-quran. Aku merasa hanya inilah penawar terampuh untuk
setiap ‘sakit’ seseorang yang beriman.
Tak pantas rasanya jika hati orang beriman
lebih mau menerima penawar dari kata-kata motivasi yang tak jelas asalnya,
apalagi sekedar kata-kata mutiara dari seorang motivator yang tak berdasarkan
Al-quran. Jika pun kata-kata motivasi yang tak jelas itu mampu memberikan
ketenangan hati, itu hanyalah fatamorgana dan teramat rapuh, karena yang
menciptakan kita jauh lebih tau tentang diri kita. Jadi jelas, hanya dari Sang
Pencipta diri kitalah penenang diri kita.
Hmm.. Ramadhan, insyaAllah akan segera tiba,
mungkin dengan sedikit mengingat Ramadhan-Ramadhan yang telah kita lewati
bersama akan sedikit membantu mu memulihkan rasa.
Aku selalu teringat, saat kita berdua
menyelesaikan proposal Kegiatan Ramadhan di basecamp FSA. Kita hanya berdua. Waktu
itu sangat sepi. Dua mahasiswi angkatan baru yang masih minim pengalaman,
berusaha dengan sisa-sisa tenaga untuk membuat proposal, ketik-ketik sesuka
hati. Dan mungkin tak akan pernah aku lupakan, aku memaksamu untuk mendengarkan
lagu Snada “Teman Sejati”. Aku sengaja tak mempedulikan perasaan mu, kamu bakal
suka atau tidak. Waktu itu, aku hanya ingin menularkan rasaku. Aku merasa
menemukan teman sejati, teman sejati itu pada diri kamu. Aku percaya kamu
adalah teman yang baik, yang bisa diajak berjuang bersama-sama denganku untuk
meraih jannah-Nya. Dan sekarang, aku tak mau kamu mengecewakan harapanku ini.
Aku masih ingin melangkah bersamamu. Meski sekarang kita
tak bisa melangkah beriringan sambil bergandengan tangan. Aku ingin kita tetap
melanjutkan langkah kita dengan saling menguatkan dengan dekapan doa. Aku ingin
kamu merasakan kehangatan atas setiap rindu dan untaian doaku.
Jadi, tetap kabarkan pada semesta,
Tak ada yang akan hilang dari ingatan, kita tetap saudara
kan? ;)
Selalu sesak saat sampai pada episode Ramadhan di FSA itu :')
BalasHapussungguh, momen itu sangat membekas.. :')
Hapus