Rabu, 20 November 2013

uang receh di mataku

Salah satu kekuranganku dari sekian banyak kekurangan yang ada dalam diri aku adalah aku kurang menghargai uang recehan, terutama uang logam. Hal ini akan tampak sekali saat aku berbelanja di minimarket atau swalayan, ketika aku menerima kembalian berupa recehan, biasanya aku akan memasukkannya begitu saja ke dalam kresek belanjaan, bercampur baur dengan barang belanjaan. Dan bagaimana nasib uang kembalian itu? Biasanya aku terlupa, akan tetap ada di kresek atau aku jadikan satu dengan recehan yang lain, dan jika sewaktu-waktu ada yang butuh uang recehan, tinggal aku kasiin, tapi yang jelas aku nggak akan menggunakannya untuk dimasukkan dalam kotak infaq. :)

Akan tetapi, belum lama ini aku merasa tertampar. Suatu hari aku pergi ke suatu tujuan dengan kendaraan umum. Aku naek bus yang cukup penuh penumpang, penumpangnya aku lihat kebanyakan berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional, ibu-ibu sepertinya seumuran dengan ibu aku.

Yang cukup menarik buat aku dari perjalanan dengan bus ini, adalah ketika si kondektur memberi uang kembalian dengan jumlah yang kurang. Lalu salah satu ibu itu protes, minta ditambahin uang kembaliannya. Kalo aku ada di posisi ibu tadi, jelas aku lebih memilih diam, toh kembaliannya hanya kurang 500 rupiah saja. Rasanya tenagaku terlalu mahal untuk bicara demi uang 500rupiah.

MasyaAllah, ternyata tak hanya sekali itu saja aku melihat pemandangan demikian. Bahkan pernah ada yang dibela-belain sampai berdebat demi mendapat kembalian recehan yang menurutku hampir tak ada nilainya.

Menurutku debat yang dilakukan sungguh sia-sia, nilai yang diperjuangkan teramat kecil. Yah, ini pikiran aku sebagai anak ekonomi. Tapi, sepertinya memang ada yang salah dengan mindset-ku.

Aku coba merenungi lebih dalam cara pandang para pelaku debat. Aku ambil salah satu sebagai sampel, ibu yang berprofesi sebagai penjual di pasar. Misalkan saja ibu itu adalah penjual sayuran, 500rupiah bisa saja adalah margin yang ia peroleh dari harga pokok penjualan 1kg kentang yang ia jual. Di mana dalam penjualan ini prosesnya sangatlah tidak sederhana, si ibu dari pagi menunggu ada calon pembeli yang berminat untuk membeli, lalu mungkin harus melalui proses tawar-menawar. Ah..jadi sangat pantas kalo si ibu itu rela mengeluarkan tenanganya untuk mendapatkan hak 500rupiah-nya.

OK, aku sepertinya kadang terlalu men-general-kan keadaan, jadi aku sering kurang mampu memahami suatu keadaan.
Pelajaran terpenting: HARGAI UANG RECEHAN :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar