Rabu, 06 Maret 2013

aku dan kamu, masih dengan ceritaku (ADK part 3)


Tunas itu.. eh, pohon itu maksudku. Pohon itu masih hidupkah hingga saat ini?”, tanyamu pelan dengan menatapku lekat-lekat, muka ku memerah menyadari kamu menatapku demikian. Aku memilih cepat-cepat mengalihkan pandanganku, menghindari tatapan mata mu. Tanganku mengambil botol minum dan segera menyesap airnya.

Lintang, masih hidupkah pohon itu? Atau telah layu karena lama tak mendapatkan air?”, kembali kamu mendesakku agar segera menjawab pertanyaanmu. Aku kembali menikmati minumanku. Pandanganku jauh ke tengah lapangan alun-alun ini. Melihat kesibukan para pengunjung. Aku sedikit mencuri pandang ke arahmu. Posisimu sudah berubah, pandangan matamu juga telah berubah, tak lagi menatap ke arahku. Kamu ikut memandang jauh. Sepertinya kamu sudah menyerah dengan pertanyaan mu. Jadi, aku biarkan saja senyap sementara. Aku dan kamu diam sementara.

Aku masih menyimpan kertas coretan mu beberapa tahun lalu.”, kamu kembali membuka percakapan. Aku hanya tersenyum mendengarnya tanpa mau menoleh ke arah mu. Aku ingat, dulu aku pernah memberi sebuah coretan yang berisikan tentang sedikit unek-unek ku kepadamu. Dulu aku membuatnya spontanitas saja, jadi tak banyak pula yang kutulis untuk mu. Kamu memang pernah mengatakan akan menyimpan kertas itu, dan aku menyarankan untuk membuangnya saja, aku takut kelak seseorang yang mendampingimu akan cemburu jika melihat kertas itu. Padahal, dalam hatiku berkata, “Simpanlah..simpanlah kertas itu, kelak jika kita ditakdirkan bersama, tunjukkan kertas itu kepadaku saat aku telah halal untuk mu. Pasti aku akan sangat bahagia melihatnya kelak, karena aku merasa sangat berarti untuk mu.”

25 Juni besok usiaku 23 tahun, genap 1 tahun kontrak kerjaku, aku harus memenuhi janjiku pada keluarga. Doakan agar Allah segera mengabulkan doaku ya? Aku berdoa, semoga aku bisa menikah dengan orang yang aku cintai dan mencintaiku sepenuh hati.”, ujarku kepadamu. Kamu kembali menatap ke arahku. Sepertinya kamu tidak mengira aku akan menyampaikan hal itu. Aku kembali tersenyum melihatmu. Lalu kamu kembali mengalihkan pandangan. Menatap jauh. Air mukamu datar tanpa ekspresi. Ini yang aku benci, aku tak bisa membaca apa yang kamu pikirkan.

Kamu masih diam. Aku melanjutkan menyampaikan keinginan hatiku. Sesuai doa yang telah aku titipkan kepadamu dan doa yang selalu kuminta dalam setiap sujudku, aku ingin menikah dengan seseorang yang aku cintai dan mencintaiku. Menikah dengan pilihan hatiku. Kamu menatapku penuh ragu saat mendengarkan pemaparanku. Aku kembali tersenyum. Aku yakin dengan janji Allah. Allah akan mengabulkan doa hambaNya yang mau meminta. Dan aku yakin, jodoh itu di tangan Allah, bukan di tangan manusia yang lain. Tak ada manusia yang bisa memaksakan jodoh untuk ku. Makanya aku terus berdoa pada Allah. Biarlah Allah saja yang mengatur semuanya untuk ku. Biar Allah saja yang mempertemukan aku dengan jodohku. Cukup Allah saja.

gambar hasil googling, dengan sedikit editan
Kamu hanya diam mendengar semua penuturanku. Lagi-lagi tanpa ekspresi. Sepertinya kamu masih ragu, tak apa. Biarlah Allah yang memberi petunjuk. Biar Allah yang menunjukkan takdir-Nya untuk ku, takdir yang telah lama tertulis di kitab Lauh Mahfudz. Aku titipkan segala rasaku ini pada-Nya. Aku yakin, Allah-lah sebaik-baik perencana.

Pohon itu masih hidup. Masih berdaun dan berbunga sampai detik ini.”, ujarku kembali untuk memecahkan kediaman mu. Tapi kali ini aku berbicara datar tanpa ekpresi dengan pandangan jauh ke depan dan tentunya tanpa mencuri pandang ke arahmu. Aku tak peduli kamu masih butuh ataukah tidak jawabanku atas pertanyaanmu.



*bersambung

Kota Tembakau, 7 Maret 2013, 10:47

Baca: