Aku pernah nggak terima. Aku sempat melayangkan protes
pada seorang teman. Hanya gara-gara panggilannya berubah. Salah satu teman aku
yang biasanya memanggil dengan panggilan “ukh” atau lengkapnya “ukhti”,
tiba-tiba dia memanggilku “dek”. Entah apa motifnya, abaikan saja. Yang jelas
waktu itu aku merasa aneh dan sangat janggal. Jawaban dari temenku sesaat
setelah aku protes kurang lebih, “lho,
kan sama saja. Ukhti itu dari bahasa arab yang artinya saudariku; kakak/adek perempuan. kalo di Indonesia bisa diganti
adek/kakak, jadi kalo aku panggil dengan ‘dek’ sama saja.”
Jlebbbbbb!!!!
Waktu dapet jawaban atas protesku.
Ah, aku lupa. Alasan dia mutlak benar. Meski aku tidak
punya kapabilitas bahasa arab yang baik, aku tau maknanya memang demikian. Dan
meski hanya sedikit, waktu di MI aku pernah diajari dasar-dasar bahasa arab.
Cukup. Aku tak bisa menyalahkannya lagi.
Belajar dari pengalaman tersebut, aku berusaha membuka
mata terkait penggunaan vocab bahasa arab di sekitar, yang menurutku banyak
yang tidak pas penggunaannya, bahkan banyak yang mengalami penyempitan makna.
Untuk lebih jelasnya, yuk belajar dari ahlinya, mari
sekarang baca cermat pembenahan beberapa penggunaan vocab di Indonesia yang aku
ambil dari status FB Fatihdaya
Khoirani :
1. Penggunaan
Ukhty-akhy
أختي (baca:
ukhtii) artinya adalah saudariku
أخي (baca: akhii)
artinya adalah saudaraku
Seringkali kita
jumpai akun Facebook seorang wanita atau seorang pria "ukhtina",
"ukhti", "akhi", namun kata ini terletak sebagai awal
nama…seperti: "Ukhti Ayu" (Saya hanya mengambil contoh dan itupun
murni "mengarang"…jadi, jika memang ada kesamaan dengan seseorang yang ada
di Facebook ini, saya minta maaf…karena sependek yang saya ingat, malah tidak
ada salah satu kontak saya yang bernama demikian), maka artinya menjadi
"saudariku, Ayu".
Atau mungkin kita pernah mendengar "ukhti
ku" =>kata "ukhti" saja sudah berarti saudariku kok…beda
halnya jika kalimat seperti ini digunakan dalam bahasa arab dengan susunan
semisal "أختي أنا" (baca: ukhtii ana. Artinya:
benar-benar/betul-betul saudariku) bahwa seseorang yang dipanggil
"saudariku" itu memang betul-betul saudari si pembicara….maka kata
"ana" yang berarti saya, berfungsi untuk menguatkan/menegaskan
(taukiid) bagi kata ganti yang menyatakan "milikku" (berupa dhamir ya
mutakallim), yang tersimpan dalam lafazh أختي , yang maknanya adalah saudariku.
Akan tetapi, itupun memang digunakan dalam bahasa arab…kalau kalimat
"ukhti ku" digunakan dalam susunan bahasa Indonesia malah jadi tidak
betul.
Demikian pula ketika menyebut "ukhtina"
=> ada faktor apakah yang menyebabkan lafazh "ukhti" menjadi dikasrah
(membuatnya menjadi ism majruur)? Faktornya memang betul-betul ada, atau
takdirnya hanya mengada-ada saja [ngepas-ngepaske wae]? Atau mungkin karena
belum paham bahasa arab ya? mungkin posibilitas terakhir ini yang lebih besar.
Saran saya: coba gunakanlah "ukhtukum"
yang artinya saudari kalian (yang diajak bicara adalah kumpulan pria, atau
campuran antara pria dan wanita)…atau "ukhtukunna" (saudara kalian
=> yang diajak bicara adalah kumpulan para wanita)
2. Penempatan kata "AKHAWAAT-IKHWAAN"
Kita sering menjumpai orang berkata,
"Ada seorang akhwat"…atau "Ada seorang ikhwan" yang
demikian dan demikian atau ketika mendapat telpon dari seseorang, "Saya
sedang berbicara dengan siapa? akhwat atau ikhwan ya?" Kalimat ini, jika
hanya ditinjau dari maksudnya…maka si pendengar bisa memahami bahwa yang
dimaksud oleh pembicara adalah seorang lelaki/wanita penuntut ilmu syar'i atau aktivis dakwah. Akan tetapi, jika ditinjau dari makna dua kata ini secara bahasa, tentu penempatan kata pada kalimat tersebut keliru. Ikhwan إخوانٌ merupakan kata yang diambil dari bahasa arab, dan kata ini adalah bentuk jamak (plural) dari kata "akh". arti ikhwaan: saudara-saudara lelaki (baik ada hubungan darah/pertalian nasab yakni kandung satu ayah satu ibu; satu ayah lain ibu; satu ibu lain ayah atau sepersusuan, maupun teman sejawat). Begitupula dengan kata akhawaat yang merupakan bentuk jamak dari kata ukht yang artinya saudari-saudari wanita (baik ada hubungan darah/pertalian nasab yakni kandung satu ayah satu ibu; satu ayah lain ibu; satu ibu lain ayah atau sepersusuan, maupun teman sejawat)
Untuk belajar lebih banyaknya, silakan belajar
pada ahlinya. Dengan belajar bahasa arab, selain kita jadi tau penggunaan yang
tepat vocab-vocab bahasa arab, kita juga bisa belajar memaknai al-quran dengan
baik. Salah satu contohnya dalam memaknai ayat TQS. Al-Insyiroh: 5-6, mungkin
pernah ada yang bingung dan bertanya-tanya, saya pribadi jujur pernah bertanya, mengapa melalui 2 ayat ini bisa
ditafsirkan bahwa Allah menjanjikan 2 kemudahan pada setiap 1 kesukaran. Dan
inilah penjelasannya, aku ambil di kucintaquran.blogspot.com :
Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Ta’ala berfirman,
“Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. An Nasyr: 6)
Mengenai ayat di atas, ada beberapa faedah yang bisa kita ambil:
Di balik satu kesulitan, ada dua kemudahan
Kata “al ‘usr (kesulitan)” yang diulang dalam surat Alam Nasyroh
hanyalah satu. Al ‘usr dalam ayat pertama sebenarnya sama
dengan al ‘usr dalam ayat berikutnya karena keduanya
menggunakan isim ma’rifah (seperti kata yang diawali alif
lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Jika isim ma’rifah diulang,
maka kata yang kedua sama dengan kata yang pertama, terserah apakah isim
ma’rifah tersebut menggunakan alif lam jinsi ataukah alif
lam ‘ahdiyah.” Intinya, al ‘usr (kesulitan) pada ayat
pertama sama dengan al ‘usr (kesulitan) pada ayat kedua.
Sedangkan kata “yusro (kemudahan)” dalam surat Alam Nasyroh itu ada
dua. Yusro (kemudahan) pertama berbeda dengan yusro (kemudahan)
kedua karena keduanya menggunakan isim nakiroh (seperti kata yang tidak diawali
alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Secara umum, jika isim
nakiroh itu diulang, maka kata yang kedua berbeda dengan kata yang pertama.”
Dengan demikian, kemudahan itu ada dua karena berulang.[1] Ini berarti ada satu
kesulitan dan ada dua kemudahan.
Dari sini, para ulama pun seringkali mengatakan, “Satu kesulitan tidak
akan pernah mengalahkan dua kemudahan.” Asal perkataan ini dari hadits yang
lemah, namun maknanya benar[2]. Jadi, di balik satu kesulitan ada dua
kemudahan.
Note: Mungkin sebagian orang yang belum pernah mempelajari bahasa Arab
kurang paham dengan istilah di atas. Namun itulah keunggulan orang yang paham
bahasa Arab, dalam memahami ayat akan berbeda dengan orang yang tidak
memahaminya. Oleh karena itu, setiap muslim hendaklah membekali diri dengan
ilmu alat ini. Di antara manfaatnya, seseorang akan memahami Al Qur’an lebih
mudah dan pemahamannya pun begitu berbeda dengan orang yang tidak paham bahasa
Arab. Semoga Allah memberi kemudahan.
Demikian, semoga bermanfaat J