Rabu, 09 November 2011

Menilai Wanita

Kejadian 1
     Seorang lelaki yang baru aku kenal via SMS, tiba-tiba mengirim pesan, intinya kurang lebih "Maukah kamu mendapat surprise?". Tanpa pikir panjang dan banyak tanya, asal aku balas saja "Iya, mau.". Tak lama kemudian ada pesan masuk dari M-Tronik, melaporkan adanya transaksi pulsa dengan sejumlah nominal ke nomer IM3-ku. Aku agak bingung, ini siapa yang ngisiin pulsa. Satu pesan baru kembali masuk dari lelaki tadi, "Sudah masuk surprise-nya?". Aku langsung balas, "Terimakasih. Lain kali tidak perlu repot2. Saya masih mampu beli pulsa". Bukan mau sok kaya dengan menolak pemberian orang. Hatiku berkata, "Kalo aku sering terima pulsa gratisan, aku pasti bakal ngrasa gak enak hati kalo gak bales sms si Pemberi pulsa"

Kejadian 2
       Adat di desaku, kalau ada warga yang punya hajat nikahan maka si empunya hajat akan meminta tolong para pemuda dan pemudi yang masih berstatus lajang buat jadi pramusaji. Waktu liburan kuliah, kebetulan ada tetenggaku yang menikah, dan seperti biasanya, aku yang masih berstatus lajang dimintai tolong untuk menjadi pramusaji. Sekitar jam sepuluhan pagi, ada sms masuk dari nomor asing isinya, "Tolong siap-siap buat jadi pramusaji, acara mau mulai". Aku pun segera bersiap mengenakan seragam yang disediakan.
       Tak lama kemudian ada tetanggaku (lelaki) yang datang ke rumah. Dia bilang mau menjemputku. Aku agak heran liatnya, tapi berusaha bersikap biasa menghindari GR. Ketika keluar rumah, aku semakin terbengong, ternyata dia jemput pake motor. Akhirnya akau nggak tahan buat tanya, "Ngapain pake motor? kan dekat situ..". "Ya, takutnya kamu nggak mau kalo aku jempunya jalan kaki..". Gubrak!

Dari 2 kejadian di atas yang pernah aku alami nyata. Aku pernah berkaca diri dan mencoba berefleksi, bertanya, "Apa aku terlihat matre ???"
Jadi teringat ucapan salah satu teman, "Witing tresno saka cacahing donya" (Cinta tumbuh karena harta). Kadang aku tertawa sendiri, emang aku lihat kebanyakan orang sudah terjangkit virus itu. Pepatah lama witing tresno jalaran saka kulina, sudah kalah pamornya. Tak perlu jauh-jauh mencari sampel kalau mau melakukan penelitian (kalau ada yang mau), di sekitar kita banyak banget sampel yang terjangkiti virus itu ;)

Jujur, aku akui dan tak kan pernah mengelak. Aku butuh yang namanya harta. Aku pun kadang pengen yang namanya makan enak+mahal, butuh naik taksi, pengen belanja di tempat bergengsi dan aktivitas lainnya yang mungkin terlihat sangat hedonis. Namun, aku punya alasan untuk setiap kebutuhan dan keinginanku. Aku manusia sosial normal yang pengen ngrasain makan dan belanja (atau sekedar lihat-lihat) di tempat mahal. Aku butuh kendaraan yang bisa mengantarkan aku ke suatu tempat dengan cepat dan nyaman.

Akan tetapi, sangat salah besar. Jika seseorang menilai aku sebagai orang yang bisa "dibeli". Aku tau, 2lelaki yang aku ceritakan di atas mempunyai suatu maksud. Bukannya GR, tapi aku bisa membaca dari tingkah mereka bahwa mereka sedang berusaha menarik simpatiku. Hmmm..tapi sayang sekali, cara mereka salah. Bukan simpati yang aku rasakan, justru aku merasa direndahkan. Mereka menganggap rasa simpatiku dapat "dibeli" hanya dengan pulsa atau pameran motor.

Ingin sekali kusampaikan pada kaum lelaki,
"Jangan pernah memvonis semua wanita sama, mungkin memang ada sebagian kaum wanita yang suka dirayu dengan harta/fasilitas. Tapi, tidak semua wanita demikian, termasuk saya. Muliakanlah wanita dengan perilaku mulia mu. Rebutlah hati wanita dengan pesona iman dan akidah mu."



       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar