Senin, 22 April 2013

When Approached #7

To: anin.dieta@live.com
Subjet:



Aih, dari GM pindah ke rekan kerjaku lain y? Staf accounting di kantor pusat (jakarta) kemaren PHP-in aku, bener-bener PHP ini. Aku kan bantu bikin file untuk program 2013nya, karena dia nggak bisa. Masa’ di whatsapp dia message gini, “Uda bisa Anne,makasih y, aduh, kalo deket aja kamu saya traktir deh.”. Arrrggghhhh..kami kan AKAP (Antar kota Antar Provinsi) -_________-

Ahhhaha..tumben kamu gampang nyerah?
Padahal aku uda nyiapin banyak amunisi, hhehe. Aku bukannya mau berlebihan ya Anin, tapi rasanya semesta pun sepakat, yang namanya perasaan sulit untuk diatur. Kamu sudah baca novel Tere Liye “Daun yang jatuh tak pernah membenci angin” kan? Sangat rumit sayang, meski kadang sudah jelas, sejelas bulan purnama di malam yang gelap, tetap saja penyelesaiannya masih rumit.

Aku tau. Aku sadar. Tapi, tetap tenang An. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku tak mau terus begini. Meski hati aku (mungkin) saat ini dan entah sampai kapan akan terus menggemakan nama Ardhian, suatu saat nanti jika memang keadaannya masih menggantung seperti ini, aku akan beranjak, layaknya daun yang jatuh, aku akan berusaha menerima takdir, aku akan membuka hatiku untuk orang lain, aku akan membangun cinta, bukan jatuh cinta (lagi).

Ahhaaha, kritikanku, semena-mena y? :D
Ok2, insyaAllah dengan senang hati aku akan stalking (lagi) demi kamu, pekerjaan yang aku senangi, mengintai orang, padahal ada hadist yang melarang ya? Eh, tapi ini kan demi calon suami y, jadi halal.

Owh, iya jadi inget, kemaren Ahad, aku habis kondangan ke tempat temen SMA. Dan kamu tau? Saat mereka penjajakan, aku juga yang diminta menilai si cowok. Aku jadi berasa punya profesi baru ini. Padahal aku sendiri belum nikah -___-

Soal perjodohan yang itu. Kamu lupa? Aku kan pernah nangis-nangis waktu itu. Gila! Waktu itu aku sedang pusing dengan skripsi, eh..malah ada balada perjodohan segala.
OK lah, flash back sejenak.
Sejak pertama si pembawa sang calon datang ke rumah (adeknya eyang buyutku) dan bertanya apakah aku sudah punya pacar atau calon, aku langsung lemes, aku rasanya sudah bisa menebak arah pembicaraan.
Waktu itu rasanya aku pengen bilang, “Sudah!”, tapi aku juga tak mau berbohong. Kenyataannya emang aku belum pernah pacaran. Demi menghormati beliau dan menjaga kehormatan keluargaku, aku pasrah, aku meng-iyakan. Ketika di rumah, aku benar-benar pasrah. Aku terima saja foto si calon yang diberikan. Lumayanlah secara fisik.
Akan tetapi, saat di semarang, aku berpikir dan hasilnya menangis. Hey, katanya pria itu bilang, “Saya mencari istri yang sholehah, agar saya merasa aman dan nyaman ketika kerja di luar negeri, karena istri saya pasti akan tetap di rumah dengan tenang.”.

Hati kecilku berontak mendengarnya, “Hey, saya tak hanya butuh status! Saya butuh seorang imam!”, aku nggak mau, aku dinikahi lalu dibawa pergi ke rumahnya di Makassar (jauh dari keluarga) dan lantas suamiku pergi ke luar negeri untuk kerja. Waktu itu keluargaku seolah-olah udah benar-benar setuju. Dan sudah mempersiapkan semuanya. Aku tak mungkin menolak. Yah, alhmadulillah akhirnya perjodohan itu gagal, meski sampai detik ini pun aku tak tau alasan gagalnya. Keluargaku tak mau memberitahuku. Tapi, aku sangat bersyukur.

Kenapa aku sangat membenci perjodohan yang pertama itu?
Karena aku menganggap perjodohan itu adalah pintu gerbang deritaku perihal jodoh. Sejak saat itulah aku mulai mendapat tekanan dari keluarga perihal jodoh. Kamu tau kan, sudah berapa kali keluargaku mencoba menjodohkan aku. Dan entah, setiap calon yang ditawarkan keluarga selalu hati aku menolak. Aku selalu merasa mereka tak cocok dengan aku. Dan yang paling utama mengenai kemapanan agama mereka. Kamu taulah, aku keras kepala untuk yang satu ini (eh, atau jangan-jangan aku memang keras kepala untuk semua hal ya?). Aku sulit menemukan sosok orang yang benar-benar bisa aku percaya terkait manhaj agama, aku takut mereka mengkhianatiku.
Yah, dan mau tak mau aku kembali membandingkannya dengan Ardhian. Sampai detik ini, hanya Ardhian lah yang bisa aku handalkan. Dia begitu sempurna untuk sosok imam yang aku harapkan. Agamanya mapan, dan dia sudah tau banyak tentang aku, dan yang terpenting aku suka cara dia memperlakukan aku.


Baca:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar